Fimela.com, Jakarta Kita semua pasti pernah merasakan perasaan tak nyaman seperti rendah diri, sedih, kecewa, gelisah, dan tidak tenang dalam hidup. Kehilangan rasa percaya diri hingga kehilangan harapan hidup memang sangat menyakitkan. Meskipun begitu, selalu ada cara untuk kembali kuat menjalani hidup dan lebih menyayangi diri sendiri dengan utuh. Seperti kisah Sahabat Fimela yang diikutsertakan dalam Lomba Bye Insecurities Berbagi Cerita untuk Lebih Mencintai dan Menerima Diri Sendiri ini.
***
Oleh: Arizka Zidha Aulia
Menjadi seorang gadis yang mulai beranjak dewasa bukanlah suatu hal yang mudah. Di dalamnya, terdapat proses yang begitu hebat untuk dilalui, mulai dari mempertanyakan tujuan hidup, sibuk membandingkan pencapaian diri kita dengan orang lain, hingga mulai memikirkan cara untuk mencapai impian yang mungkin telah kita rencanakan sebelumnya.
Itu adalah aku sekitar dua tahun lalu, tepat di usiaku yang menginjak 17 tahun. Jangankan memikirkan tujuan hidup, impian dan cita-cita saja aku tidak punya. Namun, tak dapat aku pungkiri jika aku iri.
Membanding-bandingkan Diri dengan Orang Lain
Hatiku kerap bergetar ketika mendengar pegumuman murid berprestasi di sekolah, terlebih melihat wajah teman-temanku yang menghiasi banner-banner di depan sekolah dengan tangan memegang medali atau piala dengan senyum yang begitu merekah.
Saat itulah, aku mulai membandingkan diriku dengan teman-temanku lainnya. Ada di antara mereka mungkin memiliki nilai yang lebih tinggi dariku, ada juga yang memiliki prestasi yang membuat mereka dibanggakan, atau mereka aktif memiliki organisasi dan teman yang lebih banyak dariku. Dan aku tidak memiliki semua itu.
Perasaan membandingkan diri sendiri dengan orang lain membuatku terpuruk, aku merasa insecure dan begitu down hingga berimbas pada kesehatan mentalku. Aku menjadi lebih sering sakit, murung, menangis hingga putus asa.
Aku benar-benar tidak tahu harus berbuat apa. Namun satu hal yang aku ingat dari kejadian tersebut yang membuatku benar-benar bangkit, yakni ucapan ibu kepadaku. Dalam kondisiku dengan pikiran yang tengah kalut, ibu pernah mengucapkan kalimat yang benar-benar menamparku, "Jika teman-temanmu bisa, maka kamu juga bisa. Bedanya kalian bisa dan hebat dengan versinya masing-masing."
Kala itu barulah aku tersadar, Ibu benar. Seiri dan seberusaha apa pun aku untuk menjadi seperti orang lain, aku tidak akan bisa. Aku mulai meyakini jika Tuhan telah mengirimkan kelebihan dan kekurangan pada setiap manusia. Saat itulah aku mulai bangkit dan berusaha mencari kelebihanku.
Menikmati Setiap Proses
Aku mulai aktif berorganisasi, mencari pekerjaan freelance, dan mengembangkan hobiku yakni menulis. Semua tidak semudah yang kukira. Gagal, gagal, dan gagal adalah makanan keseharianku. Kegagalan ibarat pil pahit yang harus kutelan setiap hari dalam prosesku. Namun, gagal bukanlah alasan agar aku kembali jatuh.
Satu hal yang aku pelajari dalam kegagalanku, yaitu mempercayai jika proses itu ada. Mungkin prestasi dan pencapaian temanku adalah keberhasilan setelah mengalami kegagalan berulangkali. Aku hanya melihat hasil akhir mereka, namun aku menutup mata untuk proses yang mereka lalui. Mungkin dalam senyuman, kebahagiaan dan pencapaian yang kita lihat hari ini dari orang lain, tanpa kita sadari terdapat pengorbanan yang telah mereka gadaikan untuk hari ini.
Aku menjadi mengerti mengapa aku tak perlu lagi membandingkan diriku dengan orang lain. Layaknya dua buah bunga di tangkai yang sama, mereka tak harus mekar di waktu yang sama. Dua tahun berlalu, usiaku sekarang menginjak 19 tahun. Perlahan namun pasti, aku mulai 'menuai' dari 2 tahun prosesku.
Dulu mungkin aku gagal melamar freelance, namun sekarang aku dapat merasakan bekerja di salah satu media terbesar di Indonesia. Dulu aku susah mencari pekerjaan, tapi sekarang mendapatkan tawaran pekerjaan dimana-mana. Dulu mungkin aku tidak diterima mendaftar organisasi, namun sekarang aku malah menjadi panitia event berskala internasional.
Tidak ada kata terlambat untuk memulai, dan tidak ada kata berbangga terlalu dini. Aku akan tetap belajar, aku akan menantang kegagalan sebab prosesku belum usai. Entah puluhan atau ratusan kegagalan lain yang akan mengujiku, aku tidak takut. Sebab gagal adalah teman terbaik untuk membuatku menjadi versi yang lebih baik saat aku menemukan keberhasilan nantinya.
#WomenforWomen