Fimela.com, Jakarta Selalu banyak cinta dan hal istimewa dalam hubungan seorang anak dan ibu. Mungkin tak semuanya penuh suka cita, sebab ada juga yang mengandung duka lara. Masing-masing dari kita pun selalu punya cerita, seperti tulisan yang dikirimkan Sahabat Fimela untuk mengikuti Lomba Ungkapkan Rasa rindu pada Ibu di Share Your Stories Bulan Desember ini.
***
Oleh: Atiyatul Mawaddah
Tanggal 11 Maret 2016, hari itu adalah aku menyusun bait-bait catatan harianku, begitu sangat aku ingin katakan pada ibu bahwa aku bahagia. Bahkan teramat bahagia.
Dalam isakan tangis, keinginan itu aku pendam. Tak mungkin aku menghubungi ibu dengan suara parau karena merindukan pelukan hangatnya. Pipiku masih basah oleh air mata, tepat dalam pelukan suamiku tercinta. Dengan penuh cinta, suamiku melembutkan tangis yang seakan tak pernah berhenti.
Putri bungsu mana yang tak sedih tatkala menerima telepon sang ibu yang menangis hebat karena ditinggalkannya. Padahal, bersama suamiku kini tentu atas restu dan perintah ibu. Namun, mugkin karena aku putri kesayangan yang sudah tidak lagi menjadi tanggung jawab beliau, ibu merasa kehilangan dan teramat sedih untuk melepaskanku dengan senyuman.
What's On Fimela
powered by
Ada Rindu yang Dalam
Padahal, aku yang berusia 11 tahun dulu, masih bocah ingusan, dengan ikhlas dan tega ibu memasukkanku ke pondok pesantren, tanpa pernah bisa ditawar, 6 tahun di "penjara suci". Semenjerit apa pun tangisanku, ibu tidak pernah menjemputku pulang dan tidak pernah mengabulkan permohonanku untuk keluar dari pondok pesantren.
Dan namun, kini aku yang berusia 23 tahun, sudah dewasa dan menjadi istri orang, ibu malah merasa berat berpisah denganku dan melepaskan statusnya sebagai penanggung jawabku.
Kenapa ibu menangis? Ketika aku tanya demikian, beliau hanya berujar bahwa detik-detik dalam bulan ini, beliau merasa seperti kehilangan sosokku. Tentu ibu bahagia, bangga, dan percaya pada menantunya (suamiku-red), namun tangisnya hanyalah ungkapan emosi kesedihan karena putri bungsu semata wayangnya harus lepas dari genggaman cintanya. Sekadar itu. Tak lebih.
Aku yang sesenggukan di bahu suamiku tercinta, ingin bercerita pada ibu bahwa pernyataan beliau yang bahagia karena aku menjadi istri dari seorang pria baik, yang bangga pada menantu bungsu yang begitu hebat nan mengagumkan, dan yang percaya atas lahir dan batin Mas Oyon (sapaan akrab suamiku) adalah benar adanya.
Ibu patut bahagia, bangga, serta percaya. Karena bersama suamiku tercinta, 24 jam waktu dalam sehari yang dianugerahkan padaku kini, terasa lebih mempesona dari sebelumnya. Suamiku mampu memanjakanku seperti ayah memanjakanku dulu.
Suamiku yang menyeka air mata kesedihanku. Suamiku tempat bersandarku dikala berbunga-bunga karena bahagia atau disaat murung penuh kesedihan. Suamiku tempat segala curahan cerita kehidupanku bermuara.
Beruntung Memiliki Suami yang Sangat Baik Hati
Suamiku yang menuntunku untuk menjadi pribadi yang lebih baik lagi. Suamiku yang bertanggung jawab atas segala gerak kehidupanku. Suamiku adalah teman hidupku. Suamiku yang menjadi imam dunia akhiratku. Dan... suamiku adalah segalanya hingga kami menua bersama, dipisahkan oleh maut, dan dipertemukan kembali di tempat yang lebih mulia.
“Ibu, aku putri bungsumu, yang terbiasa hidup jauh denganmu sejak 13 tahun silam, tidak akan pernah meninggalkanmu. Doa yang mempertemukan cinta kita. Aku di sini bahagia dan aku harap ibu juga bahagia. Bukankah senyumku adalah segalanya bagi ibu? Jangan bersedih, aku mohon.”
Ibu, Putrimu Ini Baik-Baik Saja
Dan satu hal lagi yang ingin aku sampaikan pada ibu mengenai kebahagian bersama suamiku tercinta. Segala doa yang ibu panjatkan pada Allah SWT tentang pria yang akan menjadi imamku, begitu nyata aku temui dalam diri suamiku tercinta.
-Pria yang mengerti aku.
-Pria yang sabar menghadapi aku.
-Pria yang mencintaiku apa adanya.
-Pria yang bijaksana atas keegoisanku.
-Pria yang bertanggung jawab atas diriku sepenuhnya.
-Pria yang mampu meredam kesensitifanku.
-Pria yang perhatian padaku.
-Pria yang mudah memaafkanku.
-Pria yang menerima kekuranganku.
-Pria yang memaklumi emosiku.
-Pria yang sabar setiap waktu.
-Pria yang mampu menjadi segalanya bagiku.
-Pria yang menjadi tempatku pulang.
-Pria yang menjadi sumber kebahagiaanku.
-Pria yang menyeka airmataku.
-Pria yang menemani suka dukaku.
Terima kasih ibu untuk sujud dan doa panjangmu setiap waktu. Kesungguhanmu dalam beroda, memintakan imam terbaik untukku yang biasa saja, ternyata dijawab dalam nyata.
Tanpa doamu, entah seperti apa kehidupan rumah tanggaku kini. Entah seperti apa pula pria yang akan menjadi teman hidupku selamanya. Sekali lagi, terima kasih telah mengorbankan segalanya untuk kebahagiaan dan kenyamananku dalam hidup.
#ElevateWomen