Fimela.com, Jakarta Setiap harinya kita berurusan dengan uang. Menghasilkan uang hingga mengatur uang menjadi bagian tak terpisahkan dari keseharian kita. Bahkan masing-masing dari kita punya cara tersendiri dalam memaknai uang. Dalam tulisan kali ini, Sahabat Fimela berbagi sudut pandang tentang uang yang diikutsertakan dalam Aku dan Uang: Berbagi Kisah tentang Suka Duka Mengatur Keuangan. Selengkapnya, yuk langsung simak di sini.
***
Oleh : Ranti Uli
“Nanti suami saya yang kirim uang dari rekeningnya, ya.” Kalimat itu keluar setiap kali saya membeli barang atau produk dari toko online. Waktu itu saya sudah tidak lagi bekerja kantoran dan tidak punya uang “pegangan”. Karena penyakit yang menyerang bayi saya, ia butuh perhatian lebih. Saya memutuskan untuk meninggalkan pekerjaan yang sudah saya tekuni selama enam tahun dan fokus menjadi ibu rumah tangga.
Ketika resign, saya mengumpulkan uang “pesangon” dari kantor dan BPJS Ketenagakerjaan. Uangnya saya pakai untuk melunasi cicilan KPR dan membiayai perawatan bayi saya. Lantas ketika semua uang ludes, saya memutuskan menutup rekening tabungan saya.
Secara ekonomi, saya sangat bergantung pada suami. Dengan alasan mau fokus mengurus rumah dan anak, segala hal berbau keuangan saya serahkan pada suami. Tidak jarang dompet saya kosong melompong karena saya tidak menyimpan uang sepeser pun. Biarlah suami yang atur, pikir saya waktu itu.
Kemudian berkat anugerah Tuhan, anak saya sembuh dari penyakitnya. Dalam pertumbuhannya, dia tidak lagi membutuhkan perhatian saya sebesar ketika sedang sakit. Dia tumbuh semakin mandiri dan saya merasa ada yang kurang dari hidup saya.
Untuk urusan keuangan, semua masih dipegang oleh suami. Ketika saya ingin beli sesuatu, saya harus minta izinnya dan tidak jarang ditolak karena dia pikir saya tidak butuh apa-apa selain kebutuhan pokok, seperti tempat tinggal, makanan, dan pakaian yang sudah ada.
Awalnya saya sempat merasa cukup. Toh, kebutuhan pribadi saya dan anak terpenuhi. Tapi jujur saja, sebagai manusia saya tidak ingin stagnan. Saya punya kebutuhan untuk berkembang. Saya harus merawat diri dan itu tentunya butuh uang.
Transformasi Diri
Sebagai orang yang tidak suka konflik, saya memutuskan untuk mencari uang sendiri. Jujur saja, sulit bagi saya memulai untuk kembali produktif. Kepercayaan diri saya sudah menurun. Keterampilan saya pun harus diasah lagi karena saya setiap hari hanya berkutat dengan pekerjaan domestik.
Namun keinginan untuk produktif membuat saya berjuang. Saya mulai dari hal yang saya tahu, yakni menulis. Saya membuka lowongan pekerjaan untuk penulis lepas. Tawaran bermunculan. Bayaran rendah sempat membuat saya tidak tertarik. Tapi toh saya kerjakan juga karena saya memang mau punya uang lagi.
Di sela-sela memasak makanan untuk keluarga, saya membaca. Ketika anak tidur siang, saya mengetik. Di tengah malam ketika anak dan suami pulas, saya mengetik dan mengetik hingga menyelesaikan tulisan untuk klien. Seperti kata orang Barat, “And the rest is history.”
Setelah beberapa bulan, saya perlahan kembali menjadi diri saya. Selain kepuasan diri, tentu saja saya akhirnya punya uang lagi. Tak lama saya memutuskan membuka rekening bank atas nama saya sendiri. Ini transformasi yang saya impikan.
IRT Mandiri Finansial
Orang-orang sempat mengatakan saya kurang bersyukur. Mereka pikir saya bekerja lagi karena saya merasa tidak cukup dengan apa yang diberikan suami. Oh, mereka salah besar.
Bagi saya perempuan, termasuk ibu rumah tangga harus mandiri secara finansial. Inilah bentuk self love yang saya pilh. Dengan bisa memenuhi kebutuhan sendiri, kita sudah membuktikan bahwa kita punya sayang pada diri sendiri.
Mandiri secara finansial juga meningkatkan rasa percaya diri. Cara suami “memandang” pun perlahan membaik. Tadinya suami pikir saya sering minta uang untuk diri saya sendiri. Namun setelah saya buktikan bahwa saya juga bisa produktif dan menghasilkan uang, suami lebih “respek” pada saya dan ini memperbaiki relasi kami dan tentunya meningkatkan kepercayaan diri saya.
Saya juga punya pandangan sendiri mengapa ibu rumah tangga perlu mandiri secara finansial. Pertama, kebutuhan keluarga terus bertambah. Misalnya saja biaya sekolah yang terus naik. Alangkah baiknya hal ini dihadapi dengan menambah penghasilan, sebagai antisipasi perubahan kondisi di masa mendatang.
Kedua, tidak ada yang menjamin 100% suami bisa terus menafkahi keluarga. Walaupun tidak diinginkan, suami bisa saja sakit atau kehilangan pekerjaan. Nah, ibu rumah tangga yang mandiri secara finansial tidak perlu kaget atau stress menghadapi ini.
Ketiga, menjadi inspirasi dan menolong ibu rumah tangga lainnya. Ketika melihat saya keluar dari “zona nyaman” dan mencari penghasilan sendiri, ada beberapa ibu yang bercerita ingin mengikuti jejak saya. Ternyata bukan saya saja yang mengalami tidak enaknya minta uang dan bergantung pada suami. Menurut saya, ini jadi hal yang sangat bisa membantu sesama ibu rumah tangga.
Jadi kalau kamu saat ini adalah ibu rumah tangga, yuk melek keuangan dan usahakan kamu mandiri secara finansial. Kita pasti bisa!
#ElevateWomen