Ramadan Kali Ini, Terima Hidup dengan Jiwa Lapang dan Hati Lebih Tegar Lagi

Endah Wijayanti diperbarui 22 Apr 2022, 10:15 WIB

Fimela.com, Jakarta Bulan Ramadan senantiasa menghadirkan banyak kenangan dan kisah yang berkesan. Baik itu suka maupun duka, haru atau bahagia, selalu cerita yang sangat lekat dengan bulan suci ini. Cara kita memaknai bulan Ramadan pun berbeda-beda. Tulisan Sahabat Fimela yang diikutsertakan dalam Lomba Share Your Stories bulan April dengan tema Light Up Your Ramadan ini pun mengandung hikmah dan inspirasi yang tak kalah istimewa.

***

Oleh: Pramudita Kurnia

Ini Ramadhan ketiga kalinya yang aku jalani dalam situasi pandemi. Begitu banyak cobaan datang menerpa. Namun aku berusaha tegar dan kuat. Salah satu yang kupelajari yang berguna untuk membuatku tenang dalam Ramadhan ini adalah filsafat Stoikisme.

Cobaan saat Ramadhan

Tahun 2020 adalah Ramadhan pertamaku yang kujalani saat situasi pandemi. Murid-murid orang asingku pergi dari Indonesia satu per satu karena situasi yang tak aman. Ini membuatku bingung. Penghasilanku menurun drastis. Entah dari mana aku mendapat tambahan uang.

Hal ini juga menjadi pemicu pertengkaran dengan keluarga. Ayahku yang abai protokol kesehatan dan kerap kali bermain Badminton hingga malam hari. Ibu yang semakin temperamen ketika kondisi keuangan keluarga jatuh memburuk. Adik juga saat itu krisis percaya diri karena ia tak diterima di kampus impian.

Kami semua bertengkar satu sama lain. Sakralnya bulan suci tak membuat kepala kami dingin. Pengeluaran yang banyak tak sebanding dengan penghasilan seakan memperparah keadaan. Hingga akhirnya terlewati dengan sedikit perasaan lega setelah hari kemenangan.

Tahun 2021 adalah bulan Ramadhan yang begitu mengujiku. Aku terpaksa kembali mengajar Bahasa Jepang. Suatu ketakutan karena beberapa kali gagal. Pertama kali mengajar Bahasa Jepang di tahun 2021, aku gagal. Kedua juga tak begitu bagus. Sampai akhirnya aku terkena maag kronis. Karena guncangan batin yang mendera aku sempat tak sanggup.

Saat itu kondisi pandemi juga sangat parah. Korban-korban berjatuhan. Orang tuaku sangat takut membawaku ke rumah sakit. Di situ konflikku dengan Ibuku muncul. Aku memang menyusahkan saat sakit. Ibu-lah yang merawatku. Tapi sikapnya yang suka main tangan hampir membuatku gila. Alhamdulillah aku berangsur-angsur sembuh dan dapat menjalani Ramadhan hingga Lebaran dengan sehat setelahnya.  

Dan tahun ini, tak ada yang salah. Pekerjaan ada. Kesehatan biar aku masih berjuang puasa tetap bisa dikontrol. Pandemi juga mulai surut. Lalu apa ada kendala? Jawabannya ada. Masih ada.

Aku berjuang melawan diriku sendiri. Jadi begini, aku bermimpi untuk menjadi novelis seperti Ayu Utami, Pramoedya Ananta Toer, Fyodor Dostoevsky atau Gabriel Garcia Marquez. Dengan segala imajinasi yang mengular dan berkembang tiada henti. Aku merasa nyaman dan terjebak dalam hal itu.

Aku jadi enggan bekerja, beres-beres, olahraga dan sering self-talk yang buruk-buruk. Sungguh menekan dan membuat produktivitas surut. Sepanjang waktu aku hanya berpikir aku mau menulis atau hanya rebahan menikmati imajinasi dalam benak.

Sebelum Ramadhan pun ada insiden. Aku wawancara di sebuah kursus. Aku melamar untuk bagian guru bahasa Indonesia untuk orang asing untuk menambah murid ekspartriat dan mengembangkan karirku sebagai guru bahasa Indonesia untuk orang asing.

Aku sudah lama tidak berbicara bahasa Inggris. Untuk saat ini murid orang asingku hanya orang Jepang saja. Selama ini hanya baca buku atau mendengarkan podcast dan kuliah bahasa Inggris saja. Diperparah aku tidak berlatih wawancara sebelumnya. Akhirnya wawancara itu tampak berantakan. Pulang dari tempat itu aku menangis. 

2 dari 2 halaman

Bagaimana Stoikisme Menolongku?

Ilustrasi./Copyright shutterstock.com

Saat Ramadhan aku membaca kembali buku-buku filsafatku seperti The Socrates Express, Filokomik dan Seneca: Tentang Hidup yang Singkat. Selain itu juga aku mendengarkan video youtube dari Marissa Anita dan Gita Wirjawan tentang Stoikisme. Beginilah intisari yang kudapat.

Tak peduli berapa banyak kegagalan dan betapa dunia tak berpihak pada kita. Menurut buku Filokomik, Seneca berujar “Dunia memang kejam. Tak ada gunanya bertempur dengan apa yang tidak ada dibawah kendali kita." Ubah apa yang bisa kita ubah. Terima yang apa yang tidak bisa ubah. Hidup memang tidak berjalan sesuai yang kita inginkan, tapi hidup berjalan sebagaimana mestinya.

Kegagalan yang kudapat tak bisa diperbaiki lagi. Yang hanya kusyukuri adalah aku telah mempergunakan kesempatan yang diberikan.

Seperti kata Epictetus dalam The Socrates Express, “Dan, ketika sesuatu hilang, relakan dengan mudah dan segera, bersyukur atas waktu yang kau gunakan."

Aku telah berusaha dengan baik. Kutinggalkan pikiran All or Nothing yang menjebak seolah-olah hanya itulah kesempatanku berkembang. Yang patah tumbuh yang hilang berganti.

Bulan Ramadhan adalah bulan yang penuh berkah. Bulan ini patut diisi dengan kebajikan. Mengasihi sesama, menjaga lingkungan dan berbaik sangka pada diri sendiri adalah contohnya. Seneca dalam Tentang Hidup yang Singkat berkata, “Sekecil apa pun dia, kebajikan akan terasa kehadirannya." Dengan kebajikan hati kita kian lapang, bukan?

Soal rasa malas dan keinginan rebahan sepanjang hari. Aku menilai aku harus menemukan supaya bisa bangun dan tidak terjebak dalam nyamannya imajinasi di atas kasur adalah alasanku untuk bangun.

Sebuah tugas bukan keharusan karena tugas datang dari dalam dan keharusan dari luar. Yang mengangkat diri dan orang lain seperti kutipan dari Marcus Aurelius dalam The Socrates Express. Berusaha untuk tidak egois dan lebih bertanggung jawab. Berusaha menyadari betapa berartinya waktu selagi bernyawa.

Akhir Kata Menuju Hari Kemenangan

Setiap akhir Ramadhan menuju Lebaran, aku lebih merefleksikan dan mengintrokpeksi diri. Apa yang aku lakukan sebagai manusia, bagaimana keadaan spiritualku kepada Yang Maha Esa dan bagaimana aku bangkit pulih dari kesulitan yang ada.

Aku berharap aku menjalani Ramadhan ini dengan baik. Pandemi segera berakhir dan semuanya berbahagia merayakan Lebaran seperti sedia kala.

 

#WomenforWomen