Fimela.com, Jakarta Membahas kisah dan cerita tentang ayah memang tak ada habisnya. Begitu banyak momen tak terlupakan yang kita miliki bersama ayah tercinta. Mulai dari momen paling bahagia hingga momen paling sedih. Setiap hal yang berkaitan dengan ayah selalu berkesan seperti tulisan kiriman Sahabat Fimela yang disertakan dalam Lomba Share Your Stories November 2021 Surat untuk Ayah berikut ini.
***
Oleh: Dina Agustina
Sejak usiaku lima tahun aku sudah terkena penyakit kelenjar getah bening. Saat itu usaha ayahku sedang maju dan ibuku merawatku di rumah, penyakit itu tumbuh di kedua bagian leherku, semakin lama semakin membesar.
Dari waktu, tenaga, pikiran dan juga uang yang ayahku korbankan. Beliau tetap mendampingiku untuk berobat sampai aku kelas 4 SD penyakitku belum kunjung hilang, usaha yang tadinya maju perlahan ayahku bangkrut karena dipakai untuk pengobatanku.
Ayah mulai meminjam kepada keluarga yang lain, ibuku sudah bekerja sejak aku kelas 1 SD untuk membantu perekonomian keluarga kami. Aku yang saat itu masih kecil harus belajar mandiri.
Yang seharusnya masih didampingi orang tua, aku harus melakukan semuanya sendiri. Terkadang ketika pengambilan rapor dan harus ada wali aku selalu mengambilnya sendiri. Ketika aku selesai mandi aku menatap diriku di cermin, memakai rok SD berwarna merah, dengan bedak di muka yang berantakan juga rambut kuncir satu ala kadarnya.
Aku mulai bosan dan jenuh sudah selama itu aku memakan obat-obatan, sampai mulutku ini rasanya sudah sangat pahit. Tapi ayahku tidak pernah menyerah pernah ketika aku benar-benar tidak mau pergi untuk rontgen, ayah berkata kepadaku. “Nak, kelak ketika dewasa kamu tidak akan diobati lagi, kamu yang akan menjadi dokter,” lalu dia memberiku kertas resep dokter, aku tulis semauku, seolah olah itu akan menjadi nyata.
What's On Fimela
powered by
Semoga Aku Bisa Membahagiakanmu, Ayah
Ayah menjadi sosok yang sangat berarti untukku. Ketika sudah bangkrut ayah menjual buah buahan potong di sekolahku, saat itu pengambilan rapor aku merengek agar ayah mengambilkan rapor untukku kali ini, ayahku sedari pagi sudah berjualan di depan sekolah. Ketika aku membacakan puisi yang berjudul “Terima kasih Ayahku” sembari menatap beliau, aku menangis.
Betapa tidak, aku menjadi bebannya selama ini, tapi ayah selalu tersenyum dan bahkan ketika aku lelah berjalan ayah menggendongku, ketika aku takut untuk disuntik ayah memegangi kedua tanganku. Ketika aku tidak mau makan karena terasa pahit ayah menyuapiku. Sampai aku SMK ayahku yang mendaftarkanku, mencarikan aku biaya, berjuang agar aku bisa masuk ke sekolah favorit meskipun biayanya sangat tinggi, sampai sekarang aku sudah berkeluarga dan memiliki seorang putra
Ayah, aku akan tetap menjadi gadis kecilmu bukan? Meskipun kini aku sudah ada yang menjaga.
Tetap saja, ketika motorku mogok sejauh apa pun itu, engkau menyusulku. Ketika aku kehabisan bensin, ayah membelikan bensin untukku di dalam kantung keresek. Guratan kasar di tanganmu, rambut yang mulai memutih, mata yang mulai kabur, dan badan yang mulai menua. Dirimu tidak sekokoh dulu, namun kasih sayangmu untukku tidak pernah berubah.
Terima kasih telah menjadi ayah sekaligus ibu terbaik selama 24 tahun ini.
Semoga aku bisa membahagiakan ayah, seperti ayah yang selalu berjuang membahagiakan aku.
#ElevateWomen