Fimela.com, Jakarta Apakah kamu pernah mendengar istilah sinestesia? Jika belum, maka istilah sinestesia sebenarnya merujuk pada sebuah fenomena neurologis saat otak memberikan persepsi yang berbeda saat pancaindera menerima rangsangan. Hal tersebut terjadi karena rangsangan tersebut diterima oleh beberapa pancaindera, sehingga otak mengolah dan menghasilkan persepsi dari beberapa pancaindera.
Istilah sinestesia pertama kali digunakan pada abad ke-19 saat beberapa orang mengaku melihat warna lain saat menulis menggunakan pena dengan tinta berwarna hitam. Singkatnya, sinestesia merujuk pada kondisi saat seseorang menggambarkan rangsangan dengan hal-hal yang tidak biasa. Contohnya, seseorang yang memiliki sinestesia mengasosiasikan suara dengan warna atau bau dengan bentuk dan lain sebagainya.
Walaupun memberikan persepsi yang berbeda, sinestesia bukanlah sebuah penyakit atau gangguan mental. Berdasarkan data dari American Psychological Association (APA), sinestesia adalah kondisi yang unik dan tidak umum karena hanya memengaruhi 1 dari 2.000 orang, atau sekitar 3-5% dari populasi. Kondisi ini lebih banyak dialami oleh seniman, penulis, dan musisi. Bahkan, sekitar 20-25% dari kelompok yang bekerja di bidang seni memiliki sinestesia. Sebagian besar orang yang memiliki sinestesia bekerja di bidang seni karena mereka memiliki asosiasi mental yang lebih kuat terhadap konsep-konsep yang berhubungan dengan warna, suara, dan bahasa.
Penyebab dan Gejala
Penyebab sinestesia pun hingga sekarang masih belum dapat dipastikan. Tetapi, menurut beberapa penelitian, sinestesia dipercaya berkembang pada masa anak-anak, tetapi ada pula sebagian orang yang memiliki sinestesia sejak lahir. Anak yang tumbuh dengan mendengar dan berbicara dalam dua bahasa dipercaya berpotensi lebih besar mengembangkan sinestesia. Dalam beberapa kasus, sinestesia juga muncul sebagai salah satu efek dari penggunaan obat untuk trauma, stroke, atau tumor otak.
Beberapa gejala yang mungkin menjadi indikasi seseorang memiliki sinestesia diantaranya adalah:
1. Melihat huruf, angka, atau warna saat mendengar suara, mencium aroma, atau merasakan rasa tertentu, begitupun sebaliknya
2. Merasa sulit menjelaskan respon dari pancaindera kepada orang lain
3. Respon yang ditimbulkan langsung terjadi dan terjadi secara internal
4. Respon pancaindera terhadap rangsangan akan tetap sama dari waktu ke waktu
Jenis Sinestesia
Dari gejala tersebut, terdapat 60 hingga 80 tipe sinestesia. Berikut adalah beberapa tipe sinestesia yang berhasil diidentifikasi dan paling umum dimiliki oleh sebagian besar orang:
1. Auditory-tactile synesthesia: Ketika suara memicu respon tubuh. Contohnya suara tertentu dapat menyebabkan seseorang kesemutan
2. Chromesthesia: Ketika seseorang melihat warna saat mendengarkan suara tertentu
3. Grapheme-color synesthesia: Ketika seseorang mengasosiasikan warna dengan huruf dan angka. Contohnya huruf ‘A’ terlihat seperti warna merah
4. Mirror-touch synesthesia: Ketika seseorang merasakan sensasi yang sama ketika orang lain mendapatkan rangsangan. Contohnya seseorang yang memiliki sinestesia akan ikut merasa geli saat ia melihat orang lain sedang digelitik
5. Spatial sequence synesthesia: Ketika seseorang mengasosiasikan huruf dan angka dengan ruang. Contohnya angka ‘1’ terlihat jauh, sedangkan huruf ‘B’ terlihat dekat
6. Lexical-gustatory synesthesia: Ketika sebuah kata memicu seseorang merasakan rasa tertentu. Contohnya merasakan rasa pisang ketika mendengar kata sepatu.
Seperti yang dijelaskan sebelumnya, sinestesia bukanlah penyakit atau gangguan mental. Sehingga, sinestesia tidak perlu disembuhkan. Hingga saat ini pun belum ditemukan cara untuk mengatasi sinestesia. Tetapi, jika kamu memiliki gejala sinestesia dan ingin mengetahui apakah hal tersebut normal atau tidak, kamu bisa menghubungi psikolog untuk mendapatkan diagnosis.
Ditulis oleh: Savitri Anggita Kusuma Wardani