Fimela.com, Jakarta Rara Istiati Wulandari menjadi nama yang ramai diperbincangkan, tidak hanya oleh masyarakat Indonesia saja, tapi dunia. Aksinya membawa mangkok emas dan melakukan beberapa gerakan khusus di area sirkuit MotoGP Mandalika, sontak mengundang perhatian semua orang.
Bagaimana tidak? Istilah pawang hujan mungkin terdengar familiar untuk masyarakat Indonesia, namun bagaimana penonton dari negara lain?
Pawang hujan dikenal sebagai sosok yang bisa menghentikan atau memindahkan hujan ke area lain, saat dibutuhkan, dengan berbagai ritual khusus. Menurut berbagai sumber, ritual yang berkaitan dengan hujan ini sebenarnya sudah ada sejak lama, yang masih dilakukan sampai sekarang.
Pawang hujan
Ritual ini biasanya dilakukan saat ada sebuah acara besar, yang mengundang banyak orang dan acara tersebut diharapkan bisa berlangsung lancar, tanpa gangguan, termasuk turunnya hujan. Jika dilihat di KBBI, kata pawang menunjuk pada orang yang memiliki keahlian istimewa yang berkaitan dengan ilmu gain, seperti dukun, mualim perahu, pemburu buaya, penjinak ular.
Sedangkan makna dari pawang hujan di KBBI adalah orang yang pandai menolak hujan. Di NTB sendiri pernah ada cerita mengenai seorang pawang hujan terkenal bernama Lalu Katar, pegawai kehutanan yang beralih profesi menjadi pawang hujan di tahun 1969.
Dalam buku Dunia Wayang: Nilai Estetis, Sakralitas, dan Ajaran Hidup karya Kanti W. Walujo, kisah Lalu Katar menjadi seorang pawang hujan dimulai pada tahun 1986 saat seorang dalang menggelar acara Wayang Sasak dan tiba-tiba hujan turun dengan deras, hingga air masuk ke panggung. Banyak pawang hujan yang dikerahkan tidak berhasil, akhirnya Laku Katar membuat api bakar, menghadap ke awan sambil menghisap rokok, dan mengucapkan doa-doa, hujan pun berhenti.
Pawang hujan
Laku Katar mengakui bahwa tugas sebagai pawang hujan tidak mudah, karena ia harus mampu memindahkan awan hitam yang mengandung air hujan. Tiap pawang hujan biasanya memiliki cara tersendiri, begitupun dengan Laku Katar.
Laku Katar memiliki pantangan saat sedang mengendalikan hujan, seperti tidak boleh mencuci pakaiannya sendiri dan harus menghindari perbuatan ma-lima, yaitu main, madon (main perempuan), maling (mencuri), madat (kecanduan), dan mabuk. Menurut tulisan di jurnal AIQALAM dijelaskan bahwa masyarakat percaya pada kuasa Tuhan, namun usaha tetap diperlukan untuk mewujudkan keinginan dan usaha ini bisa diwujudkan dalam bentuk doa yang dipanjatkan pawang. Bagaimana menurutmu, Sahabat FIMELA?