Setelah Menikah, Seorang Perempuan Ibarat Denyut Nadi Kehidupan Keluarga

Endah Wijayanti diperbarui 19 Okt 2021, 07:15 WIB

Fimela.com, Jakarta Di bulan Oktober yang istimewa kali ini, FIMELA mengajakmu untuk berbagi semangat untuk perempuan lainnya. Setiap perempuan pasti memiliki kisah perjuangannya masing-masing. Kamu sebagai perempuan single, ibu, istri, anak, ibu pekerja, ibu rumah tangga, dan siapa pun kamu tetaplah istimewa. Setiap perempuan memiliki pergulatannya sendiri, dan selalu ada inspirasi dan hal paling berkesan dari setiap peran perempuan seperti tulisan Sahabat Fimela yang diikutsertakan dalam Lomba Elevate Women: Berbagi Semangat Sesama Perempuan di Share Your Stories Bulan Oktober ini.

***

Oleh:  Ika Susanti

Dulu sebelum menikah, sempat kuungkapkan kekuatiranku pada ibuku.  Bisakah aku menjadi istri dan ibu yang baik bagi suami dan anak-anakku? Menjalani hidup baru yang tak pernah kupelajari di sekolah?

Menjadi ibu rumah tangga sekaligus wanita karier pastinya harus pandai-pandai membagi waktu untuk bekerja dan keluarga. Ibuku dengan senyum bijaksana menenangkanku. "Menjadi istri dan ibu itu naluri pada setiap wanita. Tidak perlu dipelajari, cukup dijalani dan dinikmati prosesnya, maka kamu akan merasakan keajaibannya."

Ajaib memang. Tanpa terasa, aku sudah menjalani kehidupan rumah tanggaku selama 21 tahun. Anak-anak sudah beranjak dewasa, bahkan anak pertamaku pun sudah mulai kuliah.

Aku sungguh bersyukur, masa-masa sulit saat mereka masih kecil dan saat aku hidup berjauhan dengan suami telah terlampaui. Masa-masa dilema saat aku harus pergi bekerja, meninggalkan anak-anak di rumah bersama asisten rumah tangga telah terlewati. Dan kenyataan membuktikan, betapa besar peranku sebagai seorang istri dan ibu, walaupun tidak selalu bisa mendampingi suami dan anak-anak setiap waktu. 

2 dari 5 halaman

Manajer Rumah Tangga

Ilustrasi./Copyright shutterstock.com/g/Dragon+Images

Mempunyai asisten rumah tangga tidak berarti menyerahkan semua urusan pada mereka. Peran mereka hanya sebagai pembantu, maka tugas utama mengelola rumah tangga tetap menjadi tanggung jawabku.

Sebelum meninggalkan rumah, aku harus menyiapkan dan mengatur semua keperluan suami dan anak-anak pada hari itu. Sebagai manajer rumah tangga aku harus memberikan instruksi yang jelas pada pembantu dan memastikan semua kebutuhan anak-anak terpenuhi. Terutama saat anak-anak masih balita, aku harus lebih detail dan teliti. Kecukupan gizi, kesehatan, kebersihan makanan dan pakaian anak-anak harus benar-benar kuperhatikan.

Bagaimana dengan kecukupan kasih sayang? Aku sangat menyadari kurangnya waktuku bersama anak-anak, maka aku harus bisa mengelola waktu dengan baik.

Aku dan suami membuat komitmen bersama, bahwa setelah masuk rumah sepulang kerja, kami akan fokus pada anak-anak. Melupakan semua urusan kantor dan mengambil alih tanggung jawab pembantu mengurus anak-anak.  

Mendampingi mereka belajar, bermain, bercerita hingga mengantarkan mereka tidur. Mendiskusikan hal-hal kecil tentang kegiatan mereka di sekolah dan di rumah pada hari itu. Dari cerita mereka inilah aku dapat mengontrol dan memastikan anak-anak mendapatkan pendampingan yang benar, baik di sekolah bersama guru maupun di rumah bersama pembantu.

3 dari 5 halaman

Wonder Woman Pelindung Keluarga

Ibu rumah tangga dan bisnis online./Copyright shutterstock.com/g/sutlafk

Suami yang sering bertugas ke luar kota, membuatku menjadi "wonder woman" yang kuat dan tangguh. Aku harus mampu memainkan peran ganda di rumah sebagai ibu sekaligus ayah bagi anak-anak.  Bisa membawa mobil sendiri menjadi kewajiban bagiku dan menjadi sangat bermanfaat saat suami tidak di rumah.

Kemampuan menyetir menjadikanku wanita mandiri, yang bisa kemana-mana sendiri tanpa harus merepotkan orang lain. Aku bisa mengantar anak-anak ke sekolah sambil berangkat ke kantor. Aku juga bisa membawa anak-anak ke dokter saat mereka sakit. Mengajak anak-anak jalan-jalan ke mall terdekat saat mereka libur, atau sekadar mengajak mereka berkeliling untuk menghilangkan kejenuhan.

Walaupun suami berusaha membantu dengan ikut mengontrol melalui telepon, tapi tanggung jawab terbesar urusan rumah dan anak-anak tetap ada pada diriku.

Menjadi “gagah” pada saat suami tidak di rumah untuk mengatasi berbagai persoalan rumah tangga. Mencari solusi tercepat dan teraman bagi keluarga ketika terjadi masalah. Aku berupaya agar anak-anak tidak merasa kehilangan sosok ayah sebagai pelindung keluarga dengan keberadaanku. Memberi mereka pengertian tentang tugas-tugas ayahnya selama di luar kota dan apa manfaatnya bagi masa depan mereka. Mengajak anak-anak untuk saling support dan menjaga kekompakan dalam keluarga.

4 dari 5 halaman

Panutan bagi Anak-anak

Usaha sampingan dari rumah./Copyright shutterstock.com/g/chomplearn

Anak-anak akan mengikuti apa yang diajarkan ibunya dan mencontoh kebiasaan-kebiasaan yang dilihatnya sehari-hari. Maka aku berusaha menjadi panutan bagi mereka, terlebih saat ayahnya tidak di rumah.

Mengajarkan mereka budi pekerti, hidup disiplin dan bertanggungjawab minimal pada dirinya sendiri. Tahu bagaimana menghargai orang lain dan menghormati orang tua. Tahu bagaimana tugas dan tanggung jawabnya sebagai pelajar, dan sebagai anak dalam keluarga. Tahu bagaimana menjaga kesehatan diri sendiri, karena sejak kecil anak-anakku mempunyai gejala asma dan alergi. Mereka tahu apa saja jenis makanan yang tidak boleh dikonsumsi dan bagaimana mereka bisa hidup sehat.

Selain itu aku juga mengajarkan mereka untuk bersikap jujur kepada orang tua. Mereka tidak perlu merasa takut untuk bercerita ketika ada masalah di sekolah atau di rumah.

Nilai yang jelek, berkelahi dengan teman, pembantu bersikap tidak baik atau hal-hal lain yang tidak perlu disembunyikan agar orang tua bisa memutuskan tindakan yang tepat dan solusi yang terbaik. Memarahi anak hanya akan membuat mereka takut bersikap jujur, sehingga bukan menjadi suatu penyelesaian masalah. Untungnya aku selalu membiasakan anak-anak untuk berdiskusi sejak kecil, dari situlah mereka belajar bersikap terbuka pada orang tua.

5 dari 5 halaman

Rekan dalam Suka Duka

Ilustrasi menjadi ibu tunggal./Copyright shutterstock.com/g/pixs4u

Membina rumah tangga selama 21 tahun bukanlah suatu hal yang mudah. Jatuh bangun dalam kehidupan yang dijalani merupakan proses pembelajaran bersama. Pencapaian demi pencapaian yang menjadi prestasi dalam rumah tangga, merupakan hasil kerja sama yang kompak antara aku, suami dan anak-anak.

Walaupun sering hidup berjauhan, tapi komunikasi tetap menjadi kunci utama keutuhan keluarga kami. Dan bagi suamiku, aku adalah rekan terbaiknya dalam suka duka. Saling percaya, saling menghormati, dan selalu kompak dalam mengelola rumah tangga dan mendidik anak-anak.

Dan bukan hanya bagi suami, aku juga selalu berusaha menjadi rekan untuk anak-anak. Mengajak mereka berdiskusi, membicarakan masalah apa saja dengan bahasa yang mereka pahami sesuai dengan perkembangan usianya. Mendengar celoteh mereka walau dalam kondisi penat sepulang kantor, terkadang justru menjadi obat lelah bagiku. Memberikan pendapat dan saran yang mereka butuhkan, membuat anak-anak merasa penting dan dihargai.

Mereka juga ikut memberikan masukan dengan pendapatnya yang jujur dan lucu-lucu, yang terkadang malah ada benarnya. Mengikuti proses perkembangan anak-anak dari waktu ke waktu merupakan kebahagiaan tersendiri bagi seorang ibu.

Sebagai wanita, aku merasa bangga dan memang seharusnya kita merasa bangga. Betapa besar peran wanita dalam rumah tangganya. Ibarat nadi yang mengalirkan denyut kehidupan bagi keluarga, membuat kehidupan rumah tangga lebih hidup.

Menjadi penyemangat suami dan anak-anak untuk sama-sama berjuang dalam perannya masing-masing. Kekhawatiranku bertahun lalu ternyata tidak terbukti. Seperti nasihat ibuku, cukup kujalani dan kunikmati prosesnya dengan penuh rasa syukur, hingga kutemukan berbagai keajaiban yang membahagiakan. 

#ElevateWomen