Buah Hatiku Cinta Pertamaku, Tak Kusangka Ada Rasa Sehebat Ini

Endah Wijayanti diperbarui 01 Okt 2024, 11:12 WIB

Fimela.com, Jakarta Apa arti cinta pertama untukmu? Apa pengalaman cinta pertama yang tak terlupakan dalam hidupmu? Masing-masing dari kita punya sudut pandang dan cerita tersendiri terkait cinta pertama, seperti kisah Sahabat Fimela yang diikutsertakan dalam Lomba My First Love: Berbagi Kisah Manis tentang Cinta Pertama berikut ini.

***

Oleh: Yved

Tidak ada kenangan romansa yang bisa kuanggap cinta pertama yang patut dikenang dan punya ruang tersendiri di hati. Cinta pertama yang membuatku tersenyum tiba-tiba hanya dengan mengingatnya. Memberikan efek kupu-kupu dalam perut jika dekat dengannya. Atau adrenaline rush akibat sentuhan kecil yang menyesakkan jantung seketika. Tapi aku ingat bagaimana rasanya jatuh cinta tanpa memandang rupa, fisik, dan materi. Ini bentuk cinta tulus yang justru semakin menguat setelah aku mengenalnya lebih lama.

Awalnya aku mengira kehidupanku akan semakin tidak baik-baik saja ketika dia hadir. Rasanya bukan saat yang tepat karena aku belum siap dan ini benar-benar sosok baru yang akan kukenal. Denial antara terkejut, takut, sukacita, dan rasa tidak percaya bercampur aduk. Ada titik kehidupan sebesar kacang polong yang berdetak di dalam rahimku.

 

 

2 dari 4 halaman

Pengalaman Hamil

Ilustrasi./Credit: pexels.com/Juan

Melihat bayangan membulat di layar USG dengan bunyi detak yang nyaring membuatku bergetar saking tidak percaya. Aku pikir aku terlalu terlambat menikah lalu mempunyai bayi mungil. Nyatanya Allah berbaik hati menitipkan nyawa lewat tubuhku.

Buatku ini sesuatu yang besar, aku merasa takut tidak mampu mengemban tanggung jawab yang besar untuk membesarkan anak manusia lewat hidupku yang carut marut. Ilmuku untuk menjadi seorang ibu masih patut diragukan.

Aku tidak begitu suka anak kecil yang rewel, manja, banyak maunya. Aku sulit membayangkan kehidupanku nanti terjajah tangis bayi yang hanya butuh menyusu, digantikan popok saat buang air, hingga kerepotan lainnya. Ditambah rasa khawatirku kehilangan waktu mengejar karier berganti dengan peran penuh ibu rumah tangga. Aku tidak ingin menukar kehidupanku sekarang demi seorang bayi yang sebenarnya darah dagingku sendiri.

Meskipun banyak pikiran negatif yang berseliweran di benakku, selama kehamilan aku menjalani tanpa banyak kendala. Dia yang bersemayam di balik perutku bisa bekerjasama dengan apik tanpa membebaniku dengan morning sickness yang membuat sebagian perempuan menyerah untuk bed rest sepanjang trimester pertama kehamilan.

Aku justru menjadi ibu hamil yang kuat. Tidak ada drama black out yang biasa aku alami ketika mengalami tekanan darah rendah. Aku mampu berangkat dan pulang dengan menggunakan bus umum. Jalan kaki sekian kilometer dari halte menuju rumah. Mengerjakan pekerjaan rumah dengan baik, tanpa kerepotan membawa bayi dalam kandungan.

Hingga akhirnya dokter kandungan memberikan informasi yang cukup mengejutkan menjelang hari kelahiran. Bayiku mengalami sungsang dan kurang berat badannya. Aku melakukan banyak cara unuk memperbaiki gizi dan posisi bayi.

3 dari 4 halaman

Melahirkan

Ilustrasi./Copyright pexels.com/freestocks

Kali ini rasa bersalahku menguasai perasaanku. Meskipun aku mengikuti perintah dokter, meminum obat dan vitamin darinya tidak membuat kondisi bayiku sesuai standar janin menjelang kelahiran. Rasanya aku kembali berpacu dengan waktu, mengejar ketertinggalan sebelum kelahiran.

Dan benar saja kelahiran spontannya tidak bisa aku usahakan dengan normal. Aku terpaksa masuk di ruang operasi sebelum waktu kelahiran yang diperkirakan. Pandangan mataku menjadi samar sejurus obat anastesi mengaliri pembuluh darah. Aku ingat bau betadine yang menusuk, hingga celoteh para nakes di ruang operasi itu. Badanku bergetar luar biasa ketika ada dorongan di bagian perut lalu berganti tangis bayi menggelegar. Hatiku membuncah, tak sabar melihat parasnya walaupun aku pernah mengintipnya sekali saat USG 3D.

4 dari 4 halaman

Cinta yang Sesungguhnya

Ilustrasi./Copyright unsplash.com/omar lopez

Yang kuingat, air mata ini meleleh tanpa bisa aku bendung ketika perawat menyodorkan bayi merah berbalut handuk di hadapanku.

“Bayinya perempuan, Bu. Sehat, sempurna. Alhamdulillah,” ujarnya membiarkan aku menatapnya beberapa detik sebelum akhirnya membawanya pergi untuk dimandikan.

Aku jatuh cinta pada pandangan pertama. Tak pernah bisa menjauhkan pandangan barang sedetik sejak hari itu. Tatapan matanya yang berbinar saat menyusu sambil menggenggam jemariku seakan menenangkan hati bahwa dia akan baik-baik saja dalam dekapan ibunya, yaitu aku.

Hingga hari ini, tatapan mata itu tidak pernah tergantikan dari seorang gadis kecil berparas cantik menggemaskan yang mampu membuatku berkorban apa pun untuk kebahagiaannya.

Jatuh cinta memang tidak pernah pakai logika, semua terjadi ketika sudah saatnya untuk merasakan cinta sesungguhnya. Bagiku cinta pertamaku adalah anakku.

 

#WomenforWomen