6 Ciri Penipuan Investasi Dibalik Flexing Menurut Ahli

Anisha Saktian Putri diperbarui 09 Mar 2022, 19:30 WIB

Fimela.com, Jakarta Bukan hanya menabung, mengelola keuangan agar menjadi bekal di hari tua juga bisa dengan investasi. Namun selama pandemi berlangsung, masyarakat pun telah melek akan investasi.

Maka tak heran jika transaksi investasi semakin meningkat. Banyak jenis investasi yang bisa digunakan seperti deposito, emas, reksa dana, saham, properti, hingga yang sedang tren crypto.

Namun, sahabat Fimela pun harus banyak belajar invetasi apa yang cocok dengan keadaan uangmu agar tidak merugi bahkan mudah tertipu. Melansir liputan6.com, Guru Besar Fakultas Ekonomi Universitas Indonesia (UI) Rhenald Kasali jangan sampai tertipu investasi berkedok flexing.

Rhenald mengatakan flexing bisa diartikan dengan mereka yang doyan pamer harta sebenarnya bukan orang kaya yang sesungguhnya. Flexing biasanya digunakan untuk alat marketing menggaet investor yang berujung penipuan. Untuk itu, jika ada yang menawarkan keuntungan investasi jangka pandek yang tinggi patut dicurigai. Sebab, investasi bersifat jangka panjang.

Pendiri Rumah Perubahan ini juga memberikan ciri-ciri flexing agar sahabat Fimela tidak tertipu. Melansir liputan6.com, berikut ulasannya.

2 dari 3 halaman

1. Selalu fokus berbicara harta dan uang

Ilustrasi milenial melek investasi. (Shutterstock)

Mereka selalu berbicara tentang harta dan uangnya, dan menyatakan jika bisa mendapatkan uang dengan waktu yang cepat. Padahal, semua hal butuh proses tidak ada yang instan termasuk soal investasi.

"Be careful, tidak ada yang mudah tidak ada yang murah, tidak proses yang begitu cepat. Dan kalau orang bicaranya uang uang, uang, uang di kepalanya dia hanya uang,” ujarnya.

2. Mengajak dengan cara yang terkesan memaksa

Pelaku akan menggunakan cara-cara yang bisa membuatmu percaya agar mau bergabung investasi. Misalnya, menggunakan agama.

3. Tidak punya empati

Biasanya tidak mempunyai empati. Kalau mereka dalam situasi seperti pandemi ini banyak orang yang susah. Tetapi mereka malah pamer harta kekayaan, bahwa gampang dan bisa cepat dapatkan uang.

“Di tengah-tengah seperti kelihatan siapa yang punya empati dan tidak,” ujarnya.

3 dari 3 halaman

4. Bermuka dua

Credit via Shutterstock.com

Biasanya mereka bermuka dua. Misalnya, saat melakukan pemasaran, pelaku akan mengatakan hal-hal yang indah-indah saja, seperti produk yang ditawarkan sangat mudah dipelajari, cepat mendapatkan uang dan sebagainya.

“Mereka manis sekali dan mengatakan kalau saya bisa juga bisa, pasti bisa jadi kayak seperti saya seperti itu yang dijanjikan. Tapi kemudian orang lain rugi mereka tidak berempati tapi mengata-ngatai, mereka ini adalah karakter orang-orang yang kurang bisa dipercaya,” jelasnya.

5. Kerap pakai barang branded yang berlebih

Penampilan mereka menawan dengan menggunakan barang-barang branded untuk menunjukkan bahwa mereka berhasil berkat produk investasi yang dia tawarkan.

“Sehingga fokus orang adalah bukan kepada produk yang ditawarkan pada pakaiannya, pada benda-benda yang dia pakai branded dan menjadikan diri mereka,” katanya.

6. Narsistik

Mereka selalu menunjukan kekagum dengan dirinya sendiri dan kekayaannya. Senang disebut-sebut sebagai orang yang paling kaya.

“Jadi ini adalah dalam flexing yang kita ketahui Jangan mudah tergiur jangan terlalu percaya. memang flexing ini adalah sebuah signal kepada pasar alat marketing, tetapi kita sebagai pembeli harus waspada. Terutama anda yang ingin serba cepat tetapi ketika menyangkut risiko saya kasih tahu kepada anda produk itu ada macam-macam resiko nya tidak sama satu sama lain,” tutup Rhenald.

#women for women