Fimela.com, Jakarta Tren uang kripto (cryptocurrency) masih terus diperdebatkan, terutama kalangan umat muslim di Indonesia. Sebagian besar masyarakat menganggap uang kripto halal dijadikan sebgaia instrumen investtasi, tapi tak sedikit pula yang beranggapan uang kripto haram untuk bertransaksi,
Lalu, sebenarnya bagaimana fatwa mengenai uang kripto? sejumlah pakar juga memiliki sejumlah pandangan yang berbeda. Penasaran bagaimana faktanya? Simak selengkapnya berikut ini.
1. Haram karena mengandung ketidakpastian
Dikutip dari Liputan6.com, Yenny Wahid selaku Founder Islamic Law Firm (ILF) menyatakan jika "Ada pihak yang menganggap aset kripto haram karena mengandung gharar atau ketidakpastian dalam transaksi. Kemudian, uang digital ini juga memiliki volatilitas tinggi karena harganya bisa naik dan turun secara drastis,"
2. Sebagian ulama beranggapan jika gharar akan hilang karena tidak ada transaksi
Sebaliknya pihak yang lain, menganggap gharar akan hilang karena transaksi uang kripto tidak mengenal biaya pemotongan. "Transaksi di bank saja dipotong. Tapi kalau cryptocurrency malah tidak dipotong. Jadi menurut sebagian alim ulama ini malah membuat ghararnya hilang," papar Yenny.
3. Terbebas dari riba
Dibandingkan dengan uang fiat (uang kertas) yang banyak digunakan dalam transaksi bank konvensional, lanjut Yenny uang kripto justru terbebas dari riba. Karena, uang kripto dasarnya adalah blockchain yang penyebarannya melalui jaringan peer-to-peer. "Yang pasti transaksi uang kripto tanpa perantara," tegasnya.
4. Nahdatul ulama Jawa Timur mengharamkan
Pengurus Wilayah Nahdlatul Ulama (PWNU) Jawa Timur mengeluarkan fatwa haram bagi cryptocurrency. Hal itu merupakan keputusan forum bahtsul masail NU Jatim, Minggu (24/10) lalu.
5. Diharamkan karena banyak mengandung unsur spekulasi
Fatwa haram bagi crypto atau mata uang virtual yang dijamin oleh cryptography ini, dikonfirmasi oleh Wakil Ketua PWNU Jatim, KH Ahmad Fahrur Rozi (Gus Fahrur).
Dalam kajiannya, crypto dianggap lebih banyak memiliki unsur spekulasi dan tidak terukur. Hal itu, membuat NU Jatim berpendapat bahwa crypto tak bisa jadi instrumen investasi.
"Karena lebih banyak unsur spekulasinya. Jadi itu tidak bisa menjadi instrumen investasi," ucapnya.
6. Kripto mengandung praktik penipuan dan perjudian
Dalam bathsul masail yang melibatkan para kiai dan sejumlah ahli hukum Islam itu, disimpulkan bahwa kripto tak memenuhi unsur jual beli, dan justru condong mengandung praktik penipuan dan perjudian.
"Jadi secara fikih, jual beli itu harus ada kerelaan dan tidak ada penipuan. Tapi dalam crypto itu orang lebih banyak tidak tahu apa-apa, orang itu terjebak, ketika tiba-tiba naik karena apa, turun karena apa. Sehingga murni spekulasi, mirip seperti orang berjudi," ucapnya.
#Elevate Women