Dukungan untuk Anak yang Perilakunya Berubah setelah Orangtua Bercerai

Endah Wijayanti diperbarui 05 Nov 2021, 09:45 WIB

Fimela.com, Jakarta Di bulan Oktober yang istimewa kali ini, FIMELA mengajakmu untuk berbagi semangat untuk perempuan lainnya. Setiap perempuan pasti memiliki kisah perjuangannya masing-masing. Kamu sebagai perempuan single, ibu, istri, anak, ibu pekerja, ibu rumah tangga, dan siapa pun kamu tetaplah istimewa. Setiap perempuan memiliki pergulatannya sendiri, dan selalu ada inspirasi dan hal paling berkesan dari setiap peran perempuan seperti tulisan Sahabat Fimela yang diikutsertakan dalam Lomba Elevate Women: Berbagi Semangat Sesama Perempuan di Share Your Stories Bulan Oktober ini.

***

Oleh: Natasya Dwi Pramita

Tidak ada seorang anak yang ingin melihat kedua orangtuanya berpisah. Karena perpisahan atau perceraian orang tua sangat menyakitkan bagi anak. Ingatan anak akan hal tersebut sangatlah tajam, sehingga menimbulkan trauma yang mendalam.

Seperti yang kita tahu bahwa ada berbagai dampak buruk perceraian bagi anak, yaitu:

1.  Risiko Gangguan Mental

Anak korban perceraian memiliki risiko tinggi terhadap gangguan mental. Memang, ada sebagian anak korban perceraian yang dapat menyesuaikan kehidupan barunya tanpa adanya kebahagiaan seperti dulu, namun tak jarang bagi mereka yang tidak bisa melupakan kejadian buruk itu, dan tentunya kondisi psikis mereka terganggu.

2.  Perilaku Berisiko

Anak korban perceraian berisiko melakukan tindakan berbahaya yang dapat mengancam kesehatannya. Contohnya, melakukan penyalahgunaan obat terlarang, merokok, dan menyakiti diri sendiri.

3.  Penurunan Prestasi

Menurut ahli, anak yang menghadapi perceraian orangtuanya yang dikabarkan dengan tiba-tiba, memiliki masalah pada prestasi belajar di sekolah. Apabila anak sudah memperkirakan bahwa orangtuanya akan bercerai, kemungkinan dampaknya mungkin tidak separah kasus pertama.

 

What's On Fimela
2 dari 2 halaman

Pengalaman Memiliki Teman yang Orangtuanya Bercerai

Ilustrasi./(Photo by Melissa Askew on Unsplash)

Jujur, aku merasa bersyukur bisa memiliki kedua orangtua yang lengkap. Akan tetapi, berbeda dengan nasib sahabatku, yang saat itu adalah seorang gadis kecil berusia 12 tahun, yang mengalami hal buruk perceraian orangtua. Dengan usia sekecil itu, dia telah mengalami nasib yang kurang beruntung.

Kesedihan sangat terlihat jelas dalam dirinya. Setiap kali bermain, dia tidak seceria dulu. Menjadi pendiam dan lebih banyak termenung. Aku pun tidak berani untuk bertanya dan aku juga tidak tau harus apa saat itu, karena kita masih sama-sama di usia 12 tahun. Tapi, hal yang aku lakukan saat itu adalah selalu berusaha untuk mendengarkan setiap ceritanya.

Aku bukan tipe orang yang pandai memberi saran, tapi aku rasa dengan menjadi pendengar yang baik, hal itu sudah cukup baginya. Karena dia sudah bisa meluapkan seluruh emosinya.

Sejak saat itu, aku merasa dukungan orang-orang terdekat memang sangat penting. Entah itu hanya sekadar mendengarkan cerita kita, atau yang lebih baik lagi, yang bisa memberi saran terbaik untuk kita.

Kita memang tidak boleh terlalu ikut campur masalah orang lain, tapi yang perlu digaris bawahi adalah bagaimana sikap bijak kita terhadap orang-orang terdekat kita yang sedang mengalami cobaan.

Aku harap, semua anak korban perceraian orangtua bisa selalu bersemangat untuk menjalani kehidupan ke depan. Karena semuanya butuh proses, semuanya butuh diperjuangkan. Tidak masalah jika tidak bisa memiliki keluarga yang utuh. Tapi, hal terpenting adalah bagaimana kita bisa belajar dari kondisi tersebut dan berusaha agar tidak mengalami kejadian yang sama.

#ElevateWomen