Suka Duka Tania Artawidjaya Saat Banting Setir dari Dokter Jadi Pilot

Vinsensia Dianawanti diperbarui 10 Mar 2022, 14:30 WIB

Fimela.com, Jakarta Ada banyak perempuan yang berani mengambil langkah untuk menjalani profesi yang didominasi oleh laki-laki. Salah satunya profesi pilot yang dijalani oleh Tania Artawidjaya.

Tania Artawidjaya berprofesi sebagai pilot selama kurang lebih 6 tahun dan berperan sebagai First Officer di sebuah maskapai penerbangan Indonesia.

Sejak kecil hingga SMA, pilot bukan menjadi pilihan hidup. Tania justru bercita-cita menjadi seorang dokter spesialis ahli bedah jantung. Lalu ia melihat untuk menjadi seorang dokter spesialis membutuhkan waktu yang lama dan biaya yang besar.

Ibunya merupakan seorang pramugari dan dikelilingi oleh orang-orang yang memang berkecimpung di dunia penerbangan. Melalui diskusi panjang dengan para pilot senior, Tania diminta untuk mencoba simulator.

"Dari situlah mindset aku terbuka. Ternyata pilot itu ngga harus laki-laki ya. Ada juga ni pilot wanita. Itu kayak ketemu cinta pertama. Karena jaman dulu, masih cukup uncommon untuk perempuan jadi pilot," cerita Tania Artawidjaya saat Fimela Talks dalam rangka International Women's Day

 

What's On Fimela
2 dari 5 halaman

Tidak direstui keluarga

Kali ini Tania mengenakan blazer navy dengan inner tshirt hitam yang serasi dengan warna pantsnya. Vans old skul pun melengkapi penampilannya. Rambut sebahunya pun dibiarkan terurai indah. Dok. Instagram @taniawidjaya

Keputusan Tania untuk menggeluti bidang sebagai pilot tidak berjalan mulus. Ia sempat tidak mendapat restu dari keluarga untuk mengejar cita-citanya menjadi pilot.

"Mungkin ada diskriminatif, mendapat pressure untuk menjadi wanita pada umumnya di Indonesia. Untuk jadi seorang pilot sangat tidak direkomendasikan," kata Tania.

Tania pun membuktikan setiap langkah seleksi berhasil ia lalui da ia pun masuk ke sekolah penerbangan, Bali International Flight Academy. Setelah lulus dari sekolah penerbangan, Tania langsung menandatangani kontrak kerja bersama maskapai penerbangan hingga sekarang.

 

3 dari 5 halaman

Pilot perempuan yang masih sangat sedikit

Simak cerita inspiratif Tania Artawidjaya yang jadi Srikandi di udara setelah bertemu cinta pertama (@taniawidjaya)

Saat menjalani sekolah pilot, terhitung hanya ada empat perempuan dari 22 siswa di satu angkatan yang sama. Jumlah ini berbanding lurus dengan jumlah perempuan yang menjadi pilot di Indonesia. Di mananya tidak sampai 30% dari total pilot yang ada adalah perempuan.

Meski demikian, Tania meyakini tidak pernah ada rasa ragu untuk mundur dari dunia penerbangan. Ia memang menemukan banyak tantangan selama meniti karier, namun tantangan inilah yang membuatnya memiliki sesuatu yang harus dikejar sekaligus memberikan perspektif baru dengan menyelami dunia penerbangan.

 

 

4 dari 5 halaman

Mengubah cara pandang masyarakat Indonesia

Menanggapi soal dunia kerja yang rentan dengan diskriminatif, Tania memilih untuk tidak terlalu pusing soal komentar jahat yang ia terima.

"Di titik ini aku sudah bisa memilah mana yang harus didengarkan sebagai kritik. Harus memiliki mental yang kuat untuk menanggapi komentar yang negatif. Yang harus aku lakukan adalah memberikan yang terbaik yang bisa aku lakukan," kata Tania.

Tania menyadari ia bersama pilot perempuan lainnya menjadi sosok yang mengubah cara pandang masyarakat Indonesia akan dunia pekerjaan. Sekaligus menjadi inspirasi dan membuka jalan bagi perempuan lainnya untuk juga berani mengambil keputusan masuk ke dalam dunia aviasi.

 

5 dari 5 halaman

Jalani multiperan sebagai CEO

Tidak hanya menginspirasi lewat profesinya sebagai pilot, Tania Artawidjaya kini membangun perusahaan sendiri bersama sang kakak, PT. Kreativitas Karya Indonesia. Perusahaan ini bergerak di bidang kreatif untuk membantu anak muda Indonesia bertalenta sehingga mereka memiliki skill yang terus berkembang.

Dengan peran ganda, sebagai pilot dan CEO, Tania mendorong perempuan Indonesia untuk mengambil setiap kesempatan yang ada.

"There's something you should be proud of. Kalau dulu jaman di era Kartini tidak banyak punya pilihan. Mereka harus menjalani kehidupan seperti budaya. Menjalani multiperan adalah sebuah previlege yang harus di-utilize semaksimal mungkin," tutup Tania.