Fimela.com, Jakarta Arawinda Kirana sukses menyedot perhatian publik, khususnya penikmat film tanah air ketika berhasil merebut predikat Pemeran Utama Perempuan Terbaik FFI 2021. Di nominasi tersebut, Ara, sapaan akrabnya sukses menyisihkan nama-nama senior seperti Wulan Guritno dan Nirina Zubir. Kesuksesan gadis 20 tahun itu memboyong Piala Citra tak terlepas dari peran apiknya di film Yuni.
Kepada FIMELA, Arawinda Kirana bercerita tentang perannya di film tersebut. Bisa dibilang dirinya menjadi maincast di film produksi Fourcolours Films itu sebagai tokoh Yuni.
"Yuni itu tipe karakter yang punya tingkat keingintahuan yang tinggi dibandingkan orang-orang sekitarnya, nggak takut bertanya soal norma sosial, soal stigma, basicly dia nggak takut bertanya hal-hal itu walaupun itu dianggap tabu. Jadi dia bukan rebelious, tapi membantah stereotipe, mencari logic dan ingin bersuara bukan cuma untuk dirinya sendiri tapi orang disekitarnya," ungkap Arawinda Kirana.
Garis Besar Cerita
Secara garis besar, film yang disutradarai oleh Kamila Andhini itu menggambarkan perspektif gadis 16 tahun bernama Yuni terhadap fenomena-fenomena di sekitarnya yang berkaitan dengan stigma masyarakat. Film Yuni menurut Arawinda menggambarkan tentang keberagaman yang terjadi di kehidupan masyarakat sehari-hari namun dikemas secara jujur.
"Jadi film Yuni ini tentang seorang perempuan bernama Yuni, berumur 16 tahun dan tinggal di sebuah desa di kota Serang. Film ini tentang orang-orang di sekitar Yuni dan isu-isu yg mereka alami sebagau manusia. Jadi kalau nonton ini tuh kayak nonton keberagaman yang ada di negara ini. Itu cukup menarik karena menggambarkan dengan jujur," paparnya.
Segera Tayang
Sebelum tayang di Indonesia, Film Yuni sudah terlebih dulu melakukan world premier di beberapa festival film terkemuka di kancah internasional. Bahkan, Yuni juga berjaya di Festival Film Internasional di Toronto dan rencananya akan tayang di Indonesia mulai 9 Desember 2021 mendatang.
Lewat film tersebut, Arawinda Kirana pun berharap bisa memberikan dampak yang besar terhadap perubahan di lapisan masyarakat soal stigma dan norma-norma tertentu. Setidaknya, film Yuni bisa menjadi ruang diskusi untuk publik menanggapi isu-isu sensitif yang masih kerap terjadi di beberapa daerah di Indonesia.
"Semoga dengan adanya film ini makin marak didiskusikan dengan terbuka isu dan solusi terhadap isu yang ada supaya berkembang jadi negara yang lebih baik lagi. Kita mempunyai hak atas otoritas badan kita sendiri," pungkasnya.