Fimela.com, Jakarta Beberapa waktu terakhir ini kamu pasti sering mendengar tentang metaverse. Namun, apakah kamu tahu apa itu metaverse sebenarnya, Sahabat FIMELA?
Sederhananya, metaverse adalah dunia realitas virtual di mana penggunanya bisa berinteraksi, bermain game, dan mengalami hal-hal seperti yang mereka lakukan di dunia nyata. Metaverse menggunakan teknologi AR dan VR, sehingga penggunanya bisa masuk ke dunia ini, berinteraksi dengan objek, dan orang lain dalam bentuk visual yang diproyeksikan di depan mereka.
Sedang marak dibicarakan soal metaverse, Nina Jane Patel, seorang perempuan asal Inggris mengunggah pengalamannya di blog, saat ia mengalami hal tidak mengenakan di game Horizon Worlds yang dikembangkan oleh Meta atau dikenal dengan nama Facebook sebelumnya. Nina menceritakan bagaimana ia menyaksikan avatarnya diserang secara seksual oleh beberapa avatar pria, yang mengambil foto, dan mengirim komentar seperti "jangan berpura-pura tidak menyukainya."
What's On Fimela
powered by
Pelecehan seksual di metaverse
"Dalam waktu 60 detik setelah bergabung, saya dilecehkan secara verbal dan seksual oleh 3 sampai 4 avatar laki-laki, dengan suara laki-laki. Avatar saya diperkosa oleh geng," cerita Nina yang dikutip dari USA Today.
Nina Jane Patel adalah wakil presiden Metaverse Research untuk Kabuni Ventures, sebuah perusahaan teknologi imersif. Meta merilis Horizon Worlds untuk semua orang berusia 18 tahun ke atas di Amerika Serikat dan Kanada, setelah uji coba beta khusus tahun lalu.
Horizon Worlds menampilkan ribuan dunia virtual yang dibuat oleh kreator dan bisa diunduh secara gratis untuk semua pengguna, tapi Meta berencana memonetisasi game dengan memfasilitasi e-commerce dan periklanan. Setelah unggahan tentang insiden tersebut ramai dibicarakan, Nina bercerita bahwa dirinya justru mendapati komentar yang menyebutnya hanya mencari perhatian dan mendesaknya untuk tidak memilih avatar perempuan lain kali.
Pelecehan seksual di metaverse
Sebagai tanggapan, Nina mengutip sebuah studi di tahun 2009 yang diterbitkan dalam jurnal Communication Research tentang "Efek Proteus." Studi ini meneliti orang berdasarkan perilaku sosial mereka dan daya tarik avatar mereka, secara online dan offline.
Para pemain yang diberi avatar lebih tinggi dan lebih menarik cenderung tampil lebih baik dalam permainan dan bernegosiasi lebih agresif secara langsung, sesudahnya. Tapi hubungan antara video game kekerasan dan perilaku kekerasan di luar layar masih dipertanyakan.
The American Psychological Association merilis pernyataan yang mengatakan tidak ada bukti cukup dari hubungan sebab akibat. Nina sendiri mengakui bahwa perlakuan tidak menyenangkan yang dialami avatarnya sangat mengejutkan dan membuatnya sakit hati.