Fimela.com, Jakarta Acara puncak presidensi G20 di Indonesia pada tahun 2022 telah memilih Bali sebagai destinasi puncak forum multilateral 19 negara utama dan Uni Eropa tersebut.
Telah lama dikenal sebagai surga pariwisata, Bali juga menyimpan ragam potensi ekonomi dari sektor Usaha Mikro Kecil dan Menengah (UMKM). Geliat ekonomi Bali itu beriringan dengan kearifan lokal yang masih dijunjung tinggi oleh masyarakatnya.
Selain itu, Bali juga dianggap memenuhi standar Meeting, Incentive, Convention, Exhibition (MICE) serta lolos penilaian panitia G20 multinasional untuk menjadi tuan rumah Konferensi Tingkat Tinggi (KTT) G20.
Forum yang menjadi ajang ‘unjuk gigi’ perekonomian Indonesia itu mendapat dukungan dari PT Bank Rakyat Indonesia (Persero) Tbk. Sebagai Agent of Development, BRI senantiasa mengantar UMKM yang merupakan tulang punggung ekonomi Indonesia untuk terus tumbuh dan naik kelas.
Direktur Kepatuhan BRI yang sekaligus merupakan Direktur Pembina BRI Regional Office Denpasar Achmad Solichin Lutfiyanto mengungkapkan, UMKM Bali memiliki karakteristik khusus karena berhasil membuat kegiatan ekonomi dan kearifan lokal berjalan beriringan.
Maka dari itu, Solichin menyebut dukungan penuh perusahaan terhadap UMKM Bali diibaratkannya dengan pepatah “sekali dayung, dua pulau terlewati.” Pasalnya, dukungan itu dapat berimplikasi pada peningkatan skala bisnis dankesejahteraan pelaku UMKM sekaligus memperluas kearifan lokal Bali agar semakin dikenal oleh masyarakat luas. Keunikan ini juga dapat menjadi daya tarik bagi delegasi G20.
“Kami melihat sektor UMKM di Bali begitu unik, pelaku usaha dapat memberikan value added atas produknya dan tentu saja disertai dengan ragam budayanya yang menarik. Yang kami harapkan adalah dengan peningkatan produktivitas dan pemasaran yang kian luas, produk yang kental akan local wisdom-nya itu bisa semakin dikenali oleh masyarakat domestik dan mancanegara,” ungkap Solichin.
Misi membawa kebudayaan Bali semakin dikagumi khalayak internasional ini dibawa oleh I Wayan Pande Sumantra, pemilik usaha Sinar Pande Rumah Wayang Kamasan.
Mengawali usaha dengan kucuran modal dari BRI senilai Rp3 juta pada 1997, usaha sekaligus cara Sumantra melestarikan budaya ini telah meningkat pesat.Ditopang oleh digitalisasi usaha, Sinar Pande Rumah Wayang Kamasan kini secara konsisten berhasil melakukan ekspansi. Hal ini ditunjukkan dengan keputusan Sumantra menarik KUR senilai Rp50 juta untuk mendongkrak produktivitas.
“Wayang Kamasan sekarang digemari oleh kolektor. Di Bali banyak yang beli untuk ditempatkan di vila atau hotel. Beberapa kali juga kami menerima pesanan dari turis serta terus berusaha melestarikan warisan budaya Bali ini pada generasi selanjutnya,” jelas Sumantra.
G20 jadi ajang promosi UMKM Bali
Melalui perhelatan G20, Sumantra yakin dapat membuat khalayak internasional kepincut dengan produk budaya Bali tersebut. Bahkan, produk dari usaha Sinar Pande Rumah Wayang Kamasan telah dipasarkan hingga ke pasar Asia dan Eropa.
Keinginannya untuk mempermudah masyarakat Hindu di Bali dalam melakukan kegiatan peribadatan serta jiwa wirausaha yang tinggi mendorongnya untuk banting setir dari pegawai swasta menjadi pengusaha.
Pada 2016, dirinya mengawali usaha yang diberi nama Mahaayu Yadnya dengan injeksi modal dari program KUR BRI sebesar Rp25 juta. Pesanan yang membanjir membuat ia merasa perlu kembali menarik modal.Uang kepeng biasanya digunakan untuk upacara adat, menurut Komang ini adalah sumber utama pemesanan kerajinan uang kepeng dan patung-patungnya.
Namun sekarang produknya juga banyak dipakai untuk koleksi dan aksesoris, sehingga berpotensi memperluas pangsa pasar.
Proses pruduksi kerajinan uang kepeng di usaha Mahaayu Yadnya, kabupaten Klungkung, BaliDi tahun ini, I Komang Kembali menerima pembiayaan dari BRI senilai Rp100 juta yang akan digunakan untuk renovasi dan perluasan tempat produksi.
“Upacara adat akan selalu ada, sehingga pesanan kerajinan uang kepeng tidak akan hilang. Sekarang bahkan kerajinan uang kepeng dan patung banyak dibeli untuk aksesoris, misalnya untuk cottage di Ubud saya punya pelanggan,” terang I Komang.
I Komang pun berharap momentum G20 dapat membuka mata wisatawan mancanegara bahwa uang kepeng dan patung tidak hanya dapat menjadi simbol dalam upacara adat. Lebih dari itu, produk itu memiliki nilai estetika, budaya, dan ekonomi yang tinggi.
“Semoga acara-acara internasional seperti ini bisa mengangkat kerajinan khas Bali, melalui pameran misalnya. Sebab peminat hasil kesenian Bali tidak hanya masyarakat lokal,” tutupnya.
#women for women