Fimela.com, Jakarta Kita semua pasti pernah merasakan perasaan tak nyaman seperti rendah diri, sedih, kecewa, gelisah, dan tidak tenang dalam hidup. Kehilangan rasa percaya diri hingga kehilangan harapan hidup memang sangat menyakitkan. Meskipun begitu, selalu ada cara untuk kembali kuat menjalani hidup dan lebih menyayangi diri sendiri dengan utuh. Seperti kisah Sahabat Fimela yang diikutsertakan dalam Lomba Bye Insecurities Berbagi Cerita untuk Lebih Mencintai dan Menerima Diri Sendiri ini.
***
Oleh: RKW
Terlahir menjadi penyandang disabilitas bukanlah impian setiap orang—begitupun denganku. Sebagai perempuan pada umumnya, lahir dengan segala kesempurnaan adalah bagian hidup yang paling aku inginkan. Bisa melakukan apa pun sendiri tanpa merepotkan orang lain adalah impian yang ingin sekali aku wujudkan hingga detik ini.
Perkenalkan! Aku adalah perempuan yang berusia 40 tahunan. Allah memberiku keistimewaan dengan menjadikanku perempuan disabilitas. Aku memiliki anggota tubuh yang lengkap, hanya saja, kedua kakiku tidak cukup kuat untuk menopang tubuhku yang berat.
Sejak lahir, aku telah mengalami kondisi ini. Otot-otot kakiku semakin hari semakin melemah. Hingga saat ini, aku tidak bisa berjalan seperti perempuan pada umumnya.
Setiap hari, aku menghabiskan hari-hariku dengan duduk di atas kursi roda. Segala hal aku lakukan di atas kursi jalanku ini. Bagiku, kursi roda adalah kaki-kaki yang selalu menemaniku setiap saat. Mulai dari makan, bersih-bersih rumah, mencuci, hingga mengajar ngaji pun selalu aku lakukan di atas kursi roda. Alhamdulillah, aku bisa melakukan segalanya secara mandiri.
Satu hal yang tidak bisa aku lakukan sendiri adalah turun ke tempat tidur dan naik lagi ke kursi rodaku. Untuk dua hal ini, tentu aku masih membutuhkan orang lain untuk membantu.
Banyak orang yang bertanya bagaimana menjadi diriku?
Mensyukuri Semua yang Ada
Sebagai manusia yang normal, tentu ini adalah pukulan berat. Bagaimana tidak? Di saat banyak wanita sekarang berlomba-lomba memiliki body goals, aku hanya duduk di atas kursi rodaku. Jangankan bermimpi punya body goals, melakukan aktivitas yang sedikit sulit saja aku masih harus butuh bantuan.
Selain itu, di usiaku mulai menginjak 30 tahunan, banyak orang yang menanyakan kapan aku menikah. Perspektif masyarakat kita, waktu untuk menikah selalu dipatok dengan takaran “usia” bukan tingkat “kedewasaan” seseorang. Mendengar banyak pertanyaan seperti ini di telinga, tentu hatiku terkadang merasa sedih. Ingin rasanya bilang, “Tidak perlu mengurusi hidup orang lain!"
Rasa insecure pada diri sendiri kerap kali menghantui. Lelaki mana yang mau meminangku? Kebanyakan lelaki di luar sana pasti menginginkan wanita yang sempurna, yang bisa melayani dengan seluruh kemampuan yang dimilikinya. Lalu, bagaimana denganku? Suamiku yang justru harus banyak melayaniku nantinya.
Terkadang, aku berbisik pada Allah tentang ketidakadilan ini. Mengapa harus aku? Salah apa aku?
Alhamdulillah aku bersyukur, di saat sedang terpuruk, aku memiliki banyak keluarga dan teman-teman sesama penyandang disabilitas yang saling membantu dan memberikan support satu sama lain.
Aku sering kali mengikuti kegiatan-kegiatan perkumpulan para penyandang disabilitas. Di sana, aku semakin merasa terbuka bahwa bukan aku orang yang paling menderita. Masih banyak hal-hal yang perlu untuk aku syukuri ketimbang mengeluhkan keadaanku ini.
Bersama dengan teman-teman difabel, aku membuka UMKM. Aku menjual bawang goreng dan telur asin. Alhamdulillah, banyak warga yang berminat. Hitung-hitung membantu sesama teman difabel mendapatkan lapangan pekerjaan.
Rasa insecure itu wajar dan hampir ada di dalam diri setiap manusia. Tinggal bagaimana kita bisa mengolahnya menjadi sesuatu yang bisa kita jadikan kelebihan diri.
Menikah dan Punya Anak
Sesekali aku marah pada Allah, setelahnya aku sadar bahwa aku adalah wanita pilihan-Nya. Aku begitu istimewa. Jadi, aku harus bersyukur dengan caraku sendiri tanpa harus mendengarkan statement dari orang lain.
Pada saat usiaku menginjak 35 tahun, Allah menghadiahkan sesuatu yang begitu indah untukku. Seorang lelaki datang ke rumah untuk meminangku. Temanku sesama difabel yang mengenalkannya. MasyaAllah, dia begitu sempurna. Tidak ada sedikit pun tanda-tanda dia seorang penyandang disabilitas. Begitu istimewa!
Setelah menikah, aku dikaruniai seorang anak perempuan yang begitu cantik. Aku merasakan betapa beratnya mengandung kala itu. Perut besar, tapi harus selalu dalam keadaan duduk.
MasyaAllah, begitu luar biasanya menjadi ibu saat mengandung. Namun, rasa sakit dan Lelah itu terbayarkan di saat aku melihat putriku lahir dengan keadaan normal. Dia memiliki fisik yang sempurna. Bagiku, keluarga kecilku adalah anugerah terbesar yang pernah aku miliki.
Dear Myself,
I know you’re strong!
Kamu hebat! Di tengah segala keterbatasan yang kamu punya, kamu berhasil mendidik putri kecilmu menjadi gadis yang sekarang sedang menghafal Al-qur’an. Di tengah rasa insecure itu, kamu berhasil mengalahkan egomu sendiri. Kamu berhasil membuktikan, bahwa kamu luar biasa!
Teruslah berjuang bersama keluarga kecilmu, bersama sesurgaNya!
#WomenforWomen