Fimela.com, Jakarta Menyambut Hari Pahlawan yang jatuh pada 10 November, hari ini Google memeringatinya dengan doodle sosok pahlawan perempuan Roehana Koeddoes. Lalu bagaimana sepak terjangnya hingga bisa menjadi pahlawan nasional?
Roehana Koeddoes yang sosoknya tampil di Google lahir di kota kecil Koto Gadang, Sumatera Barat, Hindia Belanda (Indonesia) pada 20 Desember 1884. Ia lahir dari ayahnya yang bernama Mohamad Rasjad Maharadja Soetan dan ibunya bernama Kiam.
Beliau merupakan kakak tiri dari Soetan Sjahrir, Perdana Menteri Indonesia yang pertama dan mak tuo (bibi) dari penyair terkenal Chairil Anwar. Dia juga sepupu H. Agus Salim. Roehana hidup pada zaman yang sama dengan Kartini, ketika akses perempuan untuk mendapat pendidikan yang baik sangat dibatasi.
Roehana termasuk salah satu dari segelintir perempuan yang percaya bahwa diskriminasi terhadap perempuan, termasuk kesempatan untuk mendapat pendidikan adalah tindakan semena-semena dan harus dilawan. Dengan kecerdasan, keberanian, pengorbanan serta perjuangannya Roehana melawan ketidakadilan untuk perubahan nasib kaum perempuan.
Walaupun Roehana tidak bisa mendapat pendidikan secara formal namun ia rajin belajar dengan ayahnya, seorang pegawai pemerintah Belanda yang selalu membawakan Roehana bahan bacaan dari kantor.
Keinginan dan semangat belajarnya yang tinggi membuat Roehana cepat menguasai materi yang diajarkan ayahnya.
Dalam Umur yang masih sangat muda Roehana sudah bisa menulis dan membaca, dan berbahasa Belanda. Selain itu ia juga belajar abjad Arab, Latin, dan Arab-Melayu.
Saat ayahnya ditugaskan ke Alahan Panjang, Roehana bertetanga dengan pejabat Belanda atasan ayahnya. Dari istri pejabat Belanda itu Roehana belajar menyulam, menjahit, merenda, dan merajut yang merupakan keahlian perempuan Belanda. Disini ia juga banyak membaca majalah terbitan Belanda yang memuat berbagai berita politik, gaya hidup, dan pendidikan di Eropa yang sangat digemari Roehana.
What's On Fimela
powered by
Menjadi jurnalis perempuan pertama Indonesia hingga menjadi pahlawan
Setelah mendapatkan pendidikan, namanya semakin dikenal ketika ia menjadi jurnalis perempuan pertama tanah air. Pada 1911, ia mendirikan sekolah Kerajinan Amai Setia (KAS) di Koto Gadang.
Sembari aktif di bidang pendidikan yang disenanginya, Ruhana menulis di surat kabar perempuan, Poetri Hindia. Ketika dibredel pemerintah Belanda, Ruhana berinisiatif mendirikan surat kabar, bernama Sunting Melayu, yang tercatat sebagai salah satu surat kabar perempuan pertama di Indonesia.
Roehana dinilai sebagai perempuan Indonesia pertama yang secara sadar memerankan dirinya sebagai seorang jurnalis. Dia bersedia meliput berita sekaligus menulis untuk kemudian dikirimkan ke media massa.
Pengalamannya mendapat apresiasi dari Datoek Soetan Maharadja alias DSM, pemilik Oetoesan Melajoe yang kemudian mendukung Rohana menerbitkan Soenting Melajoe pada 10 Juli 1912.
Sepanjang karirnya, Roehana terus menulis artikel yang mendorong perempuan untuk membela kesetaraan dan melawan kolonialisme, dengan beberapa mencapai pengakuan nasional.
Sebagian berkat perintis seperti Roehana Koeddoes, banyak yang menganggap perempuan dalam jurnalisme Indonesia lebih kritis dan berani dari sebelumnya.
Di Bukittinggi Roehana mendirikan sekolah dengan nama “Roehana School”. Roehana mengelola sekolahnya sendiri tanpa minta bantuan siapa pun untuk menghindari permasalahan yang tak diinginkan terulang kembali. Roehana School sangat terkenal muridnya banyak, tidak hanya dari Bukittinggi tetapi juga dari daerah lain.
Hal ini disebabkan Roehana sudah cukup populer dengan hasil karyanya yang bermutu dan juga jabatannya sebagai Pemimpin Redaksi Sunting Melayu membuat eksistensinya tidak diragukan.
Berkat jasa-jasanya, pada tanggal 7 November 2019, perempuan dengan ciri khas kain di kepalanya ini dianugerahi gelar Pahlawan Nasional oleh Presiden Joko Widodo dalam sebuah upacara di Istana Negara. Yang menerima penghargaan mewakili keluarga ahli waris adalah Janeydy, cucu dari Roehana.
#elevate women