Fimela.com, Jakarta Apa arti cinta pertama untukmu? Apa pengalaman cinta pertama yang tak terlupakan dalam hidupmu? Masing-masing dari kita punya sudut pandang dan cerita tersendiri terkait cinta pertama, seperti kisah Sahabat Fimela yang diikutsertakan dalam Lomba My First Love: Berbagi Kisah Manis tentang Cinta Pertama berikut ini.
***
Oleh: Kelsi Sawitri
Saya tidak pernah benar-benar tahu siapa cinta pertama saya. Terlalu basi jika saya katakan ayah adalah cinta pertama saya.
Menurut saya, cinta kepada orang tua semestinya dieliminasi sebagai cinta pertama. Ada dua alasan. Pertama, cinta pada orang tua adalah jenis cinta yang berbeda. Kedua, tanpa perlu dideklarasikan, cinta dari orang tua kita dapatkan sejak hari ke-0, bahkan jauh sebelum itu, cinta sejak mula. Rasanya tidak fair jika menyertakannya sebagai cinta pertama.
Seiring bertambahnya usia, datanglah berbagai macam cinta pada saya. Jika cinta tak datang, maka saya yang mendatanginya. Setidaknya saya kira dulu itulah yang namanya cinta. Cinta kepada kakak kelas.
Pengalaman Jatuh Cinta
Saat itu, saya masih kelas tiga SMP, dia kelas 3 SMA. Kami bersekolah di gedung yang sama. Sebagai remaja yang mengira sedang dilanda cinta pertama, pada hari kasih sayang, saya kirimkan cokelat padanya melalui teman sekelas saya. Ternyata, dia bukanlah cinta pertama saya, dan yang saya rasakan saat itu bukanlah cinta.
Ketika SMA, saya kira saya menyukai teman sekelas saya, dan mengira dialah cinta pertama saya. Nyatanya bukan juga.
Saat kuliah, saya bertemu seseorang. Saya pertama kali merasakan berkencan saat bersamanya. Jika dan hanya jika, menonton Perahu Kertas 1, lalu ke toko buku dapat dikatakan sebagai kencan. Namun, bagi saya saat itu, kami berkencan.
Setelahnya, hubungan kami tidak pernah lebih dari beberapa kali chatting, serta saling mengirim ‘kode’ no mention di twitter. Kami bahkan sempat ingin menonton Perahu Kertas 2 lagi bersama.
Saya yang naif mengira perasaan saya berbalas, tetapi keadaan tidak pernah sama lagi. Frekuensi chatting yang hanya beberapa kali menjadi tidak pernah ada. Kami tidak menonton lanjutan Perahu Kertas. Dan dari twitternya, saya tahu dia telah memiliki kekasih. Perasaan saya padanya tetap tinggal dan semakin dalam sejak ‘kepergian’-nya.
Empat tahun kemudian, setelah lama putus dengan kekasihnya, kami pergi berdua sebagai teman. Dia gandeng tangan saya saat berjalan kaki di Bandung, dia kagumi alis saya, dan kami sempat berfoto berdua.
Dia adalah laki-laki pertama yang memegang tangan saya. Enam bulan setelahnya, kami bertemu lagi. Filosofi Kopi Melawai. Di sana, dia akhirnya mengatakan semuanya pada saya. Dia bilang, perasaan saya padanya dulu memang berbalas, namun ia memilih pergi karena kami berbeda keyakinan.
Petang itu, dengan motornya, ia mengantarkan saya sampai halte busway terdekat. Hari itu menjadi pertemuan terakhir kami. Saya kira dialah cinta pertama saya.
Cinta yang Berbeda dan Terasa Sangat Dalam
Hingga akhirnya sebuah cinta yang baru datang lagi. Cinta yang baru dari orang yang telah saya kenal sebelumnya. Teman kuliah saya, satu jurusan. Bersama dia semuanya terasa magis.
Kencan-kencan kami tidak pernah hanya menonton film dan makan berdua. Planetarium, Cikini-Menteng, pameran buku terbesar, ketoprak, KRL Jakarta-Bogor, hingga pengamatan bintang. Saat dia menggenggam tangan saya, rasanya seperti ada aliran listrik di antara kami. Namun setelahnya terasa pas sekali, hangat dan ada sensasi terlindungi.
Dia juga membuat nyata kencan-kencan yang selama ini hanya saya tonton di film-film romantis. Meskipun pada akhirnya menonton di bioskop dan makan berdua juga menjadi agenda rutin kami saat berpacaran, selain bicara banyak hal, dan memperbanyak quality-time.
Bersama satu sama lain, kami tidak perlu terlalu “effort” dan tidak perlu berubah menjadi orang lain. Dia pun begitu. Saya tetap menjadi diri saya yang suka sekali perayaan kecil, seperti ulang tahun, Valentine’s Day, White Day, hingga hari jadi kami berpacaran. Dan dia tetap menjadi dia yang merasa perayaan kecil itu merepotkan. Namun, kami seperti sama-sama menemukan keping puzzle yang tepat. Segalanya terasa pas dan nyata. Terlalu nyata, sampai-sampai banyak hal kami terobos untuk bisa bersama.
Dengannya, cinta menjelma menjadi sesuatu yang lebih besar lagi. Lebih mendalam, lebih dahsyat, bahkan saya tak tahu istilah yang tepat untuk menyebutnya. Kami seperti lirik lagu duet Lady Gaga dan Bradley Cooper, “We’re far from the shallow now.”
Dia memang bukan kencan pertama saya, bukan pegangan tangan pertama saya. Namun, sejak masa dia, cinta-cinta yang sebelumnya menjadi tidak valid. Dan saat ini, jika ditanya siapa cinta pertama saya, dengan lantang saya dapat katakan, saya sudah berhasil menemukannya. Dia adalah suami saya.
#WomenforWomen