Fimela.com, Jakarta Kekerasan terhadap perempuan masih saja terjadi. Untuk menghentikan bentuk kekerasan ini, SDG Mover UNDP Indonesia, Chelsea Islan, bersama atlet Taekwondo peraih, Defia Rosmaniar, mengajak generasi muda untuk lebih peduli terhadap kasus kekerasan terhadap perempuan serta menjadi whistleblower. Ajakan ini dilakukan ketika dimulainya kampanye 16 Hari Anti Kekerasan Terhadap Perempuan.
Chelsea berujar, “Kasus kekerasan terhadap perempuan merupakan bentuk lain dari pandemi yang sudah seharusnya menjadi perhatian kita, terutama generasi muda.”
“Diam bukan pilihan karena diam adalah pengkhianatan,” jelas Chelsea dan Defia Rosmaniar, yang meraih medali emas untuk cabang Taekwondo di perhelatan olahraga Asian Games 2018.
Tercatat hampir mencapai 300.000 kasus kekerasan di Indonesia sepanjang tahun 2021. Kasus kekerasan berada di titik kritis selama masa pandemi COVID-19, terutama kekerasan di ranah domestik.
Demi melindungi dan menciptakan rasa aman bagi perempuan maupun anak perempuan, Chelsea dan Defia mengajak masyarakat dari segala lapisan untuk berperan aktif, entah di ruang publik atau di ranah domestik.
“Saat ini kita memiliki jalur pelaporan yang sudah terhubung dengan pihak-pihak yang bisa memberikan bantuan ketika kekerasan terjadi”, ungkap Defia.
Bentuk Dukungan UNDP Indonesia
Selama berlangsungnya pandemi COVID-19, UNDP Indonesia melalui Project RESTORE mendukung berbagai pihak yang terkait dalam pelaporan dan penanganan kasus kekerasan terhadap perempuan.
Secara nasional, UNDP Indonesia bekerjasama dengan pihak kepolisan, Pusat Pelayanan Terpadu Pemberdayaan Perempuan dan Anak (P2TP2A), dan beberapa rumah sakit rujukan dalam memperbaiki prosedur pelaporan dan penanganan kasus yang semakin terintegrasi dan berpihak pada pelapor dan korban.
Pembenahan dalam alur penanganan kasus yang lebih inklusif terhadap penyandang disabilitas juga berhasil diimplementasikan sepanjang tahun 2021.
Di Jakarta, UNDP membantu penguatan lembaga rujukan yang menangani kasus kekerasan terhadap perempuan, salah satunya melalui jalur pelaporan Pos SAPA (Sahabat Perempuan dan Anak).
Pos SAPA merupakan perpanjangan dari Dinas Pemberdayaan Perlindungan Anak dan Pengendalian Penduduk (DPPAPP) DKI Jakarta dan P2TP2A.
Pos SAPA telah terintegrasi dengan fasilitas publik seperti fasilitas transportasi di TransJakarta dan MRT, di fasilitas pendidikan tinggi yaitu universitas dan fasilitas komunitas di RPTRA.
Melalui integrasi ini, masyarakat bisa lebih merasa aman dengan adanya sistem pelaporan yang cepat tanggap ketika kekerasan terjadi di ranah publik maupun di privat.
*Penulis: Vania Ramadhani Salsabillah Wardhani.