Fimela.com, Jakarta Di bulan Oktober menjadi bulannya kanker payudara internasional, pita pink salah satu ciri khas agar peringatin ini untuk menyadarkan betapa penting mengetahui sejak dini kanker payudara.
Betapa pentingnya Pemeriksaan Payudara Sendiri (SADARI) yang kerap kali diguangkan oleh dokter hingga berbagai komunitas untuk mengetahui sejak dini kanker payudara. Sebab, jika diketahui di stadium awal, kanker yang menyerang perempuan ini mudah diobati dan angka harapan hidup sampai 97 persen.
Namun masih ada saja mitos yang berkembang di masyarakat mengenai kanker payudara. Misalnya saja penggunaan bra.
Banyak perempuan beranggapan jika menggunakan bra dengan kawat bisa meminimalisir risiko kanker payudara. Apakah hal tersebut benar? Prof. Dr. dr. Ami Ashariati, SpPD-KHOM, FINASIM, mengatakan sebenarnya saat memilih bra tidak terlalu ketat atau kecil.
“Sebenarnya prinsip dasar memilih bra ialah jangan menekan payudara atau tidak terlalu ketat,” ujar Prof Ami dalam acara Yayasan Kanker Indonesia (YKI).
Setelah mengetahui pemilihan yang bra yang tepat, Prof Ami mengatakan maka tidak ada hubungannya bra berkawat tidak ada hubungan dengan kanker payudara. Hal ini dikarenakan fungsi kawat pada bra hanya untuk peyangga.
“Kawat itu tidak kena payudara langsung, karena fungsinya hanya untuk penyangga. Maka tidak ada hubungannya dengan kanker payudara,” tambahnya.
Maka yang terpenting bra tidak terlalu ketat karena terlalu sering menggunakan bra yang menekan payudara dalam jangka panjang akan mengubah sel payudara.
“Tekanan payudara terus menerus akan ada pembentukan sel kanker di payudara. Jadi jangan sampai ana tekanan pada payudara agar tidak merubah sel-sel di payudara,” ungkap Prof Ami.
Memperbesar payudara
Selain bra berkawat, adapula yang berfikir jika memperbesar payudara dapat berisiko kanker payudara. Prof Ami mengatakan sampai saat ini sebenarnya tidak ada studi atau angka presentasi terjadinya kanker payudara akibat proses pembesaran payudara.
Prof Ami mengatakan belum tentu pembesaran payudara dapat menyebabkan kanker payudara, harus melihat faktor risiko lebih dulu. Sebab, banyak faktor yang menyebabkan kanker payudara ini.
“Tidak ada angka presentasinya, tapi kemungkinan tumbuhnya sel kanker akibat proses memperbesar payudara. Apalagi jika seseorang tersebut memiliki riwayat genetik atau keluarga ada yang terkena kanker payudara,” paparnya.
Prof Ami pun memaparkan, selain genetik banyak faktor lain yang menentukan pembentukan sel kanker di payudara, misalnya saja menstruasi terlalu dini, gaya hidup yang tidak sehat, melahirkan di atas usia 35 tahun, konsumsi obat hormonal estrogen jangka panjang, hingga obesitas.
“Jadi, ada faktor lain juga yang berperan, maka penting untuk lakukan SADARI sebulan satu kali setelah menstruasi hari ke -7, berkonsultasi dengan dokter, dibarengi dengan penerapan pola hidup sehat, makan makanan bergizi, berhenti merokok, tidak mengonsumsi alkohol, berolah raga secara teratur, dan jangan lupa menghindari stress dan cukup istirahat,” tutur Prof Ami.
Kewaspadaan terhadap penyakit kanker payudara secara umum menjadi sangat penting mengingat hasil riset The International Agency for Research on Cancer yang mengeluarkan Global Cancer Incidence, Mortality and Prevalence 2020 atau yang kita kenal dengan GLOBOCAN 2020 menunjukkan bahwa kejadian baru kanker payudara di seluruh dunia menempati urutan pertama dengan sekitar 2,3 juta kasus baru dan 680 ribu kematian.
Sementara di Indonesia menempati peringkat terbanyak dengan kasus baru mendekati 66 ribu dan tingkat kematian lebih dari 22 ribu jiwa pada 2020. Maka sebagai perempuan kita harus peduli terhadap kesehatan payudara dengan rutin melakukan SADARI setiap bulan.