Fimela.com, Jakarta Membahas kisah dan cerita tentang ayah memang tak ada habisnya. Begitu banyak momen tak terlupakan yang kita miliki bersama ayah tercinta. Mulai dari momen paling bahagia hingga momen paling sedih. Setiap hal yang berkaitan dengan ayah selalu berkesan seperti tulisan kiriman Sahabat Fimela yang disertakan dalam Lomba Share Your Stories November 2021 Surat untuk Ayah berikut ini.
***
Oleh: So diah
Berawal saat aku berusia 8 tahun, ibuku membawaku bersama kedua saudaraku ke rumah orang tuanya. Pada saat itu aku merasa senang sekali karena aku akan menemukan banyak hal baru saat berada di lingkungan yang baru nanti. Tapi aku tidak menyadari di situlah awal kedua orang tuaku berpisah.
Apakah aku sedih? Tidak! Ada banyak kebahagiaan yang ditawarkan hingga aku lupa dengan sosoknya (ayah). Hari berlalu dan berganti dengan begitu cepat. Hingga suatu ketika aku tiba-tiba teringat dengan sosoknya. Saat itu aku tidak tau harus melakukan apa, hingga akhirnya aku memberanikan diri bertanya kepada ibuku tentang ayahku. Namun, ibuku yang telah menganggapnya tiada tidak akan pernah memberikan jawaban yang aku inginkan.
Suatu hari teman sekelasku bercerita tentang keluarganya, dia sangat mencintai ayahnya. Dia bercerita bahwa ayahnya baru saja mengajaknya berbelanja dan membelikan tas sekolah intuknya, memberi uang jajan pas mau berangkat sekolah.
Aku yang mendengarnya hanya tersenyum tanpa berkata apa pun. Dalam hati cuma bilang, "Baik banget ayahnya dia, ayahku kok nggak pernah kayak gitu?" Tapi aku nggak apa-apa kok, aku kuat, aku bisa lewatin ini, itu yang selalu aku omongin sama diriku sendiri, walaupun masih tetap sedih sih. Kadang aku cuma nangis sendiri di kamar, "Kenapa akunggak kayak mereka yang punya keluarga lengkap dan bahagia?" Meski aku juga bahagia, cuma nggak lengkap aja.
Ayah, Sumber Patah Hati Terberatku
Suatu hari, aku pernah bertanya sama diriku sendiri. Apakah dia (ayah) pernah merindukan aku? Memikirkanku makan apa hari ini? Uang jajannya cukupnggak? Bisa beli baju bagus nggak? Sepertinya tidak. Bahkan setelah bertahun-tahun nggak ketemu, dia (ayah) nggak pernah ngasih kabar aku bagaimana kehidupan dia di sana, apakah dia sakit, atau hanya sekedar menyapa, "Hai, Nak. Bagaimana kabarnya?" Itu pun nggak pernah.
Semakin dewasa aku mulai sadar, aku nggak bisa menuntut kehadirannya untuk selalu di sisiku. Aku tidak akan bertanya lagi alasan kalian berpisah, apa pun alasannya aku menghargai keputusan kalian.
Yang aku tahu kamu bukan ayah yang baik buatku, tetapi kau adalah ayahku. Dan aku membenci hal ini. Aku sangat membencimu tapi aku juga membutuhkanmu. Kau ada tapi seperti tak ada di mataku.
Ada banyak hal yang aku takutkan dan ingin kuceritakan denganmu, tapi aku menundanya. Aku masih berharap suatu hari nanti aku, ayah, dan ibu akan kembali bersama lagi walaupun tidak lama.
Terima kasih ayah, kamu telah berhasil mematahkan cinta pertamaku dan menjadi sumber patah hati terberatku. Aku berharap kelak putriku tidak dipatahkan oleh cinta pertamanya seperti aku.
#ElevateWomen