Fimela.com, Jakarta Jenis vaksin kian bertambah semakin berkembangnya varian Covid-19. Pada Kamis (07/10), Badan Pengawasan Obat dan Makanan (BPOM) RI meresmikan surat izin darurat penggunaan (Emergency Use Authorization/EUA) vaksin Covid-19 jenis Zifivax.
Vaksin Zifivax merupakan hasil kerjasama perusahaan biopharmaceutical asal Tiongkok dan Indonesia. Vaksin ini dikembangkan oleh Anhui Zhifei Longcom Biopharmaceutical bekerja sama dengan PT Jakarta Biopharmaceutical Industry (JBIO).
"Pada hari ini, Badan POM kembali menginformasikan telah diberikannya persetujuan terhadap satu produk vaksin COVID-19 yang baru,” jelas Penny K. Lukito, selaku Kepala BPOM RI, melalui Konferensi Pers Penerbitan EUA Vaksin Zifivax, yang dirangkum dari liputan6.com (08/10).
“Vaksin ini adalah vaksin yang diproduksi oleh dan dikembangkan di indonesia bekerja sama dengan PT JBio dengan platform rekombinan protein sub unit,” ujarnya.
Penny K. Lukito menjelaskan bahwa vaksin Zifivax dikembangkan melalui uji klinik yang juga dilakukan di Indonesia. Uji klinik ini disebut dengan multisenter, yang dikerjakan di dua bagian, yaitu Indonesia dan Tiongkok.
“Uji fase 3 juga dilakukan di Uzbekistan, Pakistan, dan Ekuador dengan jumlah subjek sekitar 28.500 dan di Indonesia sendiri ada 4.000 subjek. Uji klinik dilakukan di Bandung dengan Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia-RS Cipto Mangunkusumo Jakarta,” jelasnya.
Uji vaksin Zifivax juga dilakukan di Fakultas Kedokteran Universitas Padjajaran-RS Hasan Sadikin Bandung, Jawa Barat, serta di berbagai rumah sakit yang tersebar di Bandung dan Puskesmas di daerah Jakarta.
What's On Fimela
powered by
Memastikan keamanan vaksin Zifivax
Vaksin Zifivax telah melewati uji klinik fase 3 oleh BPOM. Melalui uji ini, Penny K. Lukito, menyatakan hal ini menjadi bukti bahwa Indonesia mampu melakukan uji klinik vaksin Covid-19.
“Saya kira ini meningkatkan sekaligus menambah kemampuan atau pengalaman Indonesia dalam melakukan uji klinik vaksin,” ucap Penny.
Aspek keamanan vaksin Zifivax fase 1, 2 dan 3 menghasilkan bahwa efek pemberian vaksin secara umum dapat ditoleransi. Efek yang paling umum adalah nyeri pada area suntikkan pada kelompok penerima vaksin.
“Lalu efek sistemik yang paling sering adalah sakit kepala, kelelahan, dan demam. Saya kira itu adalah yang biasa terjadi dengan tingkat keparahan grade 1 dan 2,” terangnya.
Hasil pemeriksaan aspek imunogenitas pada populasi dewasa usia 18-59 tahun, menunjukkan adanya respons imunitas lengkap pada 14 hari. Respons imunitas ini diukur dengan antibodi netralisasi dengan seroconversion rate dan Geometric Mean Titer (GMT) 83,22 persen dan 102,5.
Sedangkan, pengukuran Receptor-Binding Domain (RBD) binding protein antibody dengan seroconversion rate dan GMT mencapai 99,31 persen dan 1782,26.
Penulis: Meisie Cory
#Elevate Women