Lady Boss: Karina Innadindya dan Harumnya Bisnis Parfum Lokal, HMNS

Nizar Zulmi diperbarui 29 Mar 2022, 14:22 WIB

Fimela.com, Jakarta Parfum seorang perempuan menuturkan lebih banyak cerita tentangnya daripada tulisan tangannya sendiri. Sebuah kutipan dari Christian Dior ini menjadi penanda betapa esensial parfum bagi sebagian orang, terutama perempuan.

Bicara soal parfum sendiri biasanya tak jauh dari brand-brand luar negeri dengan segala keharuman reputasi mereka, sebut saja YSL, Dior atau Viktor & Rolf yang koleksinya disebut-sebut jadi yang terlaris di dunia. Namun sebuah brand lokal tampaknya tak mau kalah dari para raksasa tersebut, ia adalah HMNS (baca: Humans).

Menurut data dari Compas: E-Commerce Market Insight Dashbord, HMNS menempati posisi kelima brand parfum terlaris, yang urutan pertama hingga keempat diisi produk-produk ternama dari negara seberang. Untuk diketahui, brand peraih Tokopedia Beauty Awards 2021 ini diinisiasi oleh tiga orang, salah satunya Karina Innadindya sebagai Co-Founder. 

Semangat Karina dkk mengembangkan parfum, salah satunya karena Indonesia sebenarnya punya potensi besar sebagai negara produsen parfum kelas atas. Negara kita merupakan eksportir terbesar minyak nilam, atau yang di pasar internasional disebut sebagai Patchouli Oil. Bahan ini jadi komoditas primadona yang digunakan parfum berharga ribuan dolar. 

What's On Fimela
Lady Boss with Karina Innadindya, Co-Founder HMNS (Foto: Bambang E Ros/Fimela.com)

"Indonesia itu exportir terbesar Patchouli, 90% global suplai dari Indonesia. Ketika sudah jadi produk parfum, orang nggak ada yang tahu dari Indonesia itu parfumnya apa. Maksudnya pengin bawain itu juga, kita pakai Patchouli asli dari Aceh, dari Gayo," tutur Karina dalam sesi wawancara khusus dengan FIMELA beberapa waktu lalu.

HMNS memiliki rapor penjualan yang impresif dengan eksistensi mereka di kalangan muda Indonesia. Bagaimana tidak, penawaran mereka memang terbilang menggiurkan. HMNS hadir dengan produk yang secara kualitas bisa bersaing dengan parfum kelas internasional, tapi secara harga juga tak mencekik.

"Jadi sebenernya kalo di perfumery itu kenapa kas bisa tetep affordale tapi tetep juga value-nya value over money, jadi ketika kita liat parfum tradisional itu sebenarnya banyak kas yang kebuang. Jadi misalnya untuk marketing, untuk ambassador dan kita mencoba untuk cut itu dengan cara kita jualan parfum secara online," jelasnya.

Dari tahun ke tahun membangun bisnis, Karina dan kedua rekannya banyak belajar dari pengalaman dan feedback dari para konsumen. Bahkan setelah mencatatkan penjualan laris lewat beberapa koleksi terpopuler, mereka tetap ingin berinovasi dan mengeksplor lebih jauh karakter parfum mereka yang akhirnya akan menjadi pembeda. Berikut cerita Karina dan HMNS selengkapnya.

2 dari 3 halaman

Riset, Eksperimen dan Keberanian

Lady Boss with Karina Innadindya, Co-Founder HMNS (Foto: Bambang E Ros/Fimela.com)

Apa yang membuat kamu untuk mulai merintis usaha?

Trigger-nya sih lebih ke curious aja sih, jadi waktu itu umur juga masih muda merasa banyak masih kayak untuk coba-coba. Akhirnya yaudah dari pada nggak pernah dicoba akhirnya dicoba aja, kalau gagal pun ya kita bisa balik lagi ke spot yang awal gitu.

Lalu kenapa akhirnya melirik bisnis perfumery?

Kenapa kepikiran bisnis perfume, karena waktu itu sekitar tahun 2018-2019 kita melihat ada gap yang cukup besar. Jadi orang Indonesia untuk punya parfume itu yang memang murah atau yang memang mahal yang desainer, hingga ada nih yang di tengah-tengah yang masih terjangkau tapi aspirational buat orang-orang. Nah kita ada chance di situ ternyata untuk bisnis parfum di harga yang affordable tapi masih aspirational untuk orang-orang Indonesia.

Bagaimana HMNS bisa tetap affordable tapi punya kualitas yang baik?

Jadi sebenernya kalo di perfumery itu kenapa kas bisa tetep affordable tapi tetep juga value-nya value over money, jadi ketika kita liat parfum tradisional itu sebenarnya banyak kas yang kebuang. Jadi misalnya untuk marketing, untuk ambassador dan kita mencoba untuk cut itu dengan cara kita jualan parfum secara online.

Apa sebenarnya filosofi di balik nama HMNS atau Humans?

Waktu itu aku dan partnerku Rizky itu suka banget sama satu account itu namanya Humans of New York. Jadi itu akun yang memang bercerita tentang sudut pandang manusia. Dari situ kita ngeliat, oh ini value yang sangat bagus kalo misalkan kita terapkan dalam brand. Jadi ini adalah brand yang memang centernya humans, not only the bisnis and the product itself gitu.

Seberapa challenging berbisnis perfurmery yang pernah kamu rasakan?

Tantangannya memang lumayan susah sih awal-awal untuk ngeyakinin orang-orang untuk beli produk kita. Karena tahu lah yang namanya kiblat di perfumery itu either itu memang dari Prancis dari Eropa atau emang dari middle east gitu. Ketika kita tawarkan yang lokal, orang mungkin agak skeptis gitu, tapi akhirnya kita bisa jawab dengan ini tuh parfum yang memang kita bikin untuk orang-orang Indonesia yang suitable buat iklimnya dan untuk selera-selera orang indonesia.

Lady Boss with Karina Innadindya, Co-Founder HMNS (Foto: Bambang E Ros/Fimela.com)

Seberapa besar tingkat kesulitan proses riset sampai akhirnya nemu formula yang cocok?

Kalau dibilang sulit sih pasti sulit ya karena kita harus apa ya semacam menggambarkan orang Indonesia sukanya apa di dalam parfum. Kita coba-coba waktu itu pertama, varian pertama itu ada tiga varian, akhirnya yang last one's standing cuma satu tapi masih sampai sekarang masih best selling dan akhirnya setelah itu kita dapat learning-nya orang-orang Indonesia tuh sukanya seperti apa. Jadi akhirnya ke sini-sini jauh lebih mudah gitu kalo kita research and development.

Apakah kamu setuju kalau parfum itu genderl neutral?

Kita di HMNS itu nggak pernah menggambarkan kalo ini buat cewek ini buat cowok. Jadi kita selalu bilang wanginya cenderung ke arah yang lebih maskulin atau ke feminine, karena untuk cewek pakai maskulin kenapa nggak dan sebaliknya juga seperti itu.

Semakin populer sesuatu, akan banyak juga kritik yang datang. Bagaimana cara HMNS meng-handle hal tersebut?

Sering kalau dapat kritik, bahkan setiap hari. Nggak semua kritikan harus diperhatikan, kadang ada yang nyinyir saja. Ah parfum-nya kayak parfum anjing. Terus ada yang bilang wanginya biasa aja. Tapi ya balik lagi, namanya wangi nggak bisa dipaksakan. Mungkin dia seringnya pakai parfum yang unik, makanya nggak nerima HMNS yang wanginya familiar. Gitu sih, tapi kita selalu eksperimen kayak yang ini (Ambar Janma) kan wanginya sesuatu yang nggak biasa. Wanginya spesial. Biasanya kan vanila dll yang disukai orang. Dulu tuh briefnya wangi, kalau yang ini unik.

Ini pertama yang eksperimental. Biasanya kan bisa dibilang main aman, tapi ya basically kita jualan parfum online. Kalau dikasih wangi yang niche banget, bisa nggak diterima, susah sih. Strategi kita makanya wangi yang familiar, kayak vanila, baru deh yg orang terima ternyata ada brand parfum namanya HMNS yang wanginya ini. 

Menurut kamu, sepenting apa eksplor dan eksperimen dalam produk?

Penting yah, karena aroma beda banget. Kayak untuk coba hal baru penting. Jadi orang lihatnya nggak cuma oh ini brand parfum, tapi mencoba untuk bisa dilihat orang. Kalau aku sih sudah punya line up, formulanya, kalau experiment, 1000 doang terus nggak diproduksi lagi, lebih valuable sih. Oh ini item tertentu nih, jadi orang akan coba coba aja.

3 dari 3 halaman

Privilege, Healing dan Perempuan yang Didengar

Lady Boss with Karina Innadindya, Co-Founder HMNS (Foto: Bambang E Ros/Fimela.com)

Beberapa orang belum sadar pentingnya parfum? Menurut kamu kenapa orang harus pakai parfum?

Jadi, kita kan punya 5 indera, ada satu yang jarang terekspos yaitu penciuman, ini salah satu memori yang kuat. Kita bisa ngeh kalau kamar kita ada baunya sendiri, atau masakan orang tua tiba-tiba kita ingat 'oh dulu mamaku masih kecil pernah masak ini'. Ini salah satu memori yang cukup kuat. Kenapa pakai parfum? Karena kalau kita pakai parfum, dan sudah bercampur dengan badan kita, itu jadi wangi khas dan akan diingat orang lain. Misalnya aku pakai parfum apa, kamu kan cium parfum ini, ketika suatu hari kamu cium parfum ini akan ingat Karina kan pakai parfum ini.

Aku melihat parfum itu seperti aksesoris, sesuatu yang nggak kamu pakai terus, ketika pakai parfum lebih lengkap dan unik sebagai individu.

Pengalaman dan impresi apa yang kamu dapatkan selama berbisnis?

Kalau yang nanya bisnis itu kan bener-bener journey yang sendiri gitu, paling yang bisa relate itu partner yang sama-sama berbisnis. Itu pasti ada episode-episode di mana lagi ngerasa down gitu, tapi setelah kalo liat looking back gitu dari apa yang kita udah kita growth sampai mana dan juga ngeliat interaksi kita sama customer itu sih yang bikin semangat lagi sampai yang kayak oh iya ternyata emang kita bisnis bukan cuma bisnis tapi ada value dan impactful buat orang lain, itu yang bikin semangat terus sih.

Kalau point yang paling penting menurut aku adalah ketika kita memutuskan untuk berbisnis kita harus punya leap of faith. jadi kita coba aja dulu gitu kalau misalkan kita tunda-tunda terus kita nanti deh takutnya ini itu ini itu ya gak akan jadi bisnisnya, jadi selama kita ada kesempatan kita liat ada oppourtunities ya itu kita coba aja dulu.

Jadi perempuan di usia 25, punya bisnis yang skalanya sebesar ini, sempat kena diskriminasi atau perlakuan tertentu? 

Kalau perlakuan yang kurang menyenangkan di dunia bisnis ya namanya juga industri dan juga scope yang masih banyak didominasi sama laki-laki, jadi kadang ada sih maksudnya kayak ketika ketemu sama partner bisnis, aku bareng dua temenku, jadi satu Rizky satu Amron, dua-duanya laki-laki. Kadang-kadang ketika kita approach ke partner bisnis baru kadang porsiku didengarkan lebih sedikit aja sih. Maksudnya ketika orang mendengarkan ya nggak se-mendengarkan ketika laki-laki yang berbicara. Tapi it's ok, karena balik lagi nggak perlu terlalu memandang gender, kalau misalnya kita mampu berbisnis ya kita emang mampu gitu.

Adakah hal yang dilakukan untuk memberdayakan perempuan?

Di company kita selalu encourage women untuk juga berkarier dan juga punya prestasi yang sama atau mungkin lebih dari laki-laki yang ada di company. Jadi di HMNS sendiri lebih dari setengah employee kita perempuan dan semua di-encourage untuk punya goals masing-masing.

Lady Boss with Karina Innadindya, Co-Founder HMNS (Foto: Bambang E Ros/Fimela.com)

Orang punya persepsi tertentu terkait pelaku bisnis dengan privilege, apa opini kamu tentang hal ini?

Kalau ngomongin soal privilege ini hal besar ya, maksudnya gak bisa kita maksudnya gak bisa unpriviledged sama priviledged banget. Setiap orang itu pasti punya ada privilege-nya masing-masing gitu, ya mungkin ada yang dari orang tua sudah punya lebih modal atau sebenernya itu bisa kita apa ya buat sendiri gitu privilege-nya kalau kita emang gak punya privilege. Misalnya kita dengan learning hal-hal baru, belajar Bahasa inggris itu salah satu privilege kan dan juga kuliah mungkin kuliah itu salah privilege yang bisa kita create sendiri, jadi ketika kita merasa tidak punya privilege kita usahakan sendiri untuk bisa memilikinya.

Aktivitas apa yang biasa dilakukan ketika burnout dan ingin healing?

Sering sih yang burnout tadi, tapi mencoba apa ya mencoba menyemangati dan menguatkan diri sendiri lah karena kalau hanya bukan kita sendiri yang bisa menolong siapa lagi sebenernya.

Mostly hidup aku sih memang masih lebih banyak ngurusin bisnis sih, tapi kadang bisnis juga ada trip keluar kota gitu kan itu enjoy the most of my time aja di situ gitu. Selama bekerja sambil bermain gitu sambil healing, other then that sih aku suka baca, suka juga apa ya ketemu orang-orang baru juga suka sih itu kayak jalin connection baru, siapa tahu ada opportunity baru di situ.

Kalau rencana jangka panjang sih di luar HMNS dan home of HMNS ada beberapa apa ya kayak bisnis yang emang masih pengen aku kejar sih. Jadi salah satunya adalah incubator untuk bisnis-bisnis baru, itu salah satu yang pengen aku peview ada juga beberapa bisnis yang masih seputar online sih yang director customer.

Bagaimana kamu mendefinisikan sebuah kesuksesan?

Talking about success di bisnis, itu it's not always about numbers, it's not always about seberapa omset kamu atau seberapa kayak kamu dari bisnis itu tapi gimana caranya bisnis itu jadi impactful untuk customer dan juga orang-orang banyak.

Harapan kamu dan HMNS di tahun 2022?

Di tahun 2022 sih tentunya pengin lebih grow up daripada di tahun 2021 secara fisis dari HMNS pengin lebih grow lagi mungkin sampai 5 kali dari yang sekarang, mungkin 10 kali dari yang sekarang dan juga personally sih pengin lebih banyak belajar lagi dan bisa handling bisnis banyak lagi, karena pengen punya cita-cita itu sih.