Fimela.com, Jakarta 16 Days of Activism against Gender-Based Violence atau 16 Hari Anti Kekerasan terhadap Perempuan (HAKTP) merupakan kampanye global yang diperingati setiap tahun mulai tanggal 25 November (Hari Anti Kekerasan terhadap Perempuan) sampai 10 Desember (Hari Hak Asasi Manusia).
Khasus kekerasan perempuan pun masih banyak terjadi di Indonesia. I Gusti Ayu Bintang Darmawat atau yang akrab disapa Bintang Puspayoga, selaku Menteri Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak Republik Indonesia memaparkan sejumlah fakta dan data bahwa 1 dari 3 perempuan di dunia pernah mengalami kekerasan fisik atau seksual oleh pasangan, non-pasangan, atau keduanya, setidaknya sekali dalam hidupnya.
Serupa dengan kondisi global, 1 dari 3 perempuan Indonesia berusia 15-64 tahun pernah mengalami kekerasan fisik dan/atau seksual dalam hidupnya.
“Indonesia yang aman bagi perempuan tidak akan tercipta tanpa dukungan dan sinergi dari seluruh pihak, khususnya media. Dalam hal ini, kami sangat berharap media bisa menjalankan kode etik pemberitaan yang ramah perempuan, serta mulai mengembangkan kebijakan media untuk mendorong pencegahan kasus kekerasan terhadap perempuan”, jelas Bintang.
Hadir sebagai panelis Veryanto Sitohang, Komisioner Komnas Perempuan yang memaparkan fakta-fakta terkait kekerasan perempuan:
• Dalam kurun waktu 12 tahun, kekerasan terhadap perempuan meningkat sebanyak 792% (hampir 800% atau 8x lipat). Dalam kurun waktu 10 tahun (2010-2019), jumlah kekerasan terhadap perempuan sebanyak 2.775.042 kasus. Artinya 760 kasus per hari atau 31 kasus per jam.
Sepanjang 2011-2020, tercatat kekerasan seksual di ranah privat dan komunitas 49.643 kasus. Fenomena kekerasan adalah seperti gunung es dimana jumlah yang sebenarnya dapat lebih besar dari yang dilaporkan. Dapat diartikan juga bahwa dalam situasi yang sebenarnya, kondisi perempuan Indonesia jauh mengalami kehidupan yang tidak aman;
• Kekerasan terhadap perempuan di masa pandemi meningkat, dimana berdasarkan CATAHU 2021, pengaduan melalui Unit Pelayanan dan Rujukan (UPR) Komnas Perempuan meningkat, menjadi 2.389 kasus, dengan catatan 2.341 kasus berbasis gender. Dari Januari hingga Oktober 2021, tercatat kekerasan terhadap perempuan di masa pandemi sebanyak 4.711 kasus.
• Dalam data pengaduan langsung ke Komnas Perempuan, tercatat kenaikan yang cukup signifikan yakni pengaduan kasus cybercrime 281 kasus (2018 tercatat 97 kasus) atau naik sebanyak 300%. Kasus siber terbanyak berbentuk ancaman dan intimidasi penyebaran foto dan video porno korban;
Peran media dalam penghapusan kekerasan perempuan
Untuk memperingati 16 Hari Anti Kekerasan terhadap Perempuan tahun ini, Yayasan Care Peduli (YCP) dan Badan Perserikatan Bangsa-Bangsa untuk Kesetaraan Gender dan Pemberdayaan Perempuan, UN Women hari ini mengadakan diskusi “Ubah Narasi: Peran Media dalam Pencegahan Kekerasan terhadap Perempuan”.
Untuk memperingati 16 Hari Anti Kekerasan terhadap Perempuan tahun ini, Yayasan Care Peduli (YCP) dan Badan Perserikatan Bangsa-Bangsa untuk Kesetaraan Gender dan Pemberdayaan Perempuan, UN Women hari ini mengadakan diskusi “Ubah Narasi: Peran Media dalam Pencegahan Kekerasan terhadap Perempuan”.
Bertujuan untuk membuka percakapan terkait peran media dalam upaya penghapusan kekerasan terhadap perempuan dengan peliputan yang berperspektif korban serta dalam mempromosikan norma positif yang mendukung pemberdayaan perempuan dan kesetaraan gender.
Bonaria Siahaan, CEO Yayasan Care Peduli menegaskan bahwa CARE memiliki visi untuk menciptakan dunia yang memberikan harapan, bersifat inklusif dan berkeadilan, dimana semua orang dapat hidup bebas dari kemiskinan, bermartabat dan memiliki rasa aman.
"Kekerasan terhadap perempuan jelas bertentangan dengan visi tersebut, karena mana mungkin seseorang dapat hidup dengan aman dan bermartabat apabila masih mengalami kekerasan dan hidup di bawah ketakutan,” ujarnya dalam diskusi online tersebut
Sejalan dengan visi ini, CARE mempunyai komitmen untuk terus mengadvokasi dan berkolaborasi dengan semua pihak dalam upaya penghilangan kekerasan terhadap perempuan dan untuk memperjuangkan kesetaraan gender.
Jamshed M. Kazi, UN Women Representative and Liasion to ASEAN mengatakan konten berita media dapat berkontribusi dalam menormalisasi kekerasan terhadap perempuan dan seksisme atau memainkan peran penting dalam menyampaikan pesan kesetaraan gender.
"Pemberitaan media yang lebih bertanggung jawab dan lebih luas mungkin tidak akan mengakhiri atau menyelesaikan masalah kekerasan terhadap perempuan, karena ini membutuhkan keterlibatan dari seluruh masyarakat. Namun, peran media tetap penting untuk meningkatkan kesadaran, melawan misinformasi, menanamkan lebih banyak kepercayaan bagi para penyintas dan mendorong respons publik - terutama di antara pembuat kebijakan, akademisi, influencer, dan penyedia layanan," ujar Jamshed M. Kazi, UN Women Representative and Liasion to ASEAN pada saat memberikan sambutan.
Untuk mendukung penghapusan segala bentuk kekerasan terhadap perempuan, peran media menjadi sangat strategis. Kehadiran media dalam pencegahan kekerasan terhadap perempuan akan berkontribusi dalam mendekatkan hak korban atas keadilan, perlindungan dan pemulihan, khususnya melalui pengesahan RUU Tindak Pidana Kekerasan Seksual
Sekalipun pemberitaan tentang kekerasan berbasis gender telah cukup banyak dan bahkan meningkat terutama sejak pandemi Covid-19, namun hal yang masih kurang diulas adalah keterkaitan antara kekerasan terhadap perempuan dengan seksisme dan ketidaksetaraan gender yang mana kedua hal ini menjadi akar masalah masih terjadinya terhadap perempuan.
"Itulah mengapa tajuk pembahasan diskusi ini adalah "Ubah Narasi", dimana media sebagai potret dari kondisi sosial masyarakat mempunyai power yang sangat besar untuk menjangkau, mengedukasi dan membentuk opini yang diharapkan dapat mengubah perspektif akan kekerasan terhadap perempuan." tutup Bonaria.
#elevate women