3 Sosok Pahlawan Perempuan yang Berjuang di Bidang Pendidikan Indonesia

Anisha Saktian Putri diperbarui 03 Nov 2021, 13:30 WIB

Fimela.com, Jakarta Hari Pahlawan setiap tahunnya jatuh pada tanggal 10 November. Tahun ini tema Hari Pahlawan “PAHLAWANKU INSPIRASIKU”.

Peringatan Hari Pahlawan ini bertujuan untuk mengenang kembali jasa dan perjuangan para pahlawan yang telah berjuang untuk mengusir penjajah dari bumi Indonesia, puncaknya pada peristiwa heroik di Surabaya tahun 1945 banyak korban yang berjatuhan.

Hari Pahlawan sekiranya tidak hanya sekedar diingat setiap tanggal 10 November namun lebih dari pada itu bagaimana menanamkan nilai-nilai kepahlawanan kepada generasi sekarang untuk mengisi kemerdekaan.

Bukan hanya melawan dan mengusir penjajah saja, namun jasa pahlawan di dunia pendidikan sangat besar. Kita sendiri sudah tak asing lagi dengan Ki Hajar Dewantara, kepeduliannya terhadap pendidikan di Indonesia melahirkan Perguruan Nasional Taman Siswa, cikal bakal sistem pendidikan di Indonesia.

Namun selain Ki Hajar Dewantara, ada tiga pahlawan pendidikan perempuan yang berjuang untuk pendidikan Indonesia. Siapa saja mereka? Berikut ulasannya melansir Kemendikbud.

What's On Fimela
2 dari 4 halaman

1. R. A. Kartini

Ilustrasi Ibu Kartini (Liputan6.com/Johan Fatzry)

Raden Ajeng Kartini lebih dikenal dengan tokoh emansipasi perempuan di Indonesia. Ia lahir pada 21 April 1879 di Jepara. Kartini memperjuangkan hak-hak perempuan pribumi yang tidak mendapatkan kesetaraan dengan kaum laki-laki.

Tidak hanya emansipasi, Kartini juga peduli terhadap pendidikan perempuan pribumi yang kala itu tidak bisa mengenyam bangku pendidikan. Di akhir hayatnya, Beliau mendirikan Sekolah Perempuan di Rembang untuk pribumi supaya bisa merasakan pendidikan.

Raden Adjeng Kartini berasal dari kalangan priyayi atau kelas bangsawan Jawa. Ia merupakan putri dari Raden Mas Adipati Ario Sosroningrat, seorang patih yang diangkat menjadi bupati Jepara segera setelah Kartini lahir.

Kartini bisa berbahasa Belanda, di rumah ia mulai belajar sendiri dan menulis surat kepada teman-teman korespondensi yang berasal dari Belanda. Salah satunya adalah Rosa Abendanon yang banyak mendukungnya. Dari buku-buku, koran, dan majalah Eropa, Kartini tertarik pada kemajuan berpikir perempuan Eropa. Timbul keinginannya untuk memajukan perempuan pribumi, karena ia melihat bahwa perempuan pribumi berada pada status sosial yang rendah.

3 dari 4 halaman

2. Dewi Sartika

Dewi Sartika/dok. Wikipedia

Dewi Sartika adalah pahlawan perempuan asal Bumi Parahyangan. Beliau lahir pada 4 Desember 1884 di Cicalengka, Jawa Barat. Selain Kartini, Dewi Sartika adalah tokoh pahlawan perempuan yang memperjuangkan hak perempuan, khususnya di bidang pendidikan.

Komitmen Dewi Sartika dibuktikan dengan mendirikan Sekolah Istri pada 1904. Sekolah ini diperuntukkan bagi wanita-wanita yang ingin mengenyam pendidikan. Sekolah Istri mengajarkan para perempuan berbagai hal, seperti menjahit, merenda, menyulam, memasak, mengasuh bayi, dan agama.

Setelah ayahnya meninggal, ia tinggal bersama dengan pamannya. Ia menerima pendidikan yang sesuai dengan budaya Sunda oleh pamannya, meskipun sebelumnya ia sudah menerima pengetahuan mengenai budaya barat. Pada tahun 1899, ia pindah ke Bandung.

Sekolah Raden Dewi berkembang dengan pesat. Namun, masa pendudukan Jepang membuat sekolah tersebut mengalami krisis keuangan dan peralatan.

Pasca kemerdekaan, kesehatan Dewi Sartika mulai menurun. Ketika terjadi Agresi Militer Belanda dalam masa perang kemerdekaan, ia terpaksa ikut mengungsi ke Tasikmalaya. Dewi Sartika meninggal pada 11 September 1947 di Cineam dan dimakamkan di sana. Setelah keadaan aman, makamnya dipindahkan ke Jalan Karang Anyar, Bandung. 

4 dari 4 halaman

3. Rohana Kudus

Rohana Kudus/dok. Wikipedia

Rohana Kudus ditetapkan Presiden Joko Widodo sebagai pahlawan nasional pada 2019 silam. perempuan yang lahir pada 20 Desember 1884 di Agam, Sumatra Barat ini adalah seorang pers perempuan yang peduli dengan dunia pendidikan bagi perempuan.

Rohana Kudus menunjukkan kepeduliannya dengan mendirikan Sekolah Kerajinan Amai Setia (KAS) di Koto Gadang pada 1911.

Sekolah keterampilan khusus ini diperuntukkan bagi perempuan. Mereka diajarkan baca-tulis, mengelola keuangan, pendidikan agama, budi pekerti, dan bahasa Belanda.

Jadi, itulah tadi tiga pahlawan nasional perempuam yang berjuang di jalur pendidikan.

Semoga generasi penerus bangsa dapat menghargai jasa para pahlawan tersebut dengan semangat belajar untuk mencerdaskan kehidupan bangsa. 

#elevate women