Kupas Tuntas Tentang Komunikasi Pasif Agresif dan Asertif agar Lebih Berdaya di Masa Pandemi

Novi Nadya diperbarui 12 Mar 2022, 17:43 WIB

Fimela.com, Jakarta Membaca komentar netizen di media sosial menjadi salah satu hobi baru banyak orang. Sayangnya justru komentar yang di-highlight lebih ditekankan pada opini buruk, menghakimi, penuh umpatan.

Hal tersebut telah mendominasi ranah pergaulan masyarakat di era sekarang yang diistilahkan sebagai komunikasi pasif agresif. Mereka yang sering berujar kebencian atau jamak disebut haters, kemungkinan besar bisa membawanya dalam ranah yang lebih luas, termasuk dunia kerja.

Jangan sampai ikut terbawa arus, kita perlu mempelajari tentang tipe komunikasi asertif untuk berada di antara mereka yang memiliki komunikasi agresif dan pasif. Sebab, banyak keuntungan yang akan didapat dan membuat kita lebih berdaya di masa pandemi ini.  

Yuk, belajar dari Rama Sahid, Entrepreneur & Communication Trainer tentang tipe komunikasi. Dimulai dari pengertian miskomunikasi, yaitu terjadi karena berbagai faktor, seperti perbedaan persepsi antara pengirim informasi dan penerima informasi, perbedaan pengetahuan, pengalaman serta perbedaan gaya bahasa yang digunakan.

Dari hasil sebuah riset yang dilakukan Rama bersama tim di tahun 2019, miskomunikasi kerap terjadi di lingkungan pekerjaan, sehingga sering terjadi beberapa hal, seperti:

1. Terjadi kebingungan

2. Instruksi tidak sesuai harapan

3. Kinerja individu/ tim tidak focus

4. Semangat kerja menurun

5. Stress karena bekerja tidak menyenangkan

6. Muncul konflik horizontal antar teman, muncul berbagai penyelewengan)

7. Goals tidak tercapai

 

2 dari 4 halaman

Miskomunikasi

Menjaga hubungan baik dengan mantan teman kantor./Copyright shutterstock.com

“Miskomunikasi dialami banyak orang. Dengan bos, rekan kerja, suami karena pesannya tidak clear, sehingga instruksi tidak berjalan sesuai harapan. Penyebabnya bawahan bingung, berdampak ke kinerja, semua orang nggak bisa bekerja dengan focus. Gara-gara kebingungan, goals atau target perusahaan tidak tercapai,” ungkap Rama Sahid, pada acara Sharing Session Gerakan #akuberdaya bekerja sama Tempa Trainer Guild (TTG), bertajuk “Be Communicative, To Be Productive; 3 Jurus Jitu Menjadi Produktif dengan Komunikasi Asertif, baru-baru ini.

Untuk diketahui, gerakan #akuberdaya merupakan sebuah gerakan yang diinisiasi oleh desainer Nina Nugroho dengan target melejitkan keberdayaan 1 juta  perempuan dalam setahun ke depan. Sejumlah program telah dilakukan, salah satunya menggelar berbagai edukasi melalui pemanfaatkan zoom online sharing session  yang dijadwalkan setiap Minggu, jam 10.00- 11.30 WIB

Rama menambahkan  buruknya komunikasi ini  juga dipicu oleh hantaman Covid-19 saat ini.Media social menjadi pelampiasan untuk ajang curhat semua orang. Di Amerika Serikat, buruknya komunikasi mengakibatkan tingginya tingkat stress masyarakatnya.

“Bukan karena nggak punya duit. Tapi komunikasinya  yang buruk.  Buruknya komunikasi juga berpengaruh pada tingginya tingkat perceraian,” lanjut Rama. 

Rama memberitahu agar terbangun hubungan  baik antar individu diperlukan seni berkomunikasi. Dalam perusahaan kemampuan ini sangat diperlukan seorang leader untuk memenej timnya.

Rama mengutip pakar komunikasi Sondang Siagian (2010) menyebutkan tugas  leader antara lain: kemampuan membangun hubungan baik, penentu arah, komunikator, mediator, integrator dan menjadi juru bicara perusahaan.

Komunikasi bukanlah bawaan lahir atau diwariskan melainkan hasil dari berlatih setiap hari. Ditambahkan Rama, terdapat 4 tipe berkomunikasi, yaitu:

 

3 dari 4 halaman

4 tipe berkomunikasi, yaitu:

Ini 3 Kemampuan Komunikasi yang Membantumu Berkomunikasi dengan Orang Lain / copyright shutterstock

1. Pasif: tipe komunikasi seseorang yang lebih banyak menunduk, gemetar, kata-kata tidak selesai, bengong dan suka menghindari konflik

2. Agresif: Tipe orang yang suka berteriak, melotot, memotong pembicaraan, tegang dan cenderung membuat konflik

3. Pasif agresif: fenomena sekarang, orang yang penuh nyinyiran, ngebully, menyindir, sarkasmes, mudah tersinggung, suka memendam emosi, suka bilang oke, fine, terserah tapi di belakang kerap menyalahkan keadaan dan orang lain 

4. Asertif: 50 persen tipe orang ini suka menatap lawan bicara, antusias, mendengarkan, rileks dan cenderung menjadi orang yang suka mengatasi konflik 

“Di sini kita perlu membangun komunikasi asertif. Karena dia berada diantara orang agresif dan pasif. Makin  mampu seseorang mengekspresikan diri secara asertif, makin kuat daya tahannya dalam menghadapi stress dan makin kecil kemungkinan untuk terserang depresi,” lanjut Rama.

Pointnya sama. Sama-sama kecewa dengan lawan bicara. Tapi yang membedakan pemilihan kata-kata yang berbeda.

 

“Kata yang pertama, menyerang seseorang. Yang kedua, saya kecewa dengan hasil hari ini. Bukan kecewa sama orangnya, tapi dengan cara kerja orang itu. Dalam hal mengontrol emosi, atur pernapasan, pakai hitungan 4 detik – 4 detik. Di saat bernafas, pejamkan mata. Selama 4 detik. Tarik napas, bersyukur dari hal terkecil, buang napas, ‘alhamdulillah’, buang nafas lewat mulut,” pungkas Rama. 

 

 

 

 

 

 

 

4 dari 4 halaman

Bagaimana menjadi orang yang dapat melakukan komunikasi assertive?

1. Drive your self: maksudnya adalah jadilah orang yang percaya diri. Yakinlah dengan apa yang dikatakan, jangan berusaha menyenangkan semua orang, kuasai terlebih dulu persoalan yang muncul, sebelum disampaikan. Tidak buru-buru merespons. Hilangkan sungkan. Karena sungkan itu hanya ada di Indonesia

2. Develop other:

a. Kontrol  emosi. Atur napas, bersikap tenang, jangan anggap musuh, tapi anggap sebagai kawan. Mulailah dengan kata saya. Jangan menyerang lawan bicara.

b. Menghormati kawan bicara

Jadilah pendengar yang baik! Tidak memotong pembicaraan kawan bicara. Pahami dengan baik kata demi kata. Hargai juga pendapatnya. Kadang sebagai leader, mendengarkan itu tidak mudah, butuh effort.

c. Berikan feedback

Menyesuaikan kondisi kawan bicara klarifikasi pernyatataan yang disampaikan kawan bicara.

Berikan respons atau anggukan saat mendengar. Menjadi orang yang komunikatif itu bisa dilatih. So do action, libatkan diri secara aktif. Dampaknya akan menjadi lebih produktif.

d. Antusias : Bicaralah secara lugas, ekspresif, dengarkan dengan baik apa yang dibilang kawan bicara, tidak boleh hanya diam saja dan selalu mengalah

e. Belajarlah: Belajar berkata tidak secara diplomatis dan professional. Berfokus pada sesuatu yang dilakukan, bukan pada orangnya.

Contoh: Saya tidak sependapat dengan cara yang kamu lakukan, bagi saya akan membuang waktu dan energi

Don’t: "Kamu sangat payah, buat laporan aja nggak becus. Hari ini kerjamu berantakan."

Do: "Saya kecewa dengan hasil pekerjaanmu hari ini, laporan juga nggak tersusun dengan rapi."

Pointnya sama. Sama-sama kecewa dengan lawan bicara. Tapi yang membedakan pemilihan kata-kata yang berbeda.

“Kata yang pertama, menyerang seseorang. Yang kedua, saya kecewa dengan hasil hari ini. Bukan kecewa sama orangnya, tapi dengan cara kerja orang itu. Dalam hal mengontrol emosi, atur pernapasan, pakai hitungan 4 detik – 4 detik. Di saat bernafas, pejamkan mata. Selama 4 detik. Tarik napas, bersyukur dari hal terkecil, buang napas, ‘alhamdulillah’, buang nafas lewat mulut,” pungkas Rama.

#WomenForWomen