Fimela.com, Jakarta Selalu banyak cinta dan hal istimewa dalam hubungan seorang anak dan ibu. Mungkin tak semuanya penuh suka cita, sebab ada juga yang mengandung duka lara. Masing-masing dari kita pun selalu punya cerita, seperti tulisan yang dikirimkan Sahabat Fimela untuk mengikuti Lomba Ungkapkan Rasa rindu pada Ibu di Share Your Stories Bulan Desember ini.
***
Oleh: albiwi official
Tutur, wuwur, dan sembur. Tiga hal yang Ibu terapkan pada anaknya. Kata-kata yang sama sekali belum aku pahami ketika aku sendiri belum menjadi seorang ibu. Kini, aku sudah menjadi seorang ibu, dan perlahan aku mulai memahami arti juga falsafah hidup yang terkandung dalam kata-kata yang berasal dari bahasa Jawa tersebut.
Dulu, aku selalu bosan saat Ibu mulai mendudukkanku dan akan secara panjang lebar menasehati tentang berbagai hal.
"Kuliah yang bener, jangan pacaran dulu. Nanti kalau sudah takdirnya, pasti kamu akan ketemu jodoh yang kamu inginkan. Berdoa pada Gusti Allah, minta yang terbaik. Konsentrasi kamu sekarang adalah belajar." Salah satu nasihat alias pitutur Ibu kala itu hanya aku iyakan tanpa masuk dalam otak sama sekali. Mungkin Ibu tak mengetahui keacuhanku kala itu. Tetapi aku salah.
What's On Fimela
powered by
Nasihat Ibu
Nyatanya aku sangat menyadari ketidakpedulian anak lelakiku ketika suatu ketika kucoba menasihatinya agar saling berbagi mainan dengan adiknya. Walaupun mulutnya berkata iya, namun sama sekali dia tak melakukan seperti yang kunasehatkan. Sedikit sakit, namun akhirnya aku mengerti bagaimana perasaan Ibu kala itu. Walaupun begitu, Ibu sama sekali tidak pernah berhenti untuk meberi nasehat, bahkan sampai sekarang yang notabene aku adalah juga sudah menjadi seorang ibu.
Tak melulu memberi pitutur dengan kalimat halus untuk kehidupan sehari-hari, terkadang, ketika aku sudah mulai keterlaluan, Ibu tak segan memarahi dengan kata-kata keras disertai peringatan.
Masih terpatri dalam ingatan, kala itu aku berusia sekitar tiga belas tahun dan duduk di bangku SLTP. Aku mengeluhkan mata yang tidak bisa melihat jelas pada papan tulis di sekolah. Setelah diperiksa, ternyata mataku mengalami rabun jauh atau mata minus.
Alhasil aku harus menggunakan kacamata minus. Ibu selalu menasihati agar aku tak terlalu sering menonton TV juga membaca sambil rebahan agar minusku tidak bertambah. Tapi tak aku pedulikan nasihat Ibu, dan sering mencuri kesempatan menonton TV di waktu malam.
Akibatnya Ibu murka dan memarahiku habis-habisan.
Saat itu aku merasa tak terima dan sakit hati gara-gara omelan Ibu. Hanya karena menonton TV terlalu malam kenapa Ibu harus marah seperti.
Namun, setelah beranjak semakin dewasa, aku semakin menyadari dan mengerti alasan kemarahan Ibu. Apalagi ketika aku mengetahui saat anak pertamaku juga mengalami mata minus, betapa aku merasa bersalah dengan kekecewaanku atas kemarahan Ibu.
Pesan dari Ibu
Ibu bukan hanya bisa menasihati dan memarahi saja.
Nyatanya Ibu rela memberikan seluruh jiwa, raga pun harta untuk anak-anaknya.
Meski Bapak yang bekerja, seingatku, aku selalu meminta uang pada Ibu. Seluruh keperluan sekolah, iuran semester, kiriman bulanan saat kuliah, selalu Ibu yang menghandle.
Bahkan ketika keluargaku sedikit mengalami kesulitan ekonomi saat kelahiran anak pertamaku, Ibu dengan lapang dada membiayai persalinanku tanpa embel-embel hutang atau pinjam.
Wuwur atau muwur yang bisa diartikan sebagai menabur, atau secara istilah bisa diartikan memberi, dalam hal ini berupa materi atau harta benda. Secara tak sadar, Ibu sudah memberikan kita banyak hal, mulai dari yang remeh, seperti uang saku, ataupun sesuatu yang besar seperti contoh saat saya melahirkan.
Jika Ibu sudah bertutur dengan kalimat halus ataupun sedikit keras, tapi juga muwur atau menyediakan seluruh keperluan anak-anaknya mulai dari bayi bahkan terkadang saat anaknya sudah harus hidup mandiri, Ibu juga tak lupa menyertakan nama anak-anaknya dalam setiap doa. Itulah maksud dari kata sembur.
"Ya Allah, semoga anak-anak dan keturunanku menjadi orang yang Engkau ridhoi, Engkau jauhkan dari perkara yang buruk, Engkau jadikan hidup mereka tentram dunia dan akhirat." Itu adalah kalimat doa yang sering kudengar saat Ibu bertemu anak-anaknya.
Bukan hanya terhadap anaknya, sering Ibu berbisik pada cucunya dengan doa serupa, dan meniupkan di ubun-ubun kepala cucunya. Sampai akhirnya kalimat doa itu aku hafal dan selalu juga aku panjatkan de setiap setelah lima waktuku.
Tutur, wuwur, sembur.
Tiga kata sederhana namun berdampak luar biasa jika dilakukan layaknya Ibu kepadaku, yang mungkin juga akan kuterapkan dalam kehidupan anak-anakku.
Terima kasih Ibu.
Meski saat ini aku belum bisa menjadi seorang anak yang berbakti dan masih sering menyusahkan mu, namun ajaran Ibu akan selalu aku ingat dan terapkan dalam keluarga kecilku.
#ElevateWomen