Naik Pesawat-Kereta Tak Perlu Tes PCR, Epidemiolog Peringatkan Kasus Kematian Masih Tinggi

Hilda Irach diperbarui 09 Mar 2022, 13:30 WIB

Fimela.com, Jakarta Pemerintah baru-baru ini memberikan beberapa pelonggaran aturan terkait pandemi Covid-19. Salah satunya pelaku perjalanan domestik dengan moda transportasi udara, darat, dan laut, kini tak lagi perlu menunjukkan bukti tes PCR atau antigen gratis bila telah melakukan vaksin lengkap.

Hal itu diputuskan oleh Presiden RI Joko Widodo (Jokowi) dalam Rapat Terbatas Evaluasi Pemberlakuan Pembatasan Kegiatan Masyarakat (PPKM). Adapun ketentuan ini tertuang dalam Surat Edaran (SE) Satgas Penanganan Covid-19 Nomor 11 Tahun 2022 tentang Ketentuan Perjalanan Orang Dalam Negeri pada Masa Pandemi Covid-19 yang berlaku mulai 8 Maret 2022.

Ahli Epidemiologi Tri Yunis Miko Wahyono justru menilai, bahwa kebijakan penghapusan kewajiban tes PCR atau antigen bagi pelaku perjalanan domestik yang sudah divaksinasi dosis lengkap dinilai kurang tepat. Sebab, saat ini angka kematian pasien Covid-19 masih cukup tinggi. Terutama bagi mereka yang sudah berusia lansia dan memiliki penyakit penyerta atau komorbid.

“Mereka berisiko untuk kena berat dan mungkin mati kan. Kematian sekarang masih tinggi, sebenarnya negara ini memikirkan itu gak? Kata Miko, dikutip dari Liputan6.com.

What's On Fimela
2 dari 2 halaman

Berpotensi Membahayakan Kelompok Rentan

Jika sudah vaksinasi lengkap, pelaku perjalanan domestic dengan moda transportasi udara-laut tak perlu menunjukkan tes antigen atau pcr. (pexels/victor freitas).

Menurut Miko, kebijakan ini juga lebih banyak mengandung efek negatif ketimbang positifnya. Terlebih bagi mereka yang tergolong dalam kelompok rentan.

“Yang meninggal di negara kita masih banyak. Dan itu dilupakan saja begitu,” katanya.

Oleh karena itu, Miko mendesak pemerintah supaya memikirkan kembali kebijakan ini mengingat risiko Covid-19 bagi kelompok rentan dan juga kondisi pandemi terkini.

Dengan pencabutan aturan tes Covid-19 itu, Miko menilai pemerintah seakan mengumumkan peralihan status dari pandemi ke Endemi. Padahal penularan di lapangan masih cukup masif.

“Seharusnya dalam membuat kebijakan pemerintah mikir, jangan ambil kebijakan luas dan dampaknya luas,” katanya.

“Pemerintah harus mencabut status wabahnya terlebih dahulu. Jadi pemerintah tidak bertanggung jawab terhadap penyakit Covid-19 kalau ada orang sakit. Sementara kan belum dicabut bahkan sudah men-declared pada bulan Januari, negara kita dalam keadaan wabah dan anggarannya sudah dialokasikan,” sambungnya.

#women for women