Disetujui BPOM dan Akan Didistribusikan di Apotek, Berikut Dosis dan Efek Samping Obat Covid-19 Molnupiravir

Anisha Saktian Putri diperbarui 17 Jan 2022, 16:30 WIB

Fimela.com, Jakarta Covid-19 masih menjadi pandemi global, namun sudah ada beberapa langkah untuk mengurangi penyebaran virus. Misalnya, menerapkan protokol kesehatan, vaksin, dan Molnupiravir yang digunakan untuk terapi pasien COVID-19.

Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) pun telah resmi menerbitkan Emergency Use Authorization (EUA) untuk obat Molnupiravir pada Kamis (13/01/2021). Hal ini dikarenakan Molnupiravir dinilai mampu mengurangi rawat inap dan kematian di antara orang-orang dengan COVID-19.

“Setelah melalui evaluasi terhadap data-data hasil uji klinik bersama dengan Tim Ahli Komite Nasional Penilai Obat serta asosiasi klinisi untuk persetujuan EUA ini, Badan POM bersama Kementerian Kesehatan juga akan terus memantau keamanan penggunaan Molnupiravir di Indonesia,” ucap Kepala Badan POM, Penny K. Lukito dalam keterangan tertulisnya.

Bahkan, Penny menyampikan jika kemungkinan obat molnupiravir akan dijual di apotek sehingga bisa didapatkan dengan mudah oleh masyarakat karena tergolong obat yang ringan. Obat ini dinilai aman dan efek sampingnya dapat ditoleransi, maka obat ini aman diminum di rumah.

Pemerintah sudah menyiapkan obat anti virus baru antara lain Molnupiravir dan Paxlovid. Saat ini Kemenkes sudah mengamankan 400 ribu tablet Molnupiravir yang sudah disiapkan oleh PT Amarox.

What's On Fimela
2 dari 3 halaman

Uji coba global

Ilustrasi Dosis dan Efek Samping Obat Covid-19 Molnupiravir/https://www.shutterstock.com/Andrii Avram

Molnupiravir adalah obat yang dikembangkan oleh Emory Univesity yang kemudian bekerjsa sama dengan sebuah industri farmasi asal Amerika, Merck. Dilansir dari Nature, Molnupiravir dimulai sebagai terapi yang mungkin untuk virus ensefalitis Venezuela oleh perusahaan nirlaba Universitas Emory, DRIVE (Drug Innovation Ventures at Emory) di Atlanta.

Denison menemukan bahwa obat ini bekerja melawan beberapa virus corona: MERS dan virus hepatitis tikus. Painter juga merekrut rekan kerjanya Plemper untuk menguji obat terhadap influenza dan virus pernapasan syncytial. Ketika pandemi melanda, obat ini diarahkan untuk potensinya terhadap terapi COVID-19. DRIVE kemudian melisensikan senyawa tersebut ke Ridgeback Biotherapeutics di Miami, Florida. Plemper juga beralih ke virus corona, dan menguji senyawa itu pada musang.

Penemuan menunjukkan Molnupiravir membungkam kemampuan virus untuk bereplikasi, dan juga menekan penularan virus dari musang yang terinfeksi ke musang yang tidak terinfeksi.

Pada Oktober 2021, uji coba global, yang dipimpin oleh perusahaan farmasi Merck telah menemukan bahwa obat Molnupiravir mengurangi risiko masuk rumah sakit atau kematian akibat COVID- 19 sekitar 50 persen.

Dari 385 pasien yang memakai molnupiravir, 28 dirawat di rumah sakit, dibandingkan dengan 53 dari mereka dalam kelompok plasebo. Delapan dari peserta kelompok plasebo meninggal, sementara semua yang menerima antivirus masih hidup pada akhir masa studi 29 hari.

Terkait aspek efikasi, hasil uji klinik fase 3 menunjukkan Molnupiravir dapat menurunkan risiko hospitalisasi (risiko dirawat di rumah sakit) atau kematian sebesar 30% pada pasien COVID-19 derajat ringan hingga sedang dan 24,9% pada pasien COVID-19 ringan.

3 dari 3 halaman

Dosis, indikasi, hingga efek samping

Ilustrasi/copyright shutterstock.com/megaflopp

Molnupiravir diindikasikan untuk pengobatan infeksi COVID-19 ringan sampai sedang pada pasien dewasa (usia 18 tahun ke atas) yang tidak memerlukan pemberian oksigen dan memiliki peningkatan risiko menjadi infeksi COVID-19 berat. Obat ini diberikan dua kali sehari sebanyak 4 kapsul (@200 mg) selama 5 (lima) hari.

Tapi ada sejumlah ketentuan pemberian obat ini. Molnupiravir tidak boleh digunakan pada wanita hamil. Sementara untuk wanita usia subur yang tidak hamil harus menggunakan kontrasepsi selama pemberian Molnupiravir.

Meski obat yang ringan dan aman, Molnupiravirjuga memiliki efek samping, seperti mual, sakit kepala, mengantuk, nyeri abdomen, nyeri orofaring.

Melansir Mayo Clinic, efek samping ini dapat hilang selama perawatan karena tubuh menyesuaikan dengan obat.