Fimela.com, Jakarta Membahas kisah dan cerita tentang ayah memang tak ada habisnya. Begitu banyak momen tak terlupakan yang kita miliki bersama ayah tercinta. Mulai dari momen paling bahagia hingga momen paling sedih. Setiap hal yang berkaitan dengan ayah selalu berkesan seperti tulisan kiriman Sahabat Fimela yang disertakan dalam Lomba Share Your Stories November 2021 Surat untuk Ayah berikut ini.
***
Oleh: Aden Sandhy Prima Sari
Dengan menyebut nama Allah Yang Maha Pengasih lagi Maha Penyayang. Ayah, bulan ini merupakan bulannya Ayah. Ada hari ayah nasional maupun dunia. Meski tak kuucapkan secara langsung, semoga usahaku berakhlak lebih bakti pada ayah ibu bisa mengutarakan rasa syukur itu, "Selamat Hari Ayah, Ayahku."
Ayah, apa kabar Ayah di Jakarta? Apakah Ayah baik-baik saja dan sehat? Semua lancar, kan, di sana? Maaf, ya, Yah, aku jadi banyak bertanya. Namun, semoga pertanyaan-pertanyaan yang tidak ayah dengar secara langsung ini, senantiasa menjelma dalam doa.
Semoga hati Ayah tenang meski lagi-lagi jauh dari keluarga demi tugas negara. Ini bukan kali pertama Ayah jauh dari kami, keluarga Ayah, hanya saja kali ini, ingin kutuliskan secuil perjalanan Ayah bersama Ibu mengarungi bahtera rumah tangga hingga sampai di titik ini. Kemudian yang demikian bisa menjadi kenang-kenangan indah yang berarti di hati Ayah.
Ya, Ayah, ini tentang Ayah, yang sejak sekitar 31 tahun silam, berjuang membangun rumah tangga bersama Ibu. Bermula dari pertemuan singkat di bus, tak lama Ayah berhasil menemukan alamat rumah Ibu.
Kesungguhan Ayah memang patutnya aku teladani dan teruskan ke anak turun. Berkesempatan menjadi abdi negara selepas masa kuliah, disampaikan Ibu bahwa Ayah tetap teguh memilih Ibu yang notabene berasal dari keluarga sangat sederhana bahkan mungkin bisa dikatakan kurang.
Sementara Ayah yang juga berasal dari keluarga sederhana, yang biaya hidupnya berasal dari uang pensiun almarhum kakek, seorang tentara pada jamannya, tak jua membuat keyakinan Ayah untuk berumah tangga segera pupus. Tanpa ragu Ayah berhasil melewati segala aral rintang hingga merantaulah Ayah berdua bersama Ibu di luar Pulau Jawa, Meulaboh.
Hidup di tanah perantauan dengan segala konsekuensi yang melekat pada diri perantau, Ayah dan Ibu jalani dengan tabah. Uang pas-pasan, hidup di asrama tanpa riuh ramai hangatnya bertetangga, jauh dari sanak keluarga, dan keterbatasan media komunikasi yang dipunya untuk sekedar mengobati rindu karena sepi, seakan bukan lagi masalah melainkan anugerah, santapan kehidupan untuk mendewasa bersama.
Ketakutan, tantangan hidup tak mengubah sosok Ayah yang bertanggung jawab lagi peduli. Ya, Ibu pernah berujar bahwa Ibu bangga karena Ayah bisa memperbaiki gagang kunci pintu semua kamar dalam satu lorong dimana kamar Ayah Ibu berada, semata untuk memastikan Ibu lebih tenang tak terganggu suara yang sebabnya salah satunya dari gagang kunci pintu yang rusak-rusak.
Aku pun turut bangga mendengar kisah Ayah dari Ibu. Meski begitu terbatas secara ekonomi, Ayah berusaha menunjukkan tanggung jawab seorang suami melalui sikap yang sungguh peduli.
What's On Fimela
powered by
Belajar dari Sosok Ayah yang Luar Biasa
Ayah, ketahuilah bahwa Ibu merasa sangat beruntung memiliki suami yang bertanggung jawab lagi baik akhlaknya. Menerima Ibu lahir batin sekalipun terkadang Ibu memiliki keinginan lain yang ketika hendak Ayah luruskan dan sempurnakan tidak mudah prosesnya.
Tak pernah lekang oleh ingatan, betapa Ayah menjadi kebanggaan tetangga di satu blok karena konsisten menjadi alarm bangun pagi selain adzan subuh dengan suara letupan pembakaran motor Suzu*i TRS setiap Ayah pergi kerja di pagi buta, kala kita masih tinggal jauh dari tempat Ayah bertugas saat ini.
Ibu juga menceritakan bahwa Ayah yang ketika masih di Aceh, berimpian memiliki tempat tinggal yang luas. Seperti rumah yang kita huni saat ini, selamat atas tercapainya salah satu impian Ayah. Walau waktunya tak singkat, tapi Ayah berhasil. Hunian dengan halaman luas nan sederhana yang juga menaungiku hingga saat ini adalah buah dari kegigihan dan kerja keras Ayah menjadi abdi negara.
Ayah, sebenarnya dalam surat ini aku juga ingin minta maaf. Tanpa sengaja aku melakukan sesuatu yang aku sendiri tidak suka dan sedih diperlakukan seperti itu.
Maaf sempat membandingkan sosok ayah yang lain dalam hidupku, maaf sudah khilaf dan mengabaikan perasaan Ayah, maaf sudah tidak bersabar dengan tidak mencoba dengan baik memahami maksud-maksud baik yang terselubung dalam setiap sikap maupun keputusan Ayah, maaf atas kekurang-ajaranku melupakan segala jerih payah-pengorbanan Ayah selama ini.
Anakmu ini masih perlu banyak bimbingan dan belajar tangguh menjalani hidup. Akhir-akhir ini aku mulai mengerti bahwa apa yang kuanggap benar sesuai teori tetapi tak Ayah dukung, semata demi kebaikan dan kemuliaan hidupku.
Ayah, beberapa waktu lalu aku berkomunikasi dengan seorang pemuda. Kehadirannya seolah ada yang berkata dalam benak bahwa ia sosok yang kiranya bisa memberi ketenangan di batin Ayah. Walau kini kami sudah tak lagi berkomunikasi, setitik interaksi jarak jauh dengannya begitu membekas di hati.
Ia mengingatkanku agar bersungguh-sungguh menjalani hidup, ucapannya saja sudah membuatku mengingat kembali, betapa aku masih sangat kurang dalam berbakti sebagai seorang anak.
Doakanlah putrimu ini ya, Ayah, semoga memang ia yang bisa memberikan rasa yang Ayah Ibu cari. Demikian pula diriku, semoga adalah sosok yang Ia cari. Jika Tuhan mengizinkan, semoga kami kembali dipertemukan di waktu yang tepat dan saling menyadari satu sama lain. Baik-baik di mana pun Ayah berada, ya, Yah. Terima kasih telah menjadi Ayah hebat untukku dan ketiga adikku.
#ElevateWomen