Fimela.com, Jakarta Dalam rangka memperingati Hari Lingkungan Indonesia dan menjelang Hari Peduli Sampah Nasional, PT Wasteforchange Alam Indonesia (Waste4Change) menyelenggarakan Webinar Pentingnya Pengelolaan Sampah di Destinasi Wisata untuk Mendukung Penerapan Sustainable Tourism di Indonesia, Kamis (20/1).
Webinar ini diadakan sebagai upaya meningkatkan kesadaran masyarakat mengenai bagaimana pentingnya keterlibatan semua pihak untuk menjaga kelestarian lingkungan di destinasi wisata. Webinar dihadiri oleh Koordinator Pengembangan Kawasan Pariwisata Kementerian Pariwisata dan Ekonomi Kreatif RI, M. Tidar Hetsaputra, Ketua Umum Asosiasi Pelaku Pariwisata Indonesia (ASPPI), Agus Pahlevi, M.Par., Founder Bumi Journey, Jessica Novia, Puteri Indonesia Lingkungan 2020, Putu Ayu Saraswati, dan Senior Campaign Executive Waste4Change, Tantin Yasmine. Data hasil survei dari Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan RI bekerjasama dengan komunitas mahasiswa pecinta alam pada 2016 di 8 destinasi wisata Taman Nasional di Indonesia menunjukkan, terdapat 453 ton sampah yang dihasilkan oleh 150.688 orang pengunjung setiap tahunnya. Sebanyak 53%merupakan sampah plastik yang sulit terurai.
Selain itu, pada 2018, Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) mencatat penemuan sampah laut di 18 lokasi di seluruh Indonesia yang berjumlah 0,27 - 0,59 juta ton per tahun. Survei dan data di atas menggambarkan permasalahan sampah yang perlu ditangani bersama untuk mempertahankan keberlangsungan destinasi wisata. Mengingat pariwisata merupakan sektor prioritas pendorong kemajuan ekonomi nasional yang siap bangkit pasca pandemi COVID-19.
What's On Fimela
powered by
Kebangkitan pariwisata pasca pandemi
Kebangkitan sektor pariwisata pasca pandemi diharapkan dapat menjadi momen yang tepat untuk mendorong penerapan konsep sustainable tourism atau pariwisata berkelanjutan. Konsep ini diangkat sebagai solusi menyelaraskan aspek ekonomi, sosial budaya, dan kelestarian lingkungan di destinasi wisata, termasuk didalamnya aspek pengelolaan sampah yang bertanggung jawab.
Mengomentari kondisi area wisata di Indonesia selama pandemi, Koordinator Pengembangan Pariwisata Berkelanjutan Kemenparekraf RI, M. Tidar Hetsaputra mengungkapkan, "Sampah itu gak peduli ada COVID atau enggak, sampah akan tetap datang. Contohnya sebelum COVID, Kuta Bali termasuk yang pariwisatanya tinggi. Selama COVID, jadi drop. Tapi sampahnya tetap ada.
Di Februari saja sampahnya bisa berton-ton di pantai. Dan itu bukan dibawa oleh wisatawan, tapi siklus angin barat. " Kemenparekraf RI sudah meresmikan UU No. 10 Tahun 2009 untuk menjaga keberlanjutan dan kebersihan area wisata di Indonesia. Permenparekraf No. 9 tahun 2021 yang mengatur perihal Pedoman Pengembangan Pariwisata Berkelanjutan juga menjadi landasan implementasi program-program Kemenparekraf lainnya, salah satunya inisiasi Pengelolaan Sampah Plastik di Destinasi Wisata Bahari 2021.
"Biasanya di destinasi wisata itu pasti akses jalan bagus, internet baik dan lancar, fasilitas umum lebih lengkap. Masyarakat indonesia sangat welcome dan sangat mudah dalam mengadaptasi industri pariwisata saat mereka merasakan dampak langsung dan tidak langsung yang baik,” jelas Agus Pahlevi, M. Par., Ketua Umum Asosiasi Pelaku Pariwisata Seluruh Indonesia (APPSI).
Membangun infrastruktur pengolahan sampah
Agus Pahlevi juga membahas perihal kepuasan wisatawan yang dapat dicapai dari 3 hal yaitu aksesibilitas yang baik, amenitas yang baik, dan atraksi yang baik. Semua hal tersebut harus didukung dengan pengelolaan sampah yang bertanggung jawab. Dari perspektif figur publik yang memiliki kepedulian terhadap permasalahan lingkungan serta menjalankan berbagai program edukasi untuk meningkatkan kesadaran masyarakat terhadap pentingnya upaya pelestarian lingkungan, Puteri Indonesia Lingkungan 2020, Putu Ayu Saraswati mengatakan, "Dari apa yang bisa aku observasi dan baca, konsep tourism kan leisure, ya. Jadi mungkin mereka lebih banyak belanja, dan lebih banyak menggunakan bungkus makanan yang kemudian dibuang seenaknya.
The more crowded that place is, semakin banyak tumpukan sampah di sana." Telah jelas bahwa kepopuleran area wisata berbanding lurus dengan produksi sampah. Banyaknya sampah ini menimbulkan dampak jangka panjang lainnya yang harus diwaspadai, yaitu emisi karbon. "Industri pariwisata berkontribusi sebanyak 8% ke emisi global. Porsi terbesarnya adalah transportasi (di area wisata) sebanyak 49%. Setelah itu sampah yang dihasilkan dari goods, food & beverage, dan agriculture (di area wisata),” ungkap Founder Bumi Journey, Jessica Novia. Jessica mengingatkan bahwa tingginya emisi karbon yang diakibatkan industri wisata tidak hanya berdampak pada pemanasan global, namun juga dapat menghancurkan industri pariwisata itu sendiri. “Contohnya fenomena coral bleaching yang diakibatkan suhu dan kadar keasaman air laut yang naik.
Saat coral mati, potensi pariwisata pun menurun dan jumlah wisatawan juga akan berkurang.” Sebagai pelopor penyedia solusi pengelolaan sampah yang bertanggung jawab di Indonesia, Waste4Change pun berkomitmen terus mendorong penerapan sustainable tourism di Indonesia melalui pengelolaan sampah di destinasi wisata. “Saat ini Waste4Change sedang melakukan pendampingan community development dengan salah satu desa wisata di Yogyakarta, Desa Pentingsari. Kami berusaha untuk mendukung dan melibatkan masyarakat lokal dalam menciptakan sistem pengelolaan sampah yang bertanggung jawab di area mereka.” ujar Tantin Yasmine, Senior Campaign Executive Waste4Change. Waste4Change juga tengah bekerja sama dengan Ecoranger dari Greeneration Foundation Indonesia untuk memastikan laut di wilayah Pantai Pulau Merah Banyuwangi bersih dari sampah.
Kerja sama serupa lainnya pernah dilakukan untuk membangun infrastruktur pengelolaan sampah di Gili Trawangan, Lombok Timur. Penanganan isu persampahan di destinasi wisata menjadi tanggung jawab bersama. Kolaborasi pemerintah, pelaku pariwisata, pengelola persampahan, wisatawan, dan masyarakat lokal perlu terus digalakkan untuk mengendalikan pemulihan industri pariwisata pasca pandemi agar tetap bersih dari sampah dan minim emisi global.
#Women for Women