Jika Merugikan Pekerja, DPR Tegaskan Permenaker tentang JHT Harus Dicabut

Febi Anindya Kirana diperbarui 15 Feb 2022, 13:45 WIB

Fimela.com, Jakarta Baru-baru ini Permenaker tentang JHT yang baru boleh diambil di usia 56 tahun menghadapi banyak pro kontra, terutama karena aturan itu cenderung dianggap merugikan para pekerja. Seperti yang diketahui, Jaminan Hari Tua (JHT) sebelumnya tidak memiliki aturan batsan usia untuk diambil, tapi karena tiba-tiba muncul dengan aturan baru, banyak pihak merasa hal ini perlu dibicarakan secara serius.

Dalam hal ini, dilansir dari Liputan6.com, anggota Komisi IX DPR RI Saleh Partaonan Daulay mengaku bahwa selama rapat dengan Kementerian Tenaga Kerja dan BPJS Ketenagakerjaan, tidak sama sekali membicarakan perubahan tentang Jaminan Hari Tua (JHT), yang kini dituangkan dalam Permenaker Nomor 2 tahun 2022.

Ia menjelaskan bahwa semestinya rencana terkait penetapan kebijakan tersebut ditunjukkan terlebih dahulu ke DPR. Mulai dari payung hukumnya, manfaatnya bagi pekerja, sampai pada keberlangsungan program JHT ke depan, semua perlu dijelaskan.

What's On Fimela
2 dari 2 halaman

Permenaker terkait JHT masih perlu dibicarakan

copyright by Ahmad Saifulloh/Shutterstock

Saleh merasa masalah Permenaker tersebut masih sangat layak untuk didiskusikan lagi secara publik dengan maksud mendapatkan masukan dari masyarakat, terutama dari kalangan pekerja. Jika ternyata Permenaker Nomor 2 Tahun 2022 ini hanya akan merugikan para pekerja, maka DPR mendorong untuk mencabut kebijakan tersebut.

Perubahan ini diduga muncul karena adanya Jaminan Kehilangan Pekerjaan (JKP) yang membuat double klaim. Namun masalahnya yang JKP berada di bawah payung hukum UU Ciptaker, yang menjadi pertanyaan Saleh adalah apakah hal itu sudah bisa diberlakukan? Bukankah Permenaker ini dikeluarkan setelah putusan MK yang menyatakan UU Ciptaker inkonstitusional bersyarat?

"Kalaupun misalnya JKP sudah boleh diberlakukan, lalu mengapa JHT harus 56 tahun? Apa tidak boleh misalnya diambil berdasarkan situasi dan kondisi pekerja? Katakanlah, misalnya, karena kondisi pekerja yang sangat sulit, lalu dibolehkan dapat JKP dan JHT? Atau banyak opsi lain yang dimungkinkan," ungkapnya.

Di sisi lain Anggota Komisi IX DPR Fraksi PPP Anas Thahir juga mengkritisi Permenaker Nomor 2 tahun 2022 tentang Tata Cara dan Persyaratan Pembayaran Manfaat Jaminan Hari Tua (JHT).

Dia menilai, Permenaker Nomor 2 tahun 2022 tidak masuk akal, apalagi disebutkan bahwa JHT baru bisa dicairkan saat pekerja berusia 56 tahun. Menurutnya, untuk menghadirkan kesejahteraan masyarakat tidak harus menunggu hari tua. Permenaker ini justru berdampak buruk terhadap kondisi kehidupan para pekerja Indonesia yang saat ini sedang menghadapi situasi sulit akibat pandemi Covid.

Masalah tentang JHT ini tentu masih menjadi perdebatan hangat saat ini. Kita ikuti saja bagaimana perkembangan masalah JHT ini bisa diatasi ya sahabat Fimela, dan semoga pada akhirnya Permenaker terkait JHT bisa memberi lebih banyak keuntungan bagi pekerja.

#Women for Women

Tag Terkait