Ayah, Kami Tetap Mencintaimu meski Sosokmu Kadang Sulit Dimengerti

Endah Wijayanti diperbarui 03 Des 2021, 09:35 WIB

Fimela.com, Jakarta Membahas kisah dan cerita tentang ayah memang tak ada habisnya. Begitu banyak momen tak terlupakan yang kita miliki bersama ayah tercinta. Mulai dari momen paling bahagia hingga momen paling sedih. Setiap hal yang berkaitan dengan ayah selalu berkesan seperti tulisan kiriman Sahabat Fimela yang disertakan dalam Lomba Share Your Stories November 2021 Surat untuk Ayah berikut ini.

***

Oleh: A

Hai, Yah.

Apa kabarmu di sana? Apakah sudah sirna semua kesedihan di hatimu? Apakah sudah tak lagi berkecamuk kemarahan di batinmu? Apakah kini engkau sudah terbebas dari segala sakit dan pilu? Kuharap aku bisa mendengar engkau menjawab “Ya” dengan seringai khasmu yang memamerkan kedua lesung pipi besar yang memesona itu.

Hai, Yah, tahukah engkau, menulis ini membuat mataku berkabut. Menggelikan, bukan? Masih segar di ingatanku kemurkaanmu akan surat terakhir yang pernah kukirimkan bersama kado ulang tahunmu. Meski bukan maksud hatiku melukaimu, tetapi nyatanya surat itu meninggalkan borok yang tidak sedikit di hatimu.

Kuharap, jika entah bagaimana, ada malaikat yang menyampaikan surat ini untukmu, kata-kataku tak lagi menjadi pedang yang menyayat batinmu.

Hai, Yah.

Aku tahu kita tak pernah bisa saling memandang tanpa berdebat dan bertengkar, tetapi apakah engkau tahu, aku menyesal tidak sempat mengucapkan selamat tinggal padamu. Bahkan si bungsu dan Ibu yang menghabiskan waktu lebih lama denganmu menyesal akan kata-kata yang tercekat di tenggorokan mereka yang tak pernah sampai di telingamu. 

Kami semua menyimpan penyesalan masing-masing yang mungkin tidak akan pernah hilang meski waktu telah berlalu.

What's On Fimela
2 dari 2 halaman

Bahasa Cintamu Memang Kadang Sukar Dipahami, tapi Kami Menyayangimu Sepenuh Hati

Ilustrasi./Copyright shutterstock.com/id/g/takajapanese

Hai, Yah.

Aku tahu  engkau adalah seorang yang selalu melakukan apapun sekehendak hatimu. Engkau selalu melakukan semuanya dengan caramu, tak peduli waktu, tak peduli omongan orang sekitarmu. Sifatmu ini adalah kekuatan sekaligus adalah kelemahanmu. Tapi aku tak menyangka, engkau bahkan pergi begitu tiba-tiba tanpa memberikan kami kesempatan untuk menangkap tanda bahwa kami tak akan lagi bisa mendengar suara sumbang maupun tawa menjengkelkanmu.

Hai, Yah.

Semua yang mengenalmu sepakat bahwa engkau bukanlah pria paling menyenangkan di dunia. Tapi tahukah Ayah, kami semua tak bisa membendung air mata saat kau menutup mata. Deringan telepon tengah malam yang mengabarkan kepergianmu bahkan masih tak bisa kupercaya nyata. 

Hai, Yah.

Tahukah engkau, bahasa cintamu sukar dimengerti. Suara besarmu menakuti. Auramu membuat orang merasa inferior dan membuat kami menyerah mencoba mengerti dirimu. Menutup mata dan telinga pada cinta yang engkau pancarkan so desperately.

Sayangnya, baru setelah kepergianmu kami menyadari betapa besar cintamu untuk kami. Kami yang tak pernah mengerti, renjanamu yang kikuk dan canggung. Kami yang tak sadar, bahwa engkau sudah melakukan yang terbaik menunjukkan kasihmu meski engkau sendiri tak pernah dicintai dengan benar oleh kedua orang tua dan keluarga besarmu.

Hai, Yah.

Kuharap engkau tahu aku tidak pernah benar-benar membencimu. Pun bukannya aku tak tahu engkau telah melakukan banyak hal untukku. Hanya engkaulah satu-satunya orang di dunia ini yang memandangku dengan rasa bangga yang melimpah dan aku selalu berterima kasih untuk itu.

Maafkan aku yang tak berusaha lebih keras untuk memahami dan memaklumimu. Maafkan aku yang sama keras kepalanya sepertimu. Maafkan putrimu yang hatinya batu sepertimu. Maafkan aku yang tak sempat memelukmu dan menyampaikan terima kasihku padamu yang telah berusaha menjadi ayah terbaik versimu sendiri.

Hai, Yah.

Engkau bukanlah ayah yang sempurna. Hubungan kita penuh dengan drama saling menabur luka dan kesalahpahaman yang bahkan tak pernah sempat diluruskan hingga tarikan napas terakhirmu. Engkau yang selalu punya cara membuat orang masygul karena kata-katamu. Engkau yang tanpa sadar menjauhkan orang-orang darimu dan membuat dirimu terkucil. Aku tak bisa membayangkan kesepian seperti apa yang selama ini engkau pendam dalam hatimu.

Walau begitu, jika waktu bisa diputar kembali, aku ingin memelukmu erat dan memohon ampun atas segala keangkuhan dan kekerasan sikapku. Aku pun ingin bilang, aku memaafkanmu untuk semua hal yang engkau lakukan maupun tidak engkau lakukan. 

Hai, Yah.

Meski sudah terlambat, aku ingin engkau tahu,

Aku mencintaimu meski aku selalu mendebatmu.

Aku mencintaimu meski aku pun tak tahu cara menunjukkan cinta sepertimu. Bagaimanapun aku benar-benar putrimu yang mencontoh dirimu, meski engkau selalu bilang bahwa dirimu bukanlah contoh yang perlu dicontoh.

Aku mencintaimu, wahai Ayahku yang keras kepala.

Aku mencintaimu Ayahku yang selalu disalahpahami semua orang.

Aku mencintaimu, wahai Ayahku yang tidak pandai mencinta.

Surat ini mungkin tak akan pernah sampai padamu, tetapi kuharap suatu saat nanti kita ‘kan bersua kembali dan aku bisa mengingat ini semua untuk kusampaikan padamu.

Salam rindu,

Putrimu yang sama keras kepalanya denganmu.

NB: 

Aku ingin mengabarkan, cucu perempuan pertama dari putra sulungmu sudah lahir ke dunia ini dan suaranya menggelegar seperti suaramu. Doakan ia tumbuh sekuat dirimu.

#ElevateWomen