Fimela.com, Jakarta Setiap perempuan selalu memiliki kisahnya sendiri. Caranya untuk berjuang tentu tak sama dengan yang lainnya. Perempuan berdaya dan hebat dengan caranya masing-masing. Tiap pengalaman dan kisah pun memiliki inspirasinya sendiri seperti tulisan Sahabat Fimela yang diikutsertakan dalam Lomba The Power of Women: Perempuan Berdaya dan Hebat adalah Kamu berikut ini.
***
Oleh: P
Hidup adalah pilihan, begitulah orang-orang bilang. Apa pun pilihanmu tetap ada konsekuensi di belakangnya.
Satu tahun terakhir aku nikmati sepenuhnya sebagai ibu rumah tangga, sebenarnya ini pilihan hidup yang cukup berat. Aku yang terbiasa bekerja, memenuhi segala kebutuhan sendiri harus rela bergantung dengan suami.
Bukan tanpa alasan keputusan ini aku ambil, situasi awal pandemi yang membuat bebanku kian bertambah membuat aku mantap menjadi IRT. Sebagian orang mampu melewati dengan segala kegiatan secara bersamaan, tidak denganku.
Mencurahkan Waktu untuk Keluarga
Aku yang selalu khawatir jika tidak lihat chat dari pimpinan, pekerjaan yang tak kenal waktu, karena sering sekali jam lima pagi sudah ada saja pertanyaan yang ditanyakan. Work from home yang harus aku jalankan harus aku bagi dengan pendampingan anak sekolah daring. Semua itu membuat aku mengalami gangguan kecemasan berlebih dan di minggu terakhir aku bekerja aku pun jatuh sakit yang membuatku mantap memilih resign.
Ternyata resign pun tak membuat aku tenang. Kecemasan selalu ada, akan tetapi suami selalu meyakinkan aku kalau sekarang tempat yang tepat adalah di rumah dengan anak-anak dan mendoakan dia.
Terharu sebenarnya ketika suami terus meyakinkan aku, tapi keadaan yang kadang aku ingin berontak dan beranjak ingin membantunya dalam hal finansial dari mulai melamar pekerjaan lagi dan mencoba membuka usaha. Menjadi reseller masih terus aku lakukan dengan harapan ada doa yang Allah dengar dan segera memperbaiki kondisi kami.
Hingga suatu hari aku mendapati kabar kalau bapak sakit. Bapak yang tinggal sendiri di kampung karena mama sudah dua tahun lebih dulu meninggalkan kami membuatku makin tak berdaya. Bagaimanapun aku yang harus merawatnya.
Perasaan insecure dan ingin dihargai lagi menjadi ibu bekerja seketika sirna. Rasanya aku kurang bersyukur dan aku rasa saat ini memang tempat yang tepat adalah di rumah merawat bapak, mendampingi anak sekolah, dan tetap berada di samping suami dengan segala kesibukannya. Bukan di kantor sebagai pegawai ataupun yang lain.
Melakukan Semua Upaya Terbaik
Apa ada yang bisa aku banggakan saat ini ketika aku di rumah? Ada jawabanku, ternyata dengan di rumah anak-anakku lebih terkontrol segala aktivitas gagdetnya, kesehatan dan makanan bapak dan suamiku juga terkontrol.
Anak-anak juga jadi lebih cerdas dalam pelajaran dan hafalan mengajinya. Apalagi ketika wali kelas mengumumkan kalau anakku yang paling kecil mendapat peringkat 1 di kelasnya semester lalu, walaupun masih TK dia mampu menunjukan kelebihan yang tidak dimiliki anak sebayanya. Begitu juga dengan kakaknya yang berusia delapan tahun sudah mulai mengenal ilmu tajwid dalam membaca Alquran. Suami juga makin giat bekerja, bapak juga lebih aman dengan penjagaanku.
Mungkin semua itu biasa, tapi ketika didapat dengan sebuah proses pembelajaran dan campur tangan seorang ibu langsung rasanya luar biasa.
Aku mencoba mensyukuri dan menikmati tiap detik momen yang aku rasakan saat ini, karena waktu yang telah berlalu tak akan bisa terulang kembali. Ternyata ada banyak cara buat para perempuan menjadi hebat, mencetak anak-anak hebat dan berprestasi bisa menjadi salah satunya.
Jangan minder atau berkecil hati jika ada perempuan yang di posisiku saat ini, tetap semangat dan dekatkan selalu sama Allah, bisa jadi Allah sedang mempersiapkan kebahagiaan yang lebih indah daripada hari ini, amin.
#WomenforWomen