Fimela.com, Jakarta Seorang ibu seringkali mengalami stres dan kesulitan dalam mengelola emosi selama pandemi. Terlebih lagi, saat ini anak-anak selalu berada di rumah seharian penuh setiap harinya, sehingga tidak pernah ada waktu me-time bagi para orangtua.
Hal ini mengakibatkan banyaknya permasalahan yang terjadi antara ibu dan anak, sehingga terjadi pula kerenggangan antara keduanya. Berdasarkan survei yang dilakukan pada tahun 2020, tingkat stres ibu dan anak meningkat sebanyak 95% selama pandemi.
Tingkat kondisi kebahagiaan ibu juga mengalami penurunan. Hal tersebut sejalan dengan hasil survei pada April 2021 tentang kesepian ibu. Dari 5200 orang partisipan, 92% di antaranya mengalami kesepian selama pandemi.
Adanya hal ini membuat banyak ibu akhirnya mengalami tantangan dalam kehidupan sehari-hari, terutama dalam interaktivitasnya bersama anak-anak meski hanya di rumah saja.
Psikolog anak dan keluarga Samanta Elsener mengungkap 10 rahasia membangun kebahagiaan antara ibu dan anak dalam webinar Bincang Shopee 10.10, Selasa (21/9).
Apa saja 10 tips tersebut? Simak ulasan selengkapnya di bawah ini.
1. Menjaga Koneksi Dengan Anak
Menjaga koneksi tidak hanya berlaku pada orang-orang yang tinggal jauh dari kita, tetapi dengan anak juga perlu dijaga koneksinya. Meski hanya di rumah saja, terkadang kita menjadi sibuk dengan diri sendiri dan pekerjaan kita. Maka dari itu, kita bisa menjaga koneksi kita dengan anak dengan cara sederhana.
“Eye-contact sama mereka, elus-elus kepalanya juga sudah menjadi salah satu cara untuk meningkatkan hormon oksitosin mereka. Hormon inilah yang membuat anak merasa aman, sehingga kita semakin merasa terkoneksi dengan anak,” ujar Samanta.
Memberikan Validasi Emosi
Cara kedua yang utama adalah memberikan validasi emosi. Hal ini dimaksudkan untuk memberikan mereka perhatian dan tidak membuat mereka merasa kesepian. Hal yang paling sederhana dalam memberikan validasi emosi adalah bertanya tentang emosi yang mereka keluarkan.
Kamu bisa mengeluarkan pertanyaan seperti, “Mama belum paham apa yang membuat kamu sampai marah dan menangis seperti ini. Nanti setelah kamu tenang, kamu cerita, ya?”
Dengan begitu, mereka jadi tahu bahwa ternyata ada orang yang perhatian dengannya dan ada yang mengerti emosinya. Orangtua juga perlu paham makna dari setiap perilaku anak. Maka dari itu, validasi atas emosi anak sangat perlu dilakukan secara konkret.
Mendengarkan Keluh Kesah Anak
Mendengarkan keluh kesah anak masih ada kaitannya dengan cara sebelumnya. Dalam hal ini, anak jadi merasa bahwa ada seseorang yang peduli terhadap dirinya.
Sama halnya dengan bayi. Mereka juga akan merasa dipedulikan jika orangtua memberikan emosi yang sama seperti yang ia rasakan. Contohnya, jika mereka sedih, berikan mimik wajah sedih pula, begitupun sebaliknya.
Perbanyak Canda Tawa di Rumah
Memperbanyak canda tawa di rumah akan membuat suasana rumah menjadi ceria. Berdasarkan penelitian, jika orangtua sering marah dan kasar terhadap anak di usia balita akan memutus neurotransmitter yang jumlahnya ada sekitar 86 triliun di otak anak.
Neurotransmitter ini berfungsi sebagai pembangun emosi yang sehat bagi psikologis anak. Hal ini dikarenakan, di bawah usia 5 tahun, otak jauh lebih cepat berkembang 95% dibandingkan orang dewasa, dan mereka berusaha untuk mengumpulkan preferensi emosi dari orang-orang terdekatnya.
Adakan Rutinitas Bermain Bersama
Bermain selalu menjadi hal yang menyenangkan untuk dilakukan bersama dengan anak. Ibu dapat memberikan permainan edukatif yang dapat melatih kreativitas, problem solving, serta motorik anak. Hal ini sangat penting dilakukan untuk meminimalisasi terjadinya stres pada anak.
Sembari bermain, waktu bersama ini bisa kamu manfaatkan pula menjadi quality time untuk mengenal anak lebih jauh. Namun, orangtua juga harus mengajak anak berdiskusi untuk menyusun kegiatan dalam rutinitas tersebut.
“Ingat, anak-anak sekarang susah banget ketemu orang lain, apalagi keluar dari rumah. Sehingga, penting bagi kita untuk selalu menanyakan kepada anak apa yang mereka ingin lakukan,” jelas Samanta.
Membacakan Buku Cerita Sebelum Tidur
Menurut Samanta, suara ibu akan terdengar sangat merdu di telinga anak. Maka dari itu, membacakan buku cerita bisa menjadi pilihan yang efektif sebagai waktu untuk bonding dengan anak karena minimnya distraksi pada malam hari.
Terbiasa mendengar suara ibu ketika mendongeng akan membuat kualitas tidur anak menjadi lebih baik. Jangan lupa juga untuk mengajak anak berdiskusi tentang pesan moral yang ia dapat dari buku cerita tersebut, sehingga ia juga bisa belajar dari buku cerita yang dibacakan.
Mengajak Anak Terlibat di Rumah
Libatkan anak dalam berbagai kegiatan di rumah. Sejak anak berusia 3 tahun, anak sudah tertarik untuk melakukan pekerjaan-pekerjaan rumah seperti layaknya orang dewasa.
Kegiatan ini bisa dimulai dari hal-hal kecil, seperti mencuci piring bersama, menyiapkan makan siang, hingga memilih motif baju yang anak sukai. Secara perlahan, kamu bisa mulai mengajak mereka melakukan aktivitas dengan skala yang lebih besar.
Membuat Karya Seni Bersama
Membuat karya seni dapat memperbaiki suasana hati. Hal ini juga sangat penting dilakukan untuk anak yang usianya di bawah 7 tahun, karena hal ini berhubungan dengan sensory play. Ketika anak sensory-nya mulai terstimulasi dengan optimal di periode 2-7 tahun, maka emosinya pun juga jadi lebih optimal.
Kamu bisa membuat karya seni atau bernyanyi bersama demi melatih imajinasi anak. Nyanyikan atau ajaklah anak membuat gambar tentang tempat wisata yang ingin dikunjungi setelah pandemi usai.
Olahraga Bersama
Selain membuat tubuh menjadi sehat dan bugar, olahraga juga dapat meningkatkan kualitas hubungan antara ibu dan anak. Kamu bisa melibatkan anak untuk memilih jenis olahraga yang mudah dan praktis untuk dilakukan bersama, seperti senam, lompat tali, lempar bola, dan lain sebagainya.
Membatasi Screen-time
Hal yang terakhir sangat penting dilakukan selama pandemi. Hal ini tak hanya berlaku bagi anak, tetapi ibu juga harus melakukannya. Bahaya jika anak sudah terlanjur terpengaruh oleh teknologi, karena apa yang disampaikan oleh sekelilingnya belum tentu akan didengar dan ditanamkan dalam pikirannya.
Maka dari itu, jangan sampai waktu di rumah yang seharusnya dimanfaatkan untuk quality time digunakan untuk screen-time dan sibuk sendiri dengan gadget masing-masing.
*Penulis: Chrisstella Efivania.
#ElevateWomen