Fimela.com, Jakarta Permendikbudristek Nomor 30 Tahun 2021 tentang Peraturan Menteri Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi Republik Indonesia (Permebdikbudristek) Nomor 30 Tahun 2021 tentang Pencegahan dan Penanganan Kekerasan Seksual di Lingkungan Perguruan Tinggi menuai berbagai tanggapan dari berbagai kalangan.
Gejolak kritik bermunculan terkait aturan tersebut. Partai Keadilan Sejahtera (PKS) dan PP Muhammadiyah dengan sayap organisasi perempuannya PP Aisiyah menjadi yang paling vokal dalam hal kritik ini. Keduanya menunjukkan penolakan sejumlah ketentuan dalam beleid tersebut.
Nadiem Makarim selaku Menteri Pendidikan, Kebudayaan, Riset dan Teknologi (Mendikbudristek) mendatangi sejumlah ormas Islam untuk memberi klarifikasi terkait aturan yang dikeluarkannya. Hal ini dilakukan untuk meredam kritik yang berdatangan.
Pada Senin, 1 November 2021, Nadiem mendatangi Kantor PP Muhammadiyah yang disambut oleh Sekretaris Umum Pengurus Pusat (PP) Muhammadiyah, Abdul Mu'ti.
Pertemuan ini dibagikan melalui akun Instagram masing-masing. Dalam unggahannya, Nadiem menulis bahwa dalam pertemuan itu mereka berdiskusi tentang rancang bangun pendidikan Indonesia.
"Senin lalu saya bersilaturahmi ke pimpinan Muhammadiyah dan disambut hangat oleh Prof @abe_mukti beserta jajaran pengurus lainnya," kata Nadiem.
"Pagi itu kami berdiskusi tentang rancang bangun pendidikan Indonesia. Saya sangat senang dapat bertukar pikiran dan mendapatkan masukan dari para tokoh hebat dan berpengalaman di bidang pendidikan. Saya yakin hasil diskusi kami akan membuat program Merdeka Belajar semakin baik. Dan saya juga berharap bisa berdiskusi lagi di lain kesempatan," lanjutnya.
Abdul Mu'ti ketika dikonfirmasi mengatakan, pertemuan itu turut membahas masukan dari Muhammadiyah perihal rencana Pengubahan UU Sistem Pendidikan Nasional.
"Masukan terkait rencana perubahan UU Sisdiknas 20/2003," katanya kepada Liputan6.com, Senin (22/11/2021).
Setelah pertemuan itu, tak lama kemudian Ketua Umum Muhammadiyah Haedar Nashir teguh untuk menyuarkan penolakan terhadap sejumlah ketentuan dalam Peremendikbudristek Nomor 30 Tahun 2021.
Dilansir dari Liputan6.com, melalui diskusi yang digelar secara dari oleh Universitas Muhammadiyah Yogyakarta (UMY), Senin, 15 November 2021, Haedar mengatakan bahwa Peremendikbudristek merupakan bentuk ektremisme demokrasi dan HAM.
"Saya pikir isu yang terakhir di Indonesia soal Permendikbud itu juga bagian dari ekstremitas demokrasi dan hak asasi manusia yang jika tidak kita kelola dengan baik itu akan berkembang. Di mana ternyata kekuatan-kekuatan sipil itu tidak kalah otoriternya dengan kekuatan-kekuatan militer ketika dia dibangun di atas oligarki," kata Haedar.
"Oligarki ekonomi, oligarki politik bahkan saya menambahkan satu istilah oligarki keagamaan," tambahnya.
What's On Fimela
powered by
Nadiem Mendatangi Lembaga Pendidikan NU
Dua hari setelah pertemuan dengan pimpinan Muhammadiyah, Nadiem menyambangi Kantor Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU) di Jakarta pada Rabu (3/11/2021).
Dalam pertemuan yang dibalut acara bertajuk “Peringatan Hari Sumpah Pemuda dan Silaturahmi Mendikbudristek Bersama Ketua Umum PBNU” itu, terdapat bahasan tentang upaya memajukan pendidikan nasional dan implementasi program Merdeka Belajar Kampus Merdeka (MBKM), terutama di perguruan tinggi di bawah Lembaga Pendidikan Tinggi Nahdlatul Ulama (LPTNU).
Menurut penjelasan Nadiem, tujuan MBKM adalah membuat pengalaman belajar yang relevan dan menyenangkan bagi mahasiswa maupun dosen.
"Secara sederhana kita ingin lebih banyak mahasiswa ke luar dari kampus, lebih banyak dosen keluar kampus mencari ilmu dan pengalaman. Lebih banyak praktisi ke kampus untuk mengajar," katanya.
"Harusnya pembelajaran di kampus tidak hanya ceramah di depan kelas, dosen bisa membuat rekaman pembelajaran kemudian ketika masuk ke kelas mahasiswa perlu diarahkan untuk lebih banyak berdiskusi, kerja kelompok, mengasah presentasi dan berdebat,” imbuh Nadiem.
Nadiem mengaku bahwa ia berharap NU terus memberikan kritik dan masukan terhadap kebijakan pendidikan nasional.
Dalam acara itu, Nadiem memberikan bantuan Kartu Indonesia Pintar Kuliah (KIP Kuliah) dan bantuan Uang Kuliah Tunggal (UKT) kepada mahasiswa-mahasiswa yang berkuliah di perguruan tinggi NU.
Kemudian, secara simbolis Nadiem menyerahkan surat izin pendirian Institut Sains dan Teknologi Nahdhatul Ulama kepada PBNU.
Ketua Umum PBNU, KH Said Aqil Siroj menyambut gembira silaturahmi Mendikbudristek dan berharap lebih banyak kerja sama antara LPTNU dengan pemerintah di masa mendatang.
KH Said Aqil Siroj menegaskan bahwa NU melalui PLTNU mendukung kebijakan MBKM. PBNU juga meminta Pemerintah supaya memberi afirmasi kepada perguruan tinggi yang masih tertinggal dan mahasiswa dari keluarga kurang mampu.
"Sore ini bukan hanya silaturahmi tapi sudah ke silatul a’mal atau kerja sama. Terima kasih untuk bantuan KIP Kuliah dan bantuan UKT, dan juga izin pendirian perguruan tinggi. Pertemuan seperti ini harus sering-sering kita adakan. Tidak ada artinya pertemuan seperti ini kalau tidak ada kerja sama,” ujar KH Said Aqil Siroj.
Nadiem Berdiskusi dengan Aisyiyah
Nadiem melanjutkan perjalanannya untuk meredam kritik terhadap Permendikbudristek Nomor 30 Tahun 2021. Ia akhirnya menemui organisasi perempuan sayap Muhammadiyah, PP Aisyiyah di kantor mereka yang berada di Yogyakarta pada Kamis, 11 November 2021.
Nadiem langsung ditemui oleh Ketua Umum Pimpinan Pusat 'Aisyiyah (PP 'Aisyiyah), Siti Noordjannah Djohantini.
Dalam pertemuan itu, pembicaraan yang dilakukan salah satunya terkait dengan aturan baru yang diterbitkan Nadiem soal pencegahan dan penanganan kekerasan seksual di universitas.
Nadiem mendapat masukan dari Noordjannah tentang aturan tersebut. Menurut Noordjannah, Nadiem menerima dengan terbuka berbagai masukan itu.
Noordjannah berkata bahwa saat itu Nadem menyampaikan agar respon perubahan kebijakan atas masukan harap ditunggu karena Kemendikbudristek saat ini sedang terus berkomunikasi kepada banyak pihak untuk meminta masukan terkait Permendikbudristek Nomor 30 Tahun 2021.
"Bijaksana agar tidak berpolemik terus, memang harus ada solusi yang mengarah pada tujuan utamanya yakni kita jihad anti kekerasan karena banyak hal-hal yang krusial perlu menjadi perhatian Mas Menteri," kata Noordjannah.
Kritikan yang diberikan terhadap aturan tersebut bukan berarti mendukung kekerasa seksual di kampus, tegas Noordjannah.
Nadiem pun mengaku bahwa ia bangga melihat lebih dekat Universitas yang dimiliki dan dikelola oleh 'Aisyiyah yakni UNISA.
"Saya senang sekali bisa melihat pertama kalinya pimpinan Perguruan Tinggi yang mayoritas perempuan, ini suatu kebanggaan sekali buat kita di Kemendikbudristek," tandas Nadiem.
*Penulis: Vania Ramadhani Salsabillah Wardhani.