Fimela.com, Jakarta Kesehatan jiwa berdampak pada kesehatan fisik, sosial, dan ekonomi individu dan masyarakat. Lebih dari 75% orang dengan gangguan jiwa tidak mendapatkan perawatan sama sekali. Berdasarkan dokumen white paper di wilayah Asia Pasifik bertajuk “Rising Social and Economic Cost of Major Depression: Seeing the Full Spectrum” yang disponsori oleh Johnson & Johnson Pte. Ltd. dan dilakukan oleh KPMG di Singapura, terdapat kurang dari separuh pasien yang berjuang melawan gangguan depresi mayor di kawasan Asia Pasifik menerima diagnosis yang tepat, dengan 71% pasien MDD menderita gejala yang memburuk karena pengobatan tidak sesuai dengan kebutuhan mereka.
Melihat hal ini, Johnson & Johnson terus berdedikasi untuk meningkatkan tingkat kesembuhan penderita gangguan jiwa selama lebih dari 60 tahun. Janssen Pharmaceutical Companies of Johnson & Johnson telah menemukan, mengembangkan, dan meluncurkan banyak perawatan inovatif untuk kondisi yang memengaruhi otak dan sistem saraf pusat.
Menurut data tersebut, Asia Pasifik memiliki tingkat penyakit depresi dan penyakit jiwa yang jauh lebih tinggi dari negara lain. Orang dengan depresi 40% kurang produktif, sedangkan harapan hidup seseorang dengan MDD adalah 20 tahun lebih pendek dari rata-rata.
Penyebaran eksponensial dari pandemi COVID-19 juga bertindak sebagai faktor pendorong dalam pertumbuhan segmen tele-health di Indonesia. Ini sangat bermanfaat bagi pasien serta profesional terlatih dalam domain perawatan kesehatan mental karena memungkinkan individu untuk memanfaatkan konsultasi profesional tanpa harus mengunjungi rumah sakit atau pusat perawatan primer.
Dengan peningkatan penetrasi internet di seluruh negeri, memungkinkan psikiater dan terapis terlatih untuk melayani lebih banyak pasien tanpa dibatasi oleh geografi, juga dapat mengatasi masalah kekurangan tenaga profesinal terlatih.
What's On Fimela
powered by
6.1% penduduk berumur 15 tahun di Indonesia menderita depresi
Berdasarkan data riset kesehatan dasar dari Kementerian Kesehatan Indonesia pada tahun 2018 sebanyak 6.1% penduduk berumur setidaknya 15 tahun di Indonesia menderita depresi.
Tidak ada data persis mengenai berapa banyak dari populasi ini yang menderita gangguan depresi mayor, namun diasumsikan bahwa proporsinya cukup besar.
Depresi adalah perasaan sangat sedih atau suasana hati yang buruk. Sebagian besar dari kita pernah merasakannya. Pada sebagian orang depresi dapat reda dan tidak berdampak, namun bagi yang lain depresi dapat menjadi gangguan berat hingga berdampak pada kesehatan mentalnya dan perlu diwaspadai kemungkinan menderita Gangguan Depresi Mayor.
Untuk mendiagnosis seseorang mengalami gangguan depresi mayor, perlu diketahui apa saja gejala-gejala yang dialami. Gangguan depresi mayor tidak hanya merupakan gangguan emosional atau suasana hati, namun umumnya juga menunjukkan gejala, fisik, psikis dan sosial yang khas.
Berdasarkan Pusat Data dan Informasi Kementerian Kesehatan Indonesia tahun 2019, terdapat 1800 jiwa/tahun yang meninggal akibat bunuh diri, dan 23.2% dari kalangan ini menyandang penyakit jiwa.
Bentuk komitmen Johnson & Johnson di Indonesia terhadap peningkatan kepedulian atas kesehatan jiwa ini adalah dengan melaksanakan Depression Awareness Campaign “Kupas Tuntas Mengenai Depresi” secara virtual pada 4 Desember 2021 dan 14 Desember 2021 lalu.
Gangguan Depresi Mayor
Gejala gangguan depresi mayor adalah rasa sedih yang terus menerus, pesimis, rasa tidak berdaya, mudah tersinggung, insomnia, sulit makan, menarik diri hingga melakukan usaha untuk bunuh diri.
Gangguan depresi mayor dapat ditangani dengan benar oleh tenaga medis atau tenaga kesehatan jiwa profesional. Selain itu keluarga dan pendamping berperan penting dalam kesembuhan pasien.
Penanganan gangguan depresi mayor mungkin membutuhkan kombinasi dari psikoedukasi, psikoterapi, pengobatan atau farmakoterapi (menggunakan antidepresan yang tersedia dalam bentuk tablet, semprotan hidung (nasal spray), dan sebagainya), dan neurostimulasi. Contoh neurostimulasi adalah repetitive Transcranial Magnetic Stimulation (rTMS) dan Electroconvulsive Therapy (ECT).
Jika kamu atau keluarga atau teman Anda mengalami gejala-gejala yang disebutkan dan mencurigai adanya gangguan depresi mayor, terutama bila ada niat untuk melukai diri sendiri dan atau bunuh diri, segeralah berkonsultasi pada tenaga kesehatan jiwa professional, seperti psikiater, dokter umum, atau psikolog.
*Penulis: Vania Ramadhani Salsabillah Wardhani.