Waspada Dampak Krisis Iklim pada Anak, Mulai dari Kekurangan Gizi hingga Kelaparan

Vinsensia Dianawanti diperbarui 02 Nov 2021, 14:30 WIB

Fimela.com, Jakarta Indonesia mengalami krisis iklim yang tidak hanya memberikan dampak bagi kesehatan secara menyeluruh pada orang dewasa, melainkan juga anak-anak.

Menurut laporan yang dirilis Save The Children pada September 2021, anak-anak yang lahir selama setahun terakhir merasakan 7,7 suhu lebih panas dibandingkan dengan yang dirasakan oleh kakek nenek mereka. Selain itu, anak-anak dihadapkan pada ancaman banjir 3,3 kali lebih banyak dari leupasan sungai sekaligus 1,9 kali lebih banyak mengalami kekeringan di wilayah lain.

“Dampak krisis iklim ini juga tentunya dirasakan lebih buruk pada anak – anak yang hidup dalam lingkaran kemiskinan, hal ini disebabkan karena mereka sudah lebih dulu terpapar risiko yang jauh lebih besar tentang keterbatasan air, kelaparan, dan bahkan terancam menghadapi kematian karena kekurangan gizi.” Tegas Selina Patta Sumbung selaku CEO Save the Children Indonesia.

Tidak hanya itu, dampak dari krisis iklim ini membuat jutaan anak dan keluarga masuk dalam kemiskinan jangka panjang. Di Indonesia, anak-anak merasakan 3,2 kali lebih banyak gagal panen dan lemahnya akses terhadap skema perlindungan sosial.

 

2 dari 4 halaman

Bahaya krisis iklim pada anak

Krisis iklim bisa berdampak buruk pada tumbuh kembang anak (save the children)

Dalam laporan terbaru Save the Children secara global yang berjudul "Lahir di Masa Krisis Iklim", diperlukan tindakan dan aksi nyata untuk melindungi hak-hak anak. Tindakan ini harus dilakukan segera demi perlindungan hak anak.

Pasal secara global, anak-anak yang lahir pada tahun 2020 akan menghadapi 7% lebih banyak kebakaran hutan, 26% lebih banyak gagal panen, 31% lebih banyak kekeringan, 30% lebih banyak banjir sungai, dan 65% lebih banyak gelombang panas jika pemanasan global dihentikan pada 1,5°C. Dari data ini, tentu menjadikan bumi bukanlah tempat yang kondusif untuk tumbuh kembang anak.

Save the Children sendiri menegaskan bahwa masih ada waktu untuk mengubah masa depan yang suram ini. Jika kenaikan dijaga hingga maksimum 1,5 derajat, beban antargenerasi pada bayi yang baru lahir berkurang 45% untuk gelombang panas; sebesar 39% untuk kekeringan; sebesar 38% untuk banjir sungai; sebesar 28% untuk gagal panen, dan sebesar 10% untuk kebakaran hutan.

 

3 dari 4 halaman

Aksi nyata lawan krisis iklim

"Anak – anak di Indonesia akan menjadi salah satu yang terkena dampak terburuk dari krisis iklim ini. Tanpa tindakan yang segera, kita akan menyerahkan masa depan yang suram dan mematikan pada anak – anak kita," ungkap Selina.

Selina juga menegaskan bahwa krisis iklim ini juga menjadi krisis pada hak anak. Perlu adanya tindakan sederhana yang dimulai dari diri sendiri dan keluarga. Misalnya, dengan mengurangi ketergantungan pada bahan bakar fosil, memulai gaya hidup ramah lingkunngan dan berpartisipasi aktif dalam aksi mitigasi dan adaptasi perubahan iklim.

Pemerintah sendiri juga harus mengembangkan tata kelola mitigasi dan adaptasi perubahan iklim yang inklusif dengan memperhatikan kebutuhan kelompok rentan, seperti anak-anak melalui kebijakan, program, dan penganggaran yang berpihak pada anak.

4 dari 4 halaman

Simak video berikut ini

#elevate women