Fimela.com, Jakarta Pernyataan Menteri Sosial Tri Rismaharini soal memaksa anak tulis belajar bicara menjadi polemik. Mensos Risma memaksa anak tuli untuk bicara agar ia bisa melindungi diri dari tindak kekerasan seksual.
Pernyataannya ini dikritik sejumlah pihak, terutama organisasi penyandang disabilitas. Menyikapi hal ini, Staf Khusus (Stafsus) Presiden Joko Widodo, Angkie Yudistia menyebut Mensos Risma memiliki niat yang tulus untuk melindugi hak penyandang disabilitas.
Melalui akun Instagramnya, Angkie Yudistia menjelaskan apa yang dimaksud Mensos Risma soal memaksa anak tunarungu untuk bicara.
"Sebagai bagian dari disabilitas, saya memahami pola komunikasi diantara kita, terlebih saya juga seorang tunarungu/tuli. Dalam keseharian, saya membaca gerak bibir lawan bicara serta dibantu juru bahasa isyarat sebagai komunikasi sehari-hari," katanya melalui akun Instagram pribadinya.
Kebutuhan dan karakteristik penyandang disabilitas yang berbeda
Menurut Angkie, seiring dengan perkembangan teknologi dan kondisi pandemi yang mengharuskan masyarakat menggunakan maskr, membuatnya harus bisa memahami apa yang disampaikan lawan bicaranya melalui aplikasi transkrip pembicaraan di ponsel.
Angkie pun menyebut bahwa setiap penyandang disabilita tunarungu memiliki kebutuhan dan karakteristik yang berbeda. Termasuk soal metode komunikasi yang digunakan sehari-hari.
"Saya memahami maksud Ibu Menteri. Saya sudah berbicara dengan beliau hari ini. Saya meyakini, niat tulus ibu Menteri dalam memberi penghormatan serta pelindungan kepada kita masyarakat disabilitas," sambung Angkie.
Masih terus belajar
"Ibu beserta jajarannya mengawal proses KND sejak awal bersama saya dalam menjalankan amanah undang-undang, adalah bentuk keseriusan beliau untuk memperhatikan hak-hak dan potensi teman-teman disabilitas."
Sebagai penyandang disabilitas, Angkie Yudistia masih terus belajar bagaimana cara berinteraksi dengan orang lain. Sehingga bisa saling memahami satu sama lain.
Simak video berikut ini
#elevate women