Menjadi Ibu Tunggal untuk Putriku, Kujalani dengan Ikhlas tanpa Rasa Insecure

Endah Wijayanti diperbarui 19 Jan 2022, 11:13 WIB

Fimela.com, Jakarta Kita semua pasti pernah merasakan perasaan tak nyaman seperti rendah diri, sedih, kecewa, gelisah, dan tidak tenang dalam hidup. Kehilangan rasa percaya diri hingga kehilangan harapan hidup memang sangat menyakitkan. Meskipun begitu, selalu ada cara untuk kembali kuat menjalani hidup dan lebih menyayangi diri sendiri dengan utuh. Seperti kisah Sahabat Fimela yang diikutsertakan dalam Lomba Bye Insecurities Berbagi Cerita untuk Lebih Mencintai dan Menerima Diri Sendiri ini.

***

Oleh: Rhey Kanakava 

Ada saatnya menengok ke belakang pada hari ini dan bersyukur ini sesuatu yang aku lantunkan dalam doa. Selalu mempunyai banyak waktu dan keleluasaan mendampingi anak hingga dia sebesar saat ini. Menatapnya penuh haru sejak disodorkan dokter sesaat operasi caesar hingga akhirnya hampir menyusul tinggi ibunya, kurang lebih aku usahakan sendiri dengan daya upaya yang bisa aku lakukan di kehidupan kami yang tidak lengkap.

Tapi privillege itu juga yang membuatku terkadang menjadi insecure jika bertemu teman seangkatan yang masih tetap berkarir dan berkembang di dunia kerja. Mereka rata-rata sudah mencapai posisi tertinggi dalam struktur manajemen perusahaan atau minimal punya pencapaian secara finansial yang mapan dibandingkan aku yang hanya seorang ibu yang mengerjakan apa saja dari rumah.

 

What's On Fimela
2 dari 3 halaman

Memutuskan Kembali Bekerja

Ilustrasi./Copyright shutterstock.com

Pada akhirnya apa pun pekerjaan yang halal akan aku kerjakan sejalan dengan kewajibanku menjaga buah hati. Karena hanya dialah tujuan utamaku bekerja, untuk memberikan kehidupan yang layak, cukup, dan membuatnya tidak perlu merasa insecure seperti yang ibunya alami dulu. 

Hingga tiba saatnya doa yang kulantunkan berganti untuk bisa berkarier kembali terjawab. Meskipun aku dihadapkan dengan rasa tidak percaya diri dengan segala apa yang menempel di diri.

Mulai dari status singlemom, overthinking pada kemampuan beradaptasi di lingkungan baru, hingga rasa bersalah meninggalkan buah hati untuk bekerja kembali. Melawan musuh di depan mata jauh lebih mudah dibanding melawan diri sendiri. Tokoh antagonisnya justru bercokol di kepalaku sendiri yang lagi-lagi seperti merangsek mentalku dan menenggelamkan semangat hidupku. 

Diam-diam aku menangis saat putri cantikku melakukan video call tanpa menatap layar ponsel. Aku tahu dia bukan tidak mau menatapku, tapi dia juga melawan rasa sedih tinggal berjauhan dengan ibunya yang sebelumnya 24 jam penuh bersamanya.

Hatiku sedih ingin memeluknya seperti yang biasa aku lakukan setiap hari saat bersamanya. Meyakinkannya bahwa aku tidak pernah pergi darinya, justru seperti meragukan diri sendiri apakah aku mampu berjuang mencari nafkah di kota orang tanpa dirinya.

 

3 dari 3 halaman

Kulakukan yang Terbaik demi Putriku

Ilustrasi./Copyright shutterstock.com/g/chomplearn

Aku merenung kembali sambil menulis gratitude journal serta alasanku untuk bangun di pagi hari ini. Aku seperti menemukan jawaban atas apa yang membuatku insecure sebagai ibu yang tidak baik meninggalkan anak dalam pengasuhan keluarga lain dan financially struggling.

Mungkin kehidupanku tidak ideal tapi aku punya support system yang mendukung passion dan mimpiku. Karena Allah sayang padaku, karena Allah tahu aku tidak akan menyia-nyiakan kesempatan yang Allah berikan di setiap hela napasku.

Aku ikhlas mengemban tanggung jawab menafkahi anakku dan aku berbahagia menjalani peranku. Karena anakku adalah sumber cinta, kekuatan, dan semangatku untuk terus melawan semua rasa tidak percaya yang terus bergumul di dalam diri ini. 

 

#WomenforWomen