Fimela.com, Jakarta Membahas kisah dan cerita tentang ayah memang tak ada habisnya. Begitu banyak momen tak terlupakan yang kita miliki bersama ayah tercinta. Mulai dari momen paling bahagia hingga momen paling sedih. Setiap hal yang berkaitan dengan ayah selalu berkesan seperti tulisan kiriman Sahabat Fimela yang disertakan dalam Lomba Share Your Stories November 2021 Surat untuk Ayah berikut ini.
***
Oleh: Linda Mustika Hartiwi
“Ndhuk, apa kabarmu hari ini? Suamimu? Anak–anakmu? Sehat semua ya ndhuk?” Begitu sapa ayahku di telepon selulerku di setiap pagi hari menanyakan keadaanku, suamiku juga kedua anakku.
Ayah selalu memanggilku “Ndhuk” yang dalam bahasa Jawa merupakan panggilan untuk anak perempuan. Hampir setiap hari, tepatnya setelah kepergian adik dan ibuku untuk selamanya yang waktunya berselang setahun di tahun 2011 dan tahun 2012, ayah selalu meneleponku sekadar menanyakan keadaanku dan keluargaku atau menanyakan aku sedang apa, aku masak apa, atau saling berbagi cerita hal–hal lain yang sifatnya ringan. Meskipun kini ayah telah menikah lagi, kebiasaan ayah meneleponku tetap berlanjut sampai sekarang.
Di mataku, ayah adalah sosok yang penuh kasih sayang kepada keluarga. Kebiasaan ayah meneleponku merupakan salah satu wujud rasa sayang ayah kepadaku sebagai anak. Apalagi aku tinggal di kota yang berlainan dengan ayah yang membuat ayah selalu ingin mengetahui bagaimana keadaanku setiap harinya meskipun umurku sudah dewasa.
Aku teringat saat kecil dulu saat ayah menungguku pulang sekolah di sore hari. Waktu itu aku duduk di bangku SMP (Sekolah Menengah Pertama) yang berada di sebuah kota, agak jauh dari rumah ayah dan ibuku di daerah perkebunan.
What's On Fimela
powered by
Ayah yang Istimewa
Ayah adalah karyawan di kantor administrasi perkebunan karet, kopi dan coklat. Ayah mendapat fasilitas rumah dinas dan sering berpindah–pindah rumah di lingkungan kebun. Aku bersekolah TK dan SD di kebun. Ketika SMP aku didaftarkan di salah satu SMP di kota terdekat yang jaraknya sekitar 10 km dari rumah di kebun dan kutempuh setiap hari pergi pulang sekolah dengan sepeda ontel bersama beberapa teman.
Waktu kelas 1 SMP aku masuk siang dan pulang sore hari. Ayah selalu menungguku di pertigaan jalan besar dekat rumah perkebunan saat hari menjelang sore bila tiba waktunya aku pulang sekolah namun belum sampai di rumah. Ayah khawatir dengan keadaanku hingga kadang ayah menungguku pulang sekolah bila aku telat waktu sampai di rumah yang mungkin karena ada pelajaran tambahan di sekolah atau mengerjakan tugas kelompok bersama teman di sekolah.
Wujud kasih sayang ayah yang lain misalnya dengan sering membelikan kaset lagu anak untukku dan adikku. Ayah sering memutarkan lagu anak yang dinyanyikan oleh penyanyi cilik seperti Chicha Koeswoyo, Adi Bing Slamet, Joan Tanamal dan penyanyi anak lainnya hingga aku dan adik bisa bernyanyi menirukan lagu anak yang diputar. Ada banyak kaset lagu anak yang dibeli ayah dan sampai sekarang tersimpan rapi bersama koleksi kaset lagu lain yang merupakan kesukaan ayah dan ibuku.
Berkaitan dengan banyaknya koleksi kaset lagu yang dimiliki ayah, memang ayah dan ibuku senang bermusik. Bahkan menurut cerita ibuku, dulu ayah dan ibu bertemu jodoh ya karena musik.
Ayah yang merupakan salah satu anggota grup band di kebun, sering diundang bermain musik oleh kakek (ayah dari ibuku) dalam acara hajatan yang diadakan di rumah kakek. Ayah pandai bermain gitar melodi yang membuat musik pengiring sebuah lagu menjadi indah didengar. Di sebuah kesempatan atas undangan kakek, grup band ayah tampil mengiringi ibu bernyanyi dengan suara merdunya. Dari pertemuan awal bermusik itulah ayah dan ibu sering bertemu dalam kesempatan-kesempatan lainnya dan saling mengagumi hingga bertaut hati.
Selain membelikan kaset lagu anak, ayah juga sering membelikan majalah anak untukku dan adikku. Aku ingat waktu itu ayah sering membelikan majalah anak “Kawanku”. Di majalah anak “Kawanku” itu ada kolom puisi yang bisa diisi oleh pembaca.
Aku mencoba mengirim puisi karyaku dan ternyata dimuat. Tak dapat diceritakan bagaimana senang rasa hatiku melihat puisi karyaku bisa tampil di halaman majalah “Kawanku” dan aku mendapat honor lima ribu rupiah yang waktu itu jumlahnya sangat banyak untuk ukuran uang sakuku ke sekolah. Pemuatan puisiku di majalah “Kawanku” itu menjadi awal langkahku dalam dunia kepenulisan dan memacu semangatku untuk terus belajar menulis tentang puisi, cerpen (cerita pendek), kisah nyata atau menulis apa saja yang ingin kutulis yang entah kukirim ke media atau cukup kutulis di buku harian.
Kasih Sayang Ayah yang Luar Biasa
Selain sosok yang penyayang keluarga, ayahku juga tipe orang yang disiplin. Aku ingat dulu saat ayah berdinas di perkebunan, ayah selalu lebih dulu berangkat ke kantor sebelum aku dan adikku berangkat ke sekolah. Sikap disiplin ayah membuatku belajar menerapkannya dalam kehidupanku, selain juga ada peran ibuku dalam pengajaran disiplin sedari kecil.
Dimulai saat kecil dulu aku sudah terbiasa menyiapkan sendiri keperluan untuk ke sekolah seperti seragam sekolah, tas, sepatu, buku–buku baik buku tulis atau buku paket pelajaran dan keperluan yang lainnya. Aku juga terbiasa bergantian dengan adikku untuk membantu ibu di rumah seperti menyapu rumah dan halaman di depan rumah.
Rumah dinas ayah ukurannya tidak begitu besar demikian juga dengan halaman rumah, sehingga aku dan adik masih sempat bergantian membantu ibu untuk menyapu rumah dan halaman sebelum berangkat ke sekolah. Aku juga terbiasa mencuci piring dan gelas setiap kali aku selesai makan dan minum. Juga mencuci sendiri baju yang kupakai. Semua aktivitas yang kulakukan sendiri oleh ibu akan diulangi jika menurut ibu masih kurang bersih. Yang penting bagi ayah dan ibu adalah mengajari aku juga adik untuk bersikap disiplin dalam menjalani kehidupan.
Selain itu, ayah di mataku adalah sosok yang kuat dan tabah. Sejak tahun 1992 saat ayah divonis menderita sakit jantung oleh dokter, ayah harus minum obat sampai sekarang untuk mengobati sakit jantungnya.
Ayah disiplin dengan rutin melakukan kontrol ke dokter serta mematuhi anjuran dokter untuk minum obat dan menghindari makanan atau minuman yang dapat memicu semakin parahnya sakit jantung yang diderita ayah.
Sikap ayah yang kuat dan tabah dalam menghadapi ujian sakit menjadi semangatku saat aku kecelakaan di tahun 2017. Aku tertabrak motor di bagian belakang kaki kananku yang mengakibatkan pembuluh darah di kaki kanan putus dan berkali–kali aku menjalani operasi. Sampai sekarang ini aku belum bisa berjalan normal serta memakai tongkat saat beraktivitas.
Belajar dari ayah, aku tidak menyesali kecelakaan yang menimpaku dan membuatku menjadi terbatas dalam beraktivitas. Aku bersyukur kepada Tuhan masih diberikan kesempatan untuk menjalani kehidupan dan belajar mengambil hikmah dari setiap kejadian yang kualami.
Itulah sepenggal ceritaku tentang ayah yang telah banyak berjasa mengajarkan banyak hal tentang kasih sayang, kedisiplinan juga kekuatan dalam menghadapi dan menjalani alur kehidupanku.
Terima kasih ayah, untuk semua yang telah ayah berikan dan tak ternilai harganya yang sampai kini belum mampu aku untuk membalasnya. Meskipun aku jarang bertemu ayah karena tempat tinggalku yang berjauhan dengan ayah, ada doa terbaik untuk ayah semoga sehat dan bahagia selalu.
Salam.
#ElevateWomen