Fimela.com, Jakarta Situasi pandemi Covid-19 bukan menjadi penghalang untuk berkarya. Hal ini justru membangkitkan semangat bagi para insan untuk tetap berkarya dan melahirkan ide-ide segar. Seperti kolaborasi lintas genre satu ini yang menghasilkan karya spektakuler berupa instalasi seni lampu.
Kolaborasi ini dilakukan oleh tiga desainer kenamaan Indonesia yakni Era Soekamto yang dikenal sebagai designer fashion, batik dan konsultan Nusantara Wisdom, Rinaldy A. Yunardi desainer aksesoris yang rancangannya sudah mendunia, dan Robby Permana Manas, CEO DUA Collective yang bergerak di industri pencahayaan.
Instalasi seni lampu hasil kolaborasi apik 3 desainer ini kemudian diberi nama “Dewa Nawa Sanga”. Era Soekamto menjelaskan, Dewa Nawa Sanga terinspirasi dari kearifan Surya Majapahit. Ada delapan elemen yang memutari satu elemen inti, yang merupakan simbol dari delapan arah mata angin yang melebur jadi satu menjadi ruh.
What's On Fimela
powered by
Bawa pesan tentang esensi manusia
Lewat karya itu, ketiganya berusaha menyampaikan pesan tentang esensi manusia agung dalam cara yang lebih ringan diterima oleh masyarakat awam. Dewa Nawa Sanga merupakan simbol berdayanya insan Indonesia dalam berkarya, merupakan dasar filosofi logo kerajaan Majapahit yang mempunyai arti pemimpin yang bijaksana adalah pemimpin yang selaras dengan Tuhan, antar manusia dan senantiasa belajar dari alam semesta.
“Seperti surya yang selalu menerangi dunia, art piece ini dibuat untuk mengingatkan kita untuk senantiasa menjaga keseimbangan alam semesta ini, inilah sebaik-baiknya kontribusi manusia pada kehidupan,” papar Era Soekamto dalam jumpa pers virtual, Rabu (27/10/2021).
Dewa Nawa Sanga ini lahir dari cerita Era, dituangkan Rinaldy dalam sketsa desain dan diwujudkan DUA Lighting dalam rupa lampu
Makna desain
Desain ukiran yang membentuk delapan sudut ini terinspirasi dari ukiran candi dan manuskrip kuno. Jika dilihat dari bawah, lampu ini memiliki bentuk bulat mirip cangkang, dikelilingi desain ukuran. Sedangkan dari samping, lampu ini menampilkan konstruksi tak beraturan mirip lilitan akar yang berujung cahaya oranye.
Rinaldy atau yang akrab disapa Yungyung menjelaskan, makna dari desain instalasi lampu ini adalah menggambarkan kesatuan. “Konsep cerita diperkuat lagi dengan desain dan wujud berupa bambu yang menyatu dan saling silang. Ini menggambarkan bahwa kita butuh bersama, saling Bersatu, saling memberitakan keindahan ini,” kata Rinaldy.
“Visualisasi lampu yang seperti akar ini mengandung makna akar hidupan. Jadi meski terlihat tak beraturan, filosofinya mendalam,” lanjut Rinaldy.
Bukti nyata eksistensi para seniman pencahayaan
Karya tersebut sempat dipamerkan di La Maison Objet, Prancis, pada 2019, tetapi belum sempat diperkenalkan ke publik Indonesia karena keburu pandemi melanda. Meski tertunda, kehadirannya tetap membawa pesan yang relevan di tengah tantangan yang dipicu oleh pandemi.
Menurut Robby, kolaborasi ini merupakan salah satu bukti nyata eksistensi para seniman pencahayaan. Industri pencahayaan selama ini dikenal sebagai subsektor ekonomi kreatif di bawah arsitektur, interior dan industri elektronik. Padahal industri pencahayaan ini membutuhkan keahlian tersendiri dan memiliki potensi yang sangat besar. Berdasarkan data Kemenparekraf, lighting merupakan ekspor terbesar keempat dari Bali saat pandemi
“Industri pencahayaan di Indonesia berkembang sangat pesat dan perlu terus didorong tumbuh kembangnya menggunakan kreativitas anak bangsa yang luar biasa bagus dan pembuatan semaksimal mungkin dibuat di dalam Negeri,” terang Robby menyoal mengapa industri pencahayaan perlu mendapat perhatian khusus.
“Maka dari itu dibutuhkan kolaborasi bersama berbagai spektrum kreatif untuk mendapatkan hasil yang berbeda beda dan juga mendorong UKM khususnya handicraft lokal untuk diakui kualitasnya di mata dunia,” lanjutnya.
#Elevate Women