Menurut Dokter, Berikut Tahapan Perkembangan Bicara pada Anak dan Cegah Speech Delay

Anisha Saktian Putri diperbarui 03 Okt 2024, 11:23 WIB

Fimela.com, Jakarta Tahapan perkembangan bicara pada anak memang berbeda-beda. Tidak sedikit orangtua yang cemas bila anaknya diperkirakan lambat bicara.

Namun, dr. Dini Adityarini SpA, Dokter Spesialis Anak mengatakan perkembangan bicara pada anak bertahap sejak ia dilahirkan, hal ini perlu diketahui agar orangtua tidak khawatir berlebih yang akan memengaruhi kesehatan mentalnya.

"Meski jangan khawatir berlebih, namun orangtua tetap harus hati-hati mengetahui anak terlambat bicara. Hal ini dikarenakan bicara sangat menyangkut perkembangan masa depan, kecerdasaan, sosial, dan memang 10-15 persen anak mengalami gangguan bicara dan bahasa," ujar dr. Rini dalam Webinar 3 Baby Happy Keluarga Happy, Senin (22/11).

dr. Rini menyampikan jika perkembangan bicara anak terdiri dari atas bicara reseptif yaitu sejak lahir anak baru bisa berinteraksi terhadap suara, 3-4 bulan belum bisa senyum, usia 4-7 bulan mulai berinteraksi dengan suara seperti teriak, tersenyum, dan mengoceh.

Sedangkan usia 8-9 bulan mulai mengerti larangan tidak boleh melalui gesture dan ekspresi wajah ayah ibunya, 14 bulan mengerti tampa mimik atau gesture, dan usai 17 bulan menunjuk 5 bagian wajah atau tubuh yang dutanyakan.

"Tidak perlu khawatir jika usai 3-4 bulan belum bisa tersenyum. Namun orangtua, bisa menatap matanya agar si kecil tahu keberadaan orangtua, dan jangan sambil main hp atau suara TV besar agar anak lebih fokus," ujar dr. Rini.

2 dari 3 halaman

Perkembangan bicara ekspresif

ilustrasi saudara/copyright Shutterstock

Lalu kedua ialah perkembangan bicara ekspresif atau mulai mengeluarkan suara dengan mimik wajah. 0-6 bulan saat bayi lahir dapat memangis mau pipis, anak 2-3 bulan mulai membuat suara seperti aah atau huhu, kemudian 6 bulan mulai tahu namanya sendiri.

"Jadi saat lahir ketika anak memangis jangan khawatir sebab itu adalah cara si kecil berkomunikasi seperti lapar, buang air kecil dan besar, hingga tidak merasa nyaman. Dan sejak lahir baiknya panggil namanya agar si kecil lebih mengenalinya," ujarnya.

Lalu 9-12 bulan dapat memangil namanya dan mengetahui artinya. Bayi mulai mengoceh dengan dengan suku tunggal seperti papapapa. 12 bulan mengerti 70 kata, 12-18 bulan, dapat mengucapkan 3-4 kata dengan arti, dapat mengikuti perintah satu langkah, menggeleng. Dan 18 bulan kosa kata 5-58 kata.

"Jadi kita jangan sembarangan bicara, sebab anak akan mengikutinya," tambahnya.

Usia 18-24 bulan anak mengalami ledakan bahasa hampir setiap hari memiliki kosa kata baru, dapat memiliki kalimat yang terdiri dua kata, dapat mengikuti perintah. Usia 3 tahun hampir semua kata dimengeri orang lain, dapat membuat kalimat tiga kata atau lebih. Mulai senang bernyanyi.

Sedangkan, 3-5 tahun sudah mulai bisa menyebutkan nama, umur, jenis kelamin, menggunakan kalimat panjang, dan dapat bercerita dengan terpericinci tetang apa yang dialaminya.

Maka dari itu, dr Rini mengatakan tanda waspada jika anak tidak seusai dengan tahapan bicara tersebut baiknya langsung berkonstasi dengan dokter. "Sebaiknya semakin dini semakin mudah mengatasinya. 80 persen bisa diatasi jika diketahui sejak dini. Jangan sudah usia 3 tahun baru datang karena ngga bisa ngomong sama sekali," ungkapnya.

3 dari 3 halaman

Cara menstimulasi kemampuan bicara dan bahasa anak

Ilustrasi/Copyright Shutterstock.com/violetblue

dr. Luh Karunia Wahyuni, Sp.KFR-K, Dokter Anak & Rehab Medis mengatakan anak tidak terjadi masalah bicara dan bahasa baiknya orangtua bisa menstimulasi karena pada dasarnya keterampilan komunikasi dicapai melalui proses belajar, adanya stimulasi yang terorganisir, tantangan dengan kesulitan yang meningkat secara progresif, dan stimulasi dalam aktivitas sehari-hari untuk memfasilitasi perubahan otak.

"Lingkungan yag aktif memberikan stimulasi yang baik untuk anak," ujarnya.

Cara menstimulasi kemampuan bicara dan bahasa ialah dengan bonding atau kedekatan orangtua, melatih bahasa ekspresif seperti hargai percobaan anak bicara dengan memberikan perhatian, beri respon antusias.

Tiru apa yang dilakukan anak, kemudian ajak anak meniru gerakan orangtua. Bisa tiru uara, kata-kata, babbing, lalu kalimat. Dorong anak selalu mengatakan sapaan seperti hai, ajarkan kenali nama sendiri hingga lingkungannya, dorong anak untuk menyebutkan objek dan gambar yang dikenal. Dorong anak untuk menceritakan apa yang dia inginkan.

Dan yang terakhir, latihan gerakan oromotor yaitu:

Latihan Gerakan Rahang, dimulai dengan gerakan mengunyah sambilmemperlihatkan gigi, mengunyah makanan yang kenyal.

Latihan Gerakan Lidah seperti bernyanyi dengan menggantikata dengan "la-la-la", mengoles madu/es krim di bibirdan minta anak untuk menjilatnya, dan senam lidah.

Latihan Gerakan Bibir dengan menahan stik es krim dengan bibir lalu ditarik perlahan, membawa kelereng dengan sendok, lalu menirukan suara motor.

"Orangtua bisa mulai melatih kontak mata dan lihat responnya, jangan dulu diberikan gadget, terlebih dahulu ajarkan satu bahasa ibunya, harus aktif diajak keluar rumah, usahakan main dengan anak sebaya, bisa diperintah dengan sederhana seperti buka baju, buka pintu, ini merupakan aktivitas kongkritnya, dan bicara pada level yang sama misalnya orangtua duduk ketika berbicara dengan akan agar si kecil melihat apa yang kita ucapkan," tutup dr. Luh Karunia