Ibu, Guru Pertama yang Menyalakan Cahaya di Hidupku

Endah Wijayanti diperbarui 07 Des 2021, 12:46 WIB

Fimela.com, Jakarta Selalu banyak cinta dan hal istimewa dalam hubungan seorang anak dan ibu. Mungkin tak semuanya penuh suka cita, sebab ada juga yang mengandung duka lara. Masing-masing dari kita pun selalu punya cerita, seperti tulisan yang dikirimkan Sahabat Fimela untuk mengikuti Lomba Ungkapkan Rasa rindu pada Ibu di Share Your Stories Bulan Desember ini.

***

Oleh:  Sisca Tristanti

Teruntuk perempuan hebat yang bersamaku sejak rohku dihembuskan pada ragaku, ibu. Sejak pertama kali aku bernapas di dunia, pelukanmulah yang selalu menghangatkan. Sejak pertama kali aku bisa bicara, namamulah yang selalu kusebut dalam bahagiaku, tawaku, juga sedihku. Sejak pertama kali aku bisa berjalan, kepadamulah langkahku menuju.

Wahai perempuan cantik yang telah mempertaruhkan nyawanya untuk menghadirkan aku ke dunia, suka duka telah kita lalui bersama, sejak 35 tahun yang lalu. Sejak aku masih dalam kandungan dan dirimu harus menempuh ratusan kilometer perjalanan darat dan laut setiap bulannya untuk mencapai tempat bekerja dari kota, sementara ayah hanya menunggu kita di kota.

Berkali-kali dirimu terjatuh di jembatan tua penuh lubang, tapi Tuhan masih selalu menolong kita. Perjuanganmu tak pernah lelah untuk memberikan yang terbaik untukku, meski cobaan datang silih berganti padamu, tapi tak pernah keluhanmu terdengar olehku.

What's On Fimela
2 dari 2 halaman

Membahagiakan Ibu adalah Tujuan Hidupku

Ilustrasi./Copyright shutterstock.com/g/Dragon+Images

Ibu, dirimu adalah guru pertamaku, guru yang mengajarkan setiap detail ilmu dalam hidupku, berbicara, menulis, membaca juga matematika. Darimu pula menurun bakat seni dan sastra dalam darahku.

Pernah suatu hari aku menemukan puisi-puisi indah dalam buku-bukumu, sungguh puitis dan penuh makna. Dejak itu pula kesukaanku pada sastra dimulai. Mungkin dirimu tak pernah secara langsung mengajariku tentang sastra, tapi tulisan-tulisan indahmulah yang telah mengajariku. Tulisan-tulisan itu pulalah yang selalu menjadi motivasi untukku berkarya, melahirkan buku-buku yang kelak akan kuceritakan kepada anak cucu, “Buku ini ada karena ibuku," walaupun prosesnya tak semudah kelihatannya.

Ibu, sungguh beruntung aku memiliki orangtua sepertimu, yang tak pernah memaksa anaknya menjadi siapa atau menjadi seperti apa. Saat 18 tahun lalu aku meminta izin untuk menempuh pendidikan dibidang seni, dirimu sama sekali tak melarang, meski dirimu tahu suaraku tak merdu dan jariku tak lentik, tapi dirimu bebaskan aku memilih jalan hidupku sendiri. Dan kini aku sukses bersama pilihanku dan dukungan penuh darimu.

Ibu, maafkan anakmu yang tak sempurna ini, terima kasih selalu memberikan yang terbaik untukku, adik-adikku, juga anak-anakku. Kebahagianmu adalah salah satu tujuan hidupku kini, seperti dirimu yang selalu berusaha membahagiakanku. Doa untukmu selalu terucap seusai shalatku, seperti dirimu yang tak pernah lelah mendoakanku. We love you, Bu.

#ElevateWomen