Cinta Pertamaku di Dunia Maya, Belum Pernah Jumpa tapi Saling Memahami Perasaan

Endah Wijayanti diperbarui 18 Feb 2022, 11:15 WIB

Fimela.com, Jakarta Apa arti cinta pertama untukmu? Apa pengalaman cinta pertama yang tak terlupakan dalam hidupmu? Masing-masing dari kita punya sudut pandang dan cerita tersendiri terkait cinta pertama, seperti kisah Sahabat Fimela yang diikutsertakan dalam Lomba My First Love: Berbagi Kisah Manis tentang Cinta Pertama berikut ini.

***

Oleh: R

Apa yang ada di pikiranmu saat mendengar kata-kata “jatuh cinta di dunia maya”? Pasti banyak yang langsung skeptis dan mungkin menganggapku gila. Tapi, itulah kenyataannya. Cinta pertamaku ternyata kutemukan di dunia maya.

Berawal dari entri blog-ku di sebuah forum untuk pelajar internasional. Saat itu, aku tengah menyelesaikan tahun akhir kuliahku. Karena website-nya sudah tidak ada lagi, aku lupa persisnya yang kutulis waktu itu. Namun, dia-lah salah satu pengunjung blog yang meninggalkan komentar di guestbook-ku. Panggil saja dia “Tiger”.

Awalnya, aku tidak pernah berniat untuk mencari pacar di dunia maya. Tahu sendiri ‘kan, banyak tipu daya di sana? Bahkan, punya teman jarak jauh pun tidak kepikiran. Dari sekadar iseng-iseng membalas komentarnya dengan ucapan terima kasih, kami pun mulai saling kepo profil masing-masing. Ternyata dia lebih muda lima tahun dariku dan baru memulai kuliah. Kami sama-sama menyukai musik rock, novel horor (terutama karya Stephen King), makan coklat, dan menulis. Karena dia juga musisi indie di negaranya, Tiger suka menulis lirik lagu, sementara aku menulis fiksi dan puisi.

Lama-lama, Tiger meminta alamat emailku dan kuberikan begitu saja. Selanjutnya, kami saling berkirim email, menceritakan diri masing-masing. Saat itu, rasanya persahabatan kami begitu sederhana dan menyenangkan. Kami hanyalah dua anak manusia beda negara, namun saling berbagi minat yang sama.

 

What's On Fimela
2 dari 3 halaman

Jatuh Cinta saat Dia Malah Jatuh Cinta Sama Perempuan Lain

Move on juga butuh keputusan./Copyright pexels.com/@d-ng-nhan-324384

Apakah aku telah begitu bodoh karena memilih mengesampingkan perasaanku dari awal? Apakah aku juga bodoh karena lama-lama tidak bisa berpura-pura lagi bahwa rasa itu mulai ada? Entahlah. Yang kurasakan waktu itu, aku senang mengobrol dengannya. Aku sedang berada di dalam masa-masa sulit dan merasa susah berkomunikasi dengan siapa pun di dunia nyata. Aku merasa hanya dialah satu-satunya orang yang paling memahamiku di dunia.

Celakanya, perasaanku terlambat datang. Saat itu, dia sudah jatuh cinta dengan perempuan lain, di beda negara pula. Bahkan, Tiger sempat menanyakan saranku mengenai hubungan mereka lewat telepon. Saat mendengar suara lembutnya, entah kenapa hati ini berdesir. Namun, karena waktu itu ragu dengan adanya jarak di antara kami, aku malah menyemangatinya untuk mencoba menjajaki hubungannya dengan perempuan itu.

Singkat cerita, selama beberapa tahun sesudahnya, aku berusaha menahan perasaanku sendiri sambil tetap mempertahankan persahabatanku dengan Tiger. Bukan perkara mudah, mengingat dia masih memilih berusaha bertemu perempuan yang ternyata selalu menyakitinya. Beberapa kali kami sempat berselisih, karena aku tidak rela melihatnya disakiti terus-terusan.

Namun, selain itu, kami juga punya saat-saat yang luar biasa sebagai sahabat. Obrolan di telepon lewat tengah malam, diselingi nyanyian. Tiger pernah berusaha menghiburku dengan nyanyian gara-gara orang tuaku bertengkar, meskipun kemudian dia mengaku saat itu bibirnya sedang terluka gara-gara senar gitarnya putus mendadak dan menjepret mukanya.

Banyak, terlalu banyak sekali kenangan, meskipun ironisnya, kami belum pernah benar-benar bertemu. Rasanya seperti punya teman yang tumbuh bersama namun sekaligus terpisah. Dia pernah mengirimiku sejumlah uang lewat Western Union saat aku sedang kesulitan. Tiger bahkan menyebutnya “kado ultah” untukku. Aku menghiburnya saat dia akhirnya putus dari pacarnya. Dia menghiburku saat Papa meninggal.

3 dari 3 halaman

Pada Akhirnya, Aku Harus Menerima Realitas

Ilustrasi move on/copyright shutterstock

Kalau ada yang bertanya perasaanku, aku masih sayang Tiger. Sepertinya, aku akan selalu menyayanginya. Dia salah satu dari sedikit sekali lelaki yang pernah membuatku percaya akan cinta. Dia adalah lelaki yang benar-benar mendengarkanku dan tidak peduli apakah aku gemuk, kurus, (sedang merasa) cantik atau tidak. Dia benar-benar sahabatku.

Aku tahu Tiger juga menyayangiku, tapi tidak sama. Baginya, aku lebih seperti kakak perempuan yang dia inginkan, karena dia tidak terlalu akur dengan kakak perempuannya sendiri. Pada akhirnya, aku memilih memberi beberapa lelaki lain kesempatan. Dia pun sempat menikah dengan perempuan lain selama sepuluh tahun.

Sayang sekali, Tiger bercerai saat pandemi Covid-19. Jujur, aku sedih karena aku tahu betapa bahagianya dia saat memberiku kabar bahwa dia akan menikah dulu. Namun, aku harus menerima realita dan tidak lagi terlalu banyak berharap. Belum tentu kami akan bisa bertemu, terutama karena pembatasan dan protokol kesehatan bagi yang bepergian jauh.

Kadang, persahabatan masih jauh lebih baik daripada tidak sama sekali. Tidak perlu nyinyir bawa-bawa istilah friendzone. Toh, kita tidak ada yang mau ‘kan, bila seseorang berpura-pura membalas perasaan kita hanya karena rasa kasihan?

#WomenforWomen