Jika Keterisian RS Dekati 20-30 Persen, Pemerintah akan Tetapkan Status Siaga Utama

Fimela Reporter diperbarui 13 Jan 2022, 13:32 WIB

Fimela.com, Jakarta Kasus positif COVID-19 varian Omicron terus mengalami peningkatan di Indonesia. Apabila terjadi peningkatan pada keterisian (BOR) rumah sakit hingga mencapai angka 20 persen, pemerintah berencana akan menetapkan status siaga utama varian Omicron.

Berdasarkan pernyataan Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi (Menko Marves) Luhut Binsar Panjaitan, terdapat prediksi bahwa awal bulan Februari 2022 akan terjadi puncak COVID-19 varian Omicron di Indonesia.

Luhut menyatakan bahwa perawatan di RS akan menjadi salah satu indikator utama. Mengingat bahwa kasus varian Omicron sudah teridentifikasi di 150 negara sampai menyebabkan adanya gelombang baru dengan puncak yang lebih tinggi, Luhut mengingatkan bahwa kondisi tersebut bisa terjadi di Indonesia.

Walaupun keadaan bisa memburuk kapan saja, Luhut menyatakan bahwa saat ini Indonesia jauh lebih siap menghadapi potensi gelombang varian Omicron karena tingkat vaksinasi serta testing dan tracing (penelusuran) di Indonesia sudah jauh lebih tinggi, seperti yang dikutip dari Liputan6.com, Kamis (13/1/2022)

Selain itu, saat ini sistem kesehatan di Indonesia juga sudah jauh lebih matang. Hal tersebut mencakup obat-obatan, oksigen, tempat tidur RS, tenaga kesehatan, juga fasilitas karantina terpusat. Luhut mengingatkan masyarakat untuk tidak perlu panik sembari tetap waspada.

What's On Fimela
2 dari 2 halaman

Tetap Disiplin Protokol Kesehatan

Ilustrasi COVID-19 Foto oleh cottonbro dari Pexels

Dengan mempertimbangkan kesiapan sistem kesehatan di Indonesia, juga belajar dari pengalaman sebelumnya, Luhut optimis bahwa tingkat kenaikan varian Omicron di Indonesia tidak akan setinggi negara lainnya.

Walau begitu, Luhut tetap meminta masyarakat untuk selalu menerapkan dan mematuhi protokol kesehatan. Tetap disiplin dan menahan diri tidak melakukan perjalanan ke luar negeri dalam dua sampai tiga pekan ke depan. Arahan untuk tidak melakukan perjalanan ke luar negeri ini bukan tanpa alasan. Sebagian besar kenaikan kasus COVID-19 saat ini disebabkan oleh pelaku perjalanan luar negeri (PPLN) yang baru pulang ke Indonesia.

 

*Penulis: Vania Ramadhani Salsabillah Wardhani.

 

#Women for Women