Fimela.com, Jakarta Kita semua pasti pernah merasakan perasaan tak nyaman seperti rendah diri, sedih, kecewa, gelisah, dan tidak tenang dalam hidup. Kehilangan rasa percaya diri hingga kehilangan harapan hidup memang sangat menyakitkan. Meskipun begitu, selalu ada cara untuk kembali kuat menjalani hidup dan lebih menyayangi diri sendiri dengan utuh. Seperti kisah Sahabat Fimela yang diikutsertakan dalam Lomba Bye Insecurities Berbagi Cerita untuk Lebih Mencintai dan Menerima Diri Sendiri ini.
***
Oleh: Linggar Pradiptasari, SH, M. Kn
Melepas karier pribadi, menyingkirkan egois diri, demi keluarga kecil ini bukanlah hal yang mudah untuk dijalani. Seakan dipaksa untuk memerankan sebuah sosok "bunda tercinta" dalam sebuah keluarga. Menerapkan sebuah rutinitas sehari-hari di kantor masa lalu, manajemen waktu, hingga melengkapi produk keluarga yang terbaik, meliputi sandang, pangan, papan, serta pemenuhan hiburan untuk membunuh waktu jenuh.
Segala ketidaksempurnaan fisik ini yang berubah setelah melahirkan, terbuangnya waktu "me time" yang harus kubiasakan, belum lagi jadwal ke ahlinya untuk pemenuhan terawatnya jiwa ini pun juga tersingkir perlahan. Saat diriku memegang handphone, saat itulah jalan ninjaku melihat duniaku kembali, jiwa lelahku terbayar di sini.
Aku terlalu malas untik melihat cucian kotor yang menunggu untuk diharumkan kembali, terlalu enggan membereskan keperluan sarapan anakku di pagi hari, kemudian? terlalu pesimis apabila kepala keluargaku tak kunjung tiba di rumah saat rindu datang pada kami.
Aku yang dulu optimis, seakan harus percaya dengan adanya ungkapan "rumput tetangga lebih hijau" itu mungkin ada benarnya. Saat mataku melihat arah kanan yang mempunyai kemewahan pangan, melihat kiri pun mempunyai perhiasan emas yang membuatku iri.
Rasa cemas yang timbul akan masa depan, rasa bingung ingin melangkah atau tidak karena sudah lelah hati apabila nanti mendapatkan kegagalan, hingga cemburu menguras kantong hanya untuk gengsi kemewahan.
Menjadi Ibu Rumah Tangga dengan Upaya Terbaikku
Hampir setiap hari, aku merasakan "jetlag", misalnya sedang memasak di rumah tapi pikiran ku travelling ingin memilih baju di butik, menikmati film terbaru di bioskop, hingga menikmati makanan kekinian di restoran. Apa hanya aku ya yang merasakan seperti ini? Sepertinya tidak, mungkin ada yang lebih membosankan hidupnya tapi mereka lebih pandai bersyukur daripada aku.
Apa hanya aku yang merasakan seperti ini? Sepertinya tidak, mungkin ada yang lebih nestapa hidupnya, tapi lebih pandai menyembunyikan perasaannya. Sekali lagi aku bertanya pada diriku sendiri, apa hanya aku yang merasakan seperti ini? Sekali lagi aku pun menjawab dalam hati, sepertinya tidak, mungkin ada yang lebih sedikit keuangannya tapi memilih rajin bekerja agar tabungannya pun gendut adanya.
Sekiranya menjadi seorang wanita harus dituntut kuat hati untuk menjalani takdir ini, praktis berfikir agar membuahkan solusi, dan rutin dalam berdoa dan belajar sebagai ibu serta istri yang baik hati. Sekiranya, belajar ikhlas setiap harinya harus selalu dilakukan, belajar hemat selalu dipraktekkan, mungkin?
Belajar cuek terhadap tanggapan miring orang lain boleh juga? Demi aku yang bahagia, keluargaku sejahtera.
Inilah sepenggal keluh kesahku, aku yang tidak sempurna, aku yang banyak mau, dan aku yang salah melulu. Setelah ini, aku melirik sempurnanya bayiku yang tertidur pulas di malam hari, sempurnanya kepala rumah tangga ku yang ikhlas dalam mencari pundi-pundi rupiah untuk biaya ini itu kami, hingga sempurnanya rumah sederhana yang kususun rapi.
Inilah aku yang selalu merasa tidak sempurna, yang harus melawan ketidaksempurnaan itu demi keluarga kecilku. Sedikit pantun menghibur diriku, boleh, kawan?
1345, aku seperti deretan angka itu ya? Tidak ada dua-nya.
Kita sebagai perempuan memang diciptakan istimewa, kawan! Tidak ada duanya. Semoga kita selalu mau belajar, bersyukur, dan rajin bekerja untuk mendapatkan hasil terbaik.
#WomenforWomen