Fimela.com, Jakarta Musisi Iwa Kusuma mendapat kesempatan berharga untuk bertemu dan berbincang dengan pelaku teror. Ia mengaku senang kedatangannya untuk berinteraksi disambut hangat oleh mereka yang kini berstatus sebagai narapidana.
Hal itu dilakukan Iwa K dalam rangka melakukan riset untuk perannya di film karya Rudi Soedjarwo berjudul Sayap Sayap Patah. Di situ, pria 51 tahun itu berperan sebagai Leong, seorang pemimpin gembong teroris di dalam sebuah tahanan.
"Gua melihat mereka manusia juga. Ketika gua niatin dan berangkat dari rumah, gua ketemu manusia juga kok. Mereka sama kayak gua, mungkin cita-citanya berbeda sama gua. Tetapi intinya gua cari titik temunya, kita manusia. Biar cocok ya harus cari titik temu, ya kita manusia. Karena sudah ada titik temu ya gua nyaman," ungkap Iwa K saat ditemui di kawasan Darmawangsa, Jakarta Selatan, belum lama ini.
Buka Obrolan
Iwa K mengaku mendapat sambutan positif ketika dirinya bercerita tentang latar belakang kedatangannya. Obrolan pun menurutnya langsung mengalir dengan mudah tanpa perlu effort lebih untuk mengorek sisi-sisi yang harus ia kulik untuk pendalaman perannya tersebut.
"Gua langsung to the point. Gua langsung tembak, 'sorry nih gua langsung serius. Gua pengin tau titik bimbang lu dimana sih?. Karena gua yakin setiap manusia punya titik persimpangan. Gua pengin tau apa yang lu pikirin dan lakuin ketika ada di titik bimbang'. Ketika dia mikir, keluar lah ekspresinya," paparnya.
Bisa Memilah
Dari obrolan yang terjadi, Iwa K pun mendapat kesimpulan. Menurutnya, pelaku teror hanya salah dalam mengambil tindakan atas alasan yang dianggapnya benar. Namun disisi lain, ia melihat mereka tetap manusia yang merasa tindakannya melakukan aksi teror adalah hal yang dibenarkan, meski sebenarnya merugikan banyak orang.
"Alhamdulillah gua bisa memilah tindakannya, bukan manusianya. Gua nggak merasa apa-apa, gua sampai sekarang masih membenci tindakan itu (aksi terorisme). Ketika gua benci suatu tindakan, nggak perlu gua membenci manusia-manusianya," kata Iwa K.
"Sebenarnya kita sebagai manusia tentu ada rasa marah, sebal, berontak, ada. Berbedanya rasa marah dituangkan dalam satu gerakan yang konsisten dan panjang, itu bukan gua. Itu yang gua pelajari, apa yang bikin mereka konsisten dan kekeuh merasa benar dibanding yang lain, itu aja sih," pungkasnya.