Diary Fimela: Pahit dan Manis Perjalanan 20 Tahun Ermey Trisniarty Merintis Bisnis Dapur Cokelat

Fimela Reporter diperbarui 15 Okt 2021, 20:00 WIB

Fimela.com, Jakarta Menjalani kehidupan, tentu kita semua melewati suka dan duka akan kerja keras sebagai misi untuk tetap bertahan dalam hidup. Dengan pahit dan manis dalam menjalankan kehidupan, hal ini membuat kita dapat terus berkembang dan mengintrospeksi diri. Seperti halnya dapat kita lihat melalui bisnis Ermey Trisniarty dengan Dapur Cokelat.

Berawal dari 2001, Ermey muda menjalankan bisnis Dapur Cokelat pada toko kecil pertamanya di Jalan K.H. Ahmad Dahlan. Tokonya yang kecil dan sederhana itu, tidak membuatnya pupus harapan dan berhenti belajar. Dengan tekad yang kuat, Dapur Cokelat telah membawanya ke 20 tahun perjalanan bisnisnya.

Pahit dan manis, tantangan dan keringat, telah Ermey lewati tanpa henti untuk terus berinovasi dan menciptakan ide baru. Lingkungannya yang terus suportif untuknya menjalankan bisnis pastry, akhirnya membuat Ermey memutuskan untuk berbagi ceritanya melalui buku “Dapur Cokelat Bercerita” yang rilis pada Juni lalu.

“Kenapa akhirnya aku memutuskan untuk menuliskan dan bercerita mengenai pengalamanku dengan Dapur Cokelat, memang aku lihat 20 tahun ini merupakan suatu proses yang sangat panjang dan tidak mudah untuk dilewati begitu saja. Mungkin saat ini, pihak luar melihatnya Dapur Cokelat sudah bagus, lalu, sudah steady dan survive. Tetapi sebenarnya di balik itu semua, banyak sekali cerita-cerita yang akhirnya bisa menjadi pembelajaran,” jelas Ermey di Konferensi Virtual Pers: Dapur Cokelat Bercerita pada Kamis (07/10).

Awalnya, ia sempat ragu, apakah cerita dari bisnis Dapur Cokelat dapat memberi manfaat dan menjadi inspirasi bagi masyarakat luas. Namun, berkat Asteria Elanda, seorang jurnalis senior, yang terus mendukung dan mendorong Ermey untuk menceritaan kisah inspiratif perjalanan Dapur Cokelat, akhirnya terbentuklah sejarah untuk mencetak ceritanya ke dalam buku. 

What's On Fimela
2 dari 5 halaman

Berawal dari pertemuannya dengan pasangan hidup

Tiramisu dari Dapur Cokelat (Instagram/dapurcokelat)

Ermey Trisniarty, sedari kecil, memang merupakan wanita yang suka dan gemar akan coklat. Perkembangannya menjalani passion dalam dunia pastry juga didukung oleh lingkungan keluarga yang dinamis dan kreatif, terlihat dari ibunya yang menekuni bisnis kuliner catering masakan Makassar. 

Semasa kuliah, ia menekuni jurusan Bakery and Pastry Production dilanjutkan Management Pattiserie di STP (Sekolah Tinggi Pariwisata) Bandung atau yang lebih dikenal sebagai NHI (National Hotel Institute). Studinya di Bandung membawanya kepada hal-hal yang tak terduga dan tak terlupakan. 

Hal yang mengubah hidup Ermey untuk selamanya adalah ketika ia bertemu dengan Okky Dewanto, yang sekarang menjabat sebagai Direktur Utama Dapur Cokelat, sekaligus pasangan hidup Ermey. Ia tak mengetahui bahwa takdir telah menghantarkannya kepada kecintaannya terhadap bisnis Dapur Cokelat dan juga cinta seumur hidup. 

“Jadi di saat aku akan kembali ke Jakarta, selepas dari Bandung, aku direkomendasiin ke toko kue rekomendasi ibu kost. Awalnya aku ga pengen mampir, tapi rasanya ada dorongan dan sayang untuk dilewatin, dan aku pun banting setir ke toko apple pie. Di situ lah aku ketemu sama Okky, yang kebetulan bekerja di sana,” cerita Ermey.

Kedekatannya membawa Okky untuk mendorong Ermey membuka toko kue. Berkat tiramisu buatan Ermey yang dicicipi langsung oleh Okky, sang suami mendukung dan mendorong penuh istri tercintanya untuk membuka bisnis toko kue. Yang akhirnya membentuk Dapur Cokelat.

3 dari 5 halaman

Toko kecil dilengkapi dengan kitchen set

The New Praline dari Dapur Cokelat (Instagram/dapurcokelat)

Ceritanya membuka toko kue, diawali dengan kisah-kisah tak terlupakan serta unik. Toko Dapur Cokelat pertamanya tidak ditemani etalase maupun chillers canggih yang menarik mata. Namun, titik unik pada toko Dapur Cokelat pertamanya, adalah dekorasi kitchen set.

Pada awal 2001, ketika dollar kian meningkat, Ermey pun memutar otak, untuk bagaimana caranya toko dan promosinya dapat berjalan dengan lancar. Hal ini menjadi tantangan pertamanya untuk mengedukasi dan mematahkan stigma masyarakat bahwa coklat bukanlah makanan yang buruk untuk dikonsumsi. 

Akibat keperluan promosi, Ermey pun kekurangan biaya untuk mendekorasi toko pertamanya. Namun, hal ini tidak menghentikan akal Ermey untuk menjadikan Dapur Cokelat. Ia akhirnya membawa segala peralatan masak bekas dan tidak terpakai dari rumahnya. Peralatan masak bekas tersebut, Ermey tata sedemikian rupa, hingga akhirnya menjadi dekorasi interior untuk Toko Dapur Cokelat pertamanya. 

Uniknya, pada tiga hari pertama ia membuka, seorang ibu-ibu paruh baya datang ke Dapur Cokelat. Namun, bukan untuk membeli kue maupun coklat, ibu tersebut malah menanyakan soal kitchen set atau set peralatan masak pada Ermey.

“Sampai akhirnya sekitar dua bulan setelah ia membuka tokonya, hal ini pun dilirik oleh para media. Mereka penasaran, ada apa sih, kok toko kue, tapi kaya dapur. Karena waktu 2001 itu kan belum ada interior, kafe atau toko kue yang ada kitchen set-nya di dalam. Desain interior ini lah yang memunculkan nama Dapur Cokelat,” jelasnya.

4 dari 5 halaman

Dua ujian terbesar

Pudding Cheese Cake dari Dapur Cokelat (Instagram/dapurcokelat)

Memasuki masa pandemi, hal ini sempat menghalangi Dapur Cokelat untuk menjalankan bisnis toko kue. Hal ini membuat Ermey dihadapi oleh dua tantangan terbesar baginya, yaitu fenomena era digital dan terpaan pandemi Covid-19. Dengan umurnya yang sudah tidak lagi belia, era digital menjadi tantangannya untuk berkembang. Namun, hal ini tidak menghentikan Ermey untuk terus memutar otak.

Sempat mengalami pendapatan dan omzet yang kian menurun, Ermey dan Okky terpaksa harus memulangkan beberapa pekerjanya. Hal ini membuatnya tidak bisa tidur selama tiga hari penuh, karena memikirkan nasib bisnisnya dan juga pekerjanya. Buah pemikirannya menghasilkan ide cemerlang, Ermey akhirnya menghadirkan produk pre-mix atau bahan kue yang ia bungkus ke dalam pouch, dan dapat dinikmati oleh pelanggannya dari rumah, tanpa merasa takut akan keamanan produk makanan.

“Dengan bantuan anak-anak muda, yang mendorong kami untuk terus berkembang. Sebelumnya kita juga melakukan riset, bahwa pelanggan tidak berani untuk datang ke toko karena situasi pandemi. Untuk order online saja, mereka juga tetap takut akan keamanan produk. Pada saat pandemi semua orang back to kitchen. Jadi berdasarkan research, kita ingin mengeluarkan produk di mana pelanggan tetap dapat menikmati kue dapur cokelat, tetapi dengan safety, atau membuat sendiri di rumah. Dengan kita coba packing, menjadi satu pouch,” cerita Ermey menghadapi tantangan terbesarnya.

Hal ini membawa Ermey kepada kesuksesan besar, produk pre-mix oleh Dapur Cokelat sangat digemari oleh para pelanggan. Hingga perusahaannya tidak dapat memenuhi keingingan pelanggan. Ermey akhirnya memutuskan untuk merombak perusahaan, agar dapat memenuhi produksi yang kian meningkat. 

5 dari 5 halaman

Ingin membuka peluang bagi UMKM di Indonesia

Delibox Pudding Cheese Cake dari Dapur Cokelat (Instagram/dapurcokelat)

Inovasi dan konsistensi Ermey telah membawanya untuk melewati perjalanan pahit dan manis dalam berbisnis. Berbagai penghargaan di bidang kuliner maupun di bidang wirausaha tidak terbilang telah diraih Dapur Cokelat maupun Ermey secara pribadi. Salah satu momen membanggakan bagi Ermey adalah ketika Dapur Cokelat diundang ke Istana Presiden untuk menghadirkan hidangan coklat. Hal ini telah menjadi hal rutin bagi Ermey dan Dapur Cokelat.

Ermey berharap ia dapat membantu UMKM di Indonesia untuk dapat berkembang secara lebih. Ia memiliki minat besar untuk memajukan usaha-usaha kecil menengah, bahkan usaha yang lebih kecil lagi, yang hanya mampu menyerap 1 – 5 tenaga kerja. Ia berharap dapat memberikan solusi kepada UMKM untuk terus bertahan sebagai tulang punggung perekonomian Indonesia.

Tak hanya itu, ia berharap dapat mendirikan Sekolah Dapur Cokelat. Sebuah sekolah tanpa biaya, di mana siswa dapat belajar untuk membuat kue dan coklat dari nol, hingga dapat membuka usaha mereka sendiri. Hal ini Ermey harapkan untuk dapat membuka lapangan kerja lebih luas lagi bagi masyarakat.

“Fokus pada apa yang kita minati. Pelajari ilmunya. Lalu miliki mimpi dan bekerja keras serta cari peluang untuk mewujudkannya. Percaya pada kemampuan diri sendiri. Bangkit lagi jika jatuh. Terus begitu,” tutup Ermey.

 

Penulis: Meisie Cory

#Elevate Women